Pernyataan Linda β yang seorang tunanetra β ini bukan tanpa sebab. Ia merasa, kalangan difabel Indonesia masih kerap terpinggirkan. Bukan cuma urusan fasilitas, tetapi juga hak untuk mendapat perhatian lebih yang seharusnya didapat ketika ingin pergi refreshing.
Linda bercerita, meski indera penglihatannya tak sempurna, ia sangat hobi traveling. Mulai dari naik ke air terjun sampai pergi ke pantai kerap ia lakoni, termasuk mengajak teman-teman difabel lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai akhirnya petualangan Linda ini sampai ke telinga teman-teman difabelnya yang juga tertarik untuk merasakan pengalaman yang sama. Namun mereka sadar, tentu untuk merealisasikan hal itu butuh perjuangan. Karena lagi-lagi, mereka punya keterbatasan secara fisik.
"Apalagi ada teman saya yang menderita Tetraplegia, dimana dari leher ke bawah lumpuh. Jadi kalau ke mana-mana harus digendong, harus ada yang bantu, makan diambilkan, pokoknya semua itu harus dibantu," lanjut Linda.
Airin β demikian nama teman Linda tersebut β mengalami kecelakaan 17 tahun yang lalu sebelum akhirnya divonis Tetraplegia. Dan dalam 17 tahun itu otomatis Airin tak bisa ke mana-mana secara bebas, hampir sebagian besar waktunya dihabiskan di kamar apartemennya.
"Jadi bisa dibayangkan Airin melewati hari-harinya di kamar, di apartemen, hanya tiduran. Jadi yang memberi inspirasi saya itu Airin dan berpikir, berdoa ke Tuhan untuk mengajak teman-teman saya jalan-jalan," Linda menambahkan.
Sampai akhirnya, Linda membulatkan tekad untuk membuat tur bagi teman-teman difabel ke Pulau Belitung. Kebetulan, Linda punya travel agent dan berasal dari pulau Laskar Pelangi itu. Untuk merealisasikan rencananya ini, Linda pun mengontak sejumlah kenalannya untuk meminta dukungan.
Mahfum saja, program tur ini bisa dibilang juga sebagai program amal. Dimana para peserta cuma diminta membayar Rp 2 juta, dari total biaya Rp 4,5 juta yang seharusnya dibayarkan dengan fasiitas pesawat Garuda Indonesia pp, hotel bintang tiga selama 5 hari 4 malam. Maka dari itu, Linda harus putar otak guna mencari tambalan dana. Termasuk mencari volunteer untuk mendampingi para peserta difabel untuk wara-wiri.
Dan ketika rencana perjalanan itu diumumkan ke media sosial, teman-teman difabel Linda sontak menyambutnya dengan antusias. Awalnya, paket ini hanya dibuka untuk 10 orang, namun bertambah jadi 16 orang.
Lewat Virtual Reality
Kesempatan langka untuk jalan-jalan ke Pulau Belitung ini sayangnya tak bisa diikuti oleh Airin, yang menderita Tetraplegia lantaran harus menjalani operasi. Termasuk dengan Yudhit, teman Linda lainnya yang seorang tunadaksa.
Namun Linda dan teman-teman yang mendukungnya tak mau berhenti berusaha untuk memberi keceriaan kepada Airin dan Yudith. Maka dari itu, selama perjalanan lima hari ke Belitung tersebut mereka membekali diri dengan kamera Samsung Gear 360.
"Teman-teman saya senang banget pastinya, meski harus diangkat, sampai dia turun dengan caranya sendiri, merangkak, tapi dia senang banget. Ada pula seorang tunadaksa, dia mau nangis terharu. Ada juga teman saya yang tunanetra, dibilang sama mertuanya, 'Ngapain ke belitung? Mau lihat apa?' Betapa kejam ya? Kok dibilangnya gak ada yang dinikmati. Padahal kita juga butuh jalan-jalan loh, pergi refreshing itu bukan cuma kebutuhan orang normal secara fisik, baik itu jalan-jalan, kerja, kuliah tapi juga buat mereka yang memiliki keterbatasan secara fisik dan mental," tuturnya.
Sementara bagi mereka yang tak pergi β Airin dan Yudith β pun tak lantas terlalu kecewa. Lewat kamera 360, mereka turut bisa merasakan keceriaan para peserta yang lain serta pemandangan yang dinikmatinya. Caranya dengan menampilkan hasil rekaman perjalanan mereka via ponsel serta dinikmati dengan Samsung Gear VR.
"Mereka (Airin dan Yudith-red.) gembira banget melihat perjalanan kami. Mereka memang tak pergi ikut ke Belitung, tapi bisa merasakan kegembiraannya. Airin yang habis operasi langsung kami perlihatkan dan senang banget, "Cie Linda, ini bagus banget, aq jadi pengen pergi,'. Lalu saya bilang, 'kamu percaya suatu hari nanti, aku akan mengajak kamu sampai ke sana, nanti saya minta dukungan dulu ke banyak orang'. Karena saya juga harus menyediakan paramedis, karena mereka kan pakai kateter dan rentan sakit," ungkapnya.
Linda tak mau putus asa. Meski saat ini baru bisa membawa keindahan Pulau Belitung via teknologi virtual reality ke Airin dan Yudith, suatu saat ia berharap sentuhan tangan Tuhan dapat membantunya membawa kedua temannya itu menikmati halusnya pasir dan merasakan deburan ombak di pantai-pantai yang indah di negeri Laskar Pelangi.
Foto: detikINET/Ardhi Suryadhi(ki-ka) Linda Permata Sari dan Jo Semidang. |
Petualangan vs Pelajaran
Jo Semidang, Corporate Marketing Director Samsung Electronics Indonesia mengaku gembira pemanfaatan Gear 360 dan Gear VR lebih luas lagi. Sebab sebelumnya mungkin banyak yang cuma melihat perangkat virtual reality itu tak lebih dari sekadar hiburan. Padahal buat teman-teman difabel nilainya jauh lebih besar lagi.
Samsung sendiri awalnya lebih dikenal sebagai perusahaan manufaktur yang menjual perangkat elektronik. Tapi hal itu kini bukanlah tujuan akhir sang vendor asal Korea Selatan.
Tujuan yang lebih penting bagi Samsung kini adalah bagaimana membangun ekosistem dari seluruh perangkatnya, serta menyajikan solusi atas permasalahan yang ada, termasuk di Indonesia.
"Ini (menyajikan tayangan VR bagi difabel-red) merupakan salah satu contoh bagi Samsung untuk memberi solusi. Tapi masalahnya apa? Sebelumnya kita gak pernah tahu permasalahan difabel, makanya tadi ada pesan, 'Buat mereka itu petualangan, tapi buat kita itu pelajaran'," lanjut Jo.
"Seharusnya yang mesti belajar itu kita-kita, orang normal, untuk memahami keterbatasan mereka. Makanya kita mau kasih solusi dan ini sangat menantang, gimana kita bisa membantu, karena kita punya teknologi yang bisa dikembangkan," Joe menandaskan. (ash/fyk)
Foto: detikINET/Ardhi Suryadhi