Menurut National Transportation Safety Board (NTSB) dari hasil penyelidikannya, sistem pilot otomatis Aquila terganggu akibat tingginya kecepatan angin saat akan mendarat di gurun Arizona, Amerika Serikat.
Selain tingginya kecepatan angin, turbulensi yang terjadi pada Aquila menyebabkan sistem pilot otomatisnya secara otomatis menurunkan moncong pesawat, yang menyebabkan kecepatan drone pun meningkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: Angga Aliya ZRF/detikINET |
Alhasil sayap pesawat bagian kanan pun patah, yang menyebabkan pesawat jatuh dan menderita kerusakan yang cukup signifikan, lanjut NTSB dalam laporannya itu.
Setelah kecelakaan ini, Facebook mengaku sudah memperbaiki desain Aquila. Yaitu dengan menambahkan sebuah spoiler atau rem udara yang akan membantu sistem pilot otomatis untuk mengontrol pesawat dengan lebih baik saat akan mendarat.
Dalam perbaikan itu Facebook juga menyebut sudah mengatur sistem pilot otomatis agar Aquila terbang tak terlalu kencang saat akan mendarat, demikian dikutip detikINET dari Venture beat, Senin (19/12/2016).
Aquila didesain untuk bisa terbang terus menerus selama 90 hari, karena menggunakan tenaga dari sinar matahari. Drone ini adalah bagian dari proyek besar Facebook untuk menggenjot cakupan internet broadband di daerah-daerah terpencil, yang tak memerlukan infrastruktur tradisional.
Namun proyek ini bukan tanpa hambatan. September lalu satelit mereka gagal mengangkasa setelah roket SpaceX Falcon 9 yang membawanya meledak di Cape Canaveral, Florida. Padahal satelit tersebut akan menjadi tulang punggung proyek ini, karena didesain untuk menyebarkan akses internet di benua Afrika. (asj/rou)
Foto: Angga Aliya ZRF/detikINET