"Eh, ada Pikachu! Aku dapat Pikachu," katanya, sembari menghentikan larinya dan kemudian mengutak-atik layar ponselnya. Teman-temannya langsung mengerumuninya.
"Ngawur ah. Bukan, itu bukan Pikachu," timpal salah seorang rekannya. Setelah selesai berdiskusi singkat tentang Pokemon yang baru saja tertangkap, sekelompok anak muda itu melanjutkan kembali olahraganya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pikachu adalah salah satu monster yang paling banyak diburu dalam game tersebut. Namun monster ini juga paling jarang menampakkan diri. Bisa menangkap Pikachu, bagi penggemar Pokemon adalah sebuah kebanggaan.
Pak Kli, seorang penjaga loker di depan pintu VI mengakui bahwa game mengejar-ngejar monster ini cukup berpengaruh pada minat masyarakat untuk berolahraga. Pengunjung jogging track GBK yang menitipkan barang di loker yang dijaganya, meningkat belakangan ini.
"Tapi ya kebanyakan sibuk mondar-mandir di depan situ doang. Banyakan main pokemon daripada lari," kata Pak Kli, ditemui pada Kamis pagi (14/6/2016).
Selain di GBK, demam Pokemon juga teramati di beberapa tempat favorit untuk berolahraga di Jakarta. Di Taman Menteng misalnya, monster-monster virtual banyak menampakkan diri di sekitar lapangan basket dan futsal. Penampakan monster-monster juga ditemukan di Taman Suropati, yang termasuk salah satu spot jogging di Jakarta.
Game fenomenal ini banyak menuai pujian para pakar kesehatan karena mengharuskan para pengguna, yang disebut sebagai monster trainer, untuk bergerak karena posisi dan pergerakannya akan terpantau oleh GPS (Global Positioning System). Permainan ini disebut-sebut mempromosikan salah satu komponen gaya hidup sehat yakni selalu aktif bergerak.
Selain untuk mengejar monster, pergerakan para monster trainer juga dibutuhkan untuk keperluan lain seperti menetaskan telur monster. Jenis telur tertentu butuh jarak tempuh 5 kilometer untuk bisa menetas. Jarak tersebut harus ditempuh dengan kecepatan rendah, yang artinya tidak boleh naik kendaraan. (up/rou)











































