Analogi inilah yang dipaparkan Direktur Eksekutif ICT Watch Donny B.U. terkait permintaan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) kepada pemerintah untuk menutup situs YouTube dan Google. Desakan ini muncul lantaran adanya konten pornografi dan kekerasan yang ada di kedua layanan online tersebut.
"Situs ini telah secara bebas untuk menebarkan konten-konten pornografi dan kekerasan tanpa kontrol sedikitpun. Google dan YouTube telah memberikan dampak negatif bagi Indonesia, jika mereka tidak dapat mengontrol situs-situs yang mereka unggah untuk masyarakat" ungkap Sekjen ICMI Jafar Hafsah dalam keterangan pers, Selasa (7/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beberapa waktu lalu Google dan YouTube berhasil memblokir, menghapus, dan menekan berita dan video radikalisme, mengapa pada saat ini Google dan YouTube enggan untuk menghapus konten-konten mereka yang berbau pornografi dan kekerasan," imbuh dia.
Mengomentari permintaan ICMI tersebut, Donny kemudian coba membandingkannya dengan anjuran universal yang sudah akrab di telinga masyarakat.
"Jika kita hidup di pinggir sungai, ajari anakmu berenang. Jangan melarangnya mendekati sungai, pun malah ingin membendung sungainya," sebutnya.
Dengan kata lain, teman-teman di ICMI diharapkan lebih paham bahwa internet itu sejatinya merupakan ladang yang sangat luas. Dimana bisa pula dimanfaatkan untuk kebutuhan syiar, dakwah, amal, dan mencari atau berbagi rezeki.
"Sehingga jika takut dengan 'hama', atau karena memang ada 'hama' sebagai sebuah keniscayaan, ya jangan gegabah memberi usulan untuk membumihanguskan ladangnya," Donny menegaskan.
Pasalnya, ini bukan soal mana lebih banyak konten positif vs konten negatif di internet, bukan pula tentang manfaat vs mudharat. Namun internet, sebagaimana sebuah alat apapun, adalah bagaimana kitanya -- pikiran dan hati kita.
"Mengutip Bimbo, hati adalah cermin, tempat pahala dan dosa bertarung," pungkasnya. (ash/fyk)











































