Salah satu contoh negara yang sukses menarik pajak dari Google adalah Inggris. Di negeri Ratu Elizabeth itu, Google akhirnya sepakat membayar pajak sebesar 130 juta poundsterling untuk menebus pajaknya selama 10 tahun.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, ini dikarenakan pemerintah Inggris memiliki data yang akurat tentang pendapatan Google di negaranya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena secara normatif, lanjut dia, Google sudah menikmati keuntungan di Indonesia. Normanya negara sumber berhak memajaki, itu jelas diatur dalam International Tax.
"Dari situ besarnya pajak bisa dirundingkan," ujar Yustinus menyampaikan analisanya.
Rawan Kalah di Pengadilan
Cara kedua yang digunakan Inggris adalah dengan merancang skema pajak baru yang disebut diverted profit tax atau pajak atas hasil keuntungan yang dibawa ke luar negeri.
Dengan skema tersebut, Google yang biasanya mengalokasikan pendapatan ke sebuah negara yang lebih ramah pajak tidak akan lagi bisa mengelak.
"Kalau ingin menarik pajak dari Google dengan model yang sekarang, itu rawan kalah kalau dibawa ke pengadilan. Caranya ya dengan membuat skema pajak baru seperti di Inggris, yaitu pajak atas hasil keuntungan yang dibawa ke luar negeri. Ini yang harus segera kita buat," masih kata Yustinus.
Di Indonesia sendiri, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah berupaya mengejar Google dengan dasar argumen mereka layak menjadi Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Jika Google sudah berbentuk BUT, kata Yustinus, mereka bisa saja dikenakan pajak dari penghasilannya yang berasal dari Indonesia.
Sedangkan Google selama ini kerap menolak dikenakan status BUT lantaran aktivitas perjanjian kontrak dan transaksi langsung mengalir ke kantong markas Google Asia Pacific di Singapura.
(rou/rou)