Kisah Perjuangan Kartini di Dunia Game
Hide Ads

Kartini Masa Kini

Kisah Perjuangan Kartini di Dunia Game

Adi Fida Rahman - detikInet
Sabtu, 22 Apr 2017 13:29 WIB
Foto: detikINET/Adi FR
Jakarta - Meski didominasi oleh pria, programmer game perempuan dapat berkarya dengan tenang. Pasalnya tidak ada stereotype memandang sebelah mata kemampuan kaum hawa.

Hal tersebut dialami Neneng Purnama A, developer game di Agate Studio. Dia menceritakan di kantornya saat ini ada puluhan progammer pria. Sementara programmer perempuan hanya ada tiga orang yang aktif, salah satu dirinya.

Kondisi tersebut, kata Neneng, tidak jauh berbeda dengan industri global. Ia lantas menyodorkan data hasil survei dari International Game Developers Association

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahun 2015, jumlah programmer game pria di dunia sekitar 75%, sisanya perempuan," ungkap mojang Bandung ini saat dihubungi detikINET, Sabtu (22/4/2017).

Kendati Agate didominasi pria, Neneng merasa tidak pernah diremehkan kemampuannya oleh programmer lawan jenis. Kondisi yang sama juga dirasa rekan perempuannya yang lain.

"Bersyukur memiliki teman-teman di Agate tidak memandang gender untuk role apapun sehingga saya tidak mendapat pandangan yang meremehkan," kata lulusan Sistem Komputer, Telkom University itu.

"Saya kira pandangan orang-orang sudah luas dan terbuka. Sudah menjadi hal yang wajar jika ada wanita masuk ke dunia game," tandasnya.


Suka Game Sejak Kecil

Foto: detikINET/Adi FR

Dunia game sudah menjadi bagian hidup Neneng dari kecil. Sejak masih di bangku SMP dia sudah menjadi seorang gamer.

Lantaran mampu menyelesaikan game Final Fantasy IX di konsol PlayStation, Neneng pun menumbuhkan tekad dalam dirinya untuk terjun ke dunia games.

"Cerita, gameplay, dan musikn dari game tersebut membuat saya terkagum. Cut scene credits di awal dan di akhir game itu lah yang membuat saya bertekad, apapun role saya ingin nama saya tercantum di credits game," terang dara kelahiran 26 Juni 1991 silam ini.

Selepas menamatkan kuliah di tahun 2013, Neneng pun langsung bergabung ke Agate untuk mewujudkan impiannya sedari kecil. Game programer yang disandangnya.

Tapi kiprahnya di awal sempat tidak direstui oleh orang tuanya. Tapi, Neneng tetep kukuh pada keinginannya sembari membuktikan itu adalah profesi yang terbaik untuk dirinya. Lambat laun melihat karya yang telah ikut dilahirkan, orangtua Neneng makin mendukung profesi putri tercintanya.

Saat ditanya rencana ke depan, Neneng masih ingin berkutat di dunia game. Ia ingin meningkatkan skill agar tidak tersingkir di sengitnya persaingan industri game.


Menjadi Programer

Neneng mengajak anak perempuan di Tanah Air untuk tidak perlu ragu ataupun takut untuk terjun ke dunia game. Latar belakang pendidikan apapun tidak jadi soal.

Terpenting, menurut penuturannya, harus mau belajar tools game development seperti Unity3D, Unreal, Construct 2, dan lain sebagainya.

"Di Agate sendiri ada beberapa orang yang background pendidikan dan role-nya sekarang tidak berhubungan sama sekali. Jadi, jangan takut untuk memulai dari role yang kamu inginkan walau background pendidikanmu berbeda," tutur Neneng.

Tak lupa dia juga mengatakan untuk percaya diri dengan skill yang dipunyai, mau belajar hal baru dan passion untuk game. Selain itu jangan merasa pesimis juga merasa akan "dimanja" karena kamu wanita.

"Ketika kamu terjun ke dunia game developer, bahkan gendermu tidak akan dipertanyakan," tutup Neneng. (afr/mag)