Proyek ini disebut dengan nama e-residency, atau electronic residency, yang membolehkan orang-orang dari seluruh dunia untuk menjadi penduduk digital dari Estonia. Proyek ini melanjutkan berbagai layanan digital yang ada di Estonia, seperti pemilu online, rapat DPR tanpa kertas dan sebagainya.
"Pertanyaannya adalah bagaimana kami bisa meningkatkan jumlah kustomer yang berbasis di Estonia, karena jika kamu ingin menjadi negara yang lebih kaya kamu perlu kustomer yang lebih banyak, dan kami tak punya kustomer sebanyak itu," ujar Taavi Kotka, chief information officer Estonia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini setiap 1,3 juta penduduk Estonia mempunyai kartu identas yang dilengkapi dengan penanda unik. Disebut unik karena dalam kartu tersebut mempunyai akses ke database yang menyimpan data-data penduduknya, seperti tanda tangan, demikian dikutip detikINET dari Business Insider, Selasa (3/5/2016).
Dengan begitu, kartu ini bisa dipakai untuk menandatangani dokumen secara online, juga memverifikasi identitas mereka. Kartu tersebut membolehkan para penduduknya untuk mengakses lebih dari 1.000 layanan publik, seperti kesehatan dan membayar pajak secara online.
"Ini namanya CaaS. Ada juga SaaS (software as a service). Sementara yang kami terapkan adalah country as a service. Itulah ambisi kami. Dimulai setahun yang lalu dan kami sudah punya sekitar 10 ribu pengguna saat ini. Jika dilihat sebagai startup, itu sudah cukup signifikan," pungkas Kotka.
Pada dasarnya,orang yang mendaftar sebagai penduduk digital akan mendapat akses ke berbagai layanan publik yang dimiliki oleh Estonia. Namun yang diharapkan oleh Kotka, orang-orang itu kemudian akan mendirikan perusahaan di Estonia secara online, yang kemudian akan memberikan pemasukan pajak bagi Estonia.
"Kamu tetap bisa bekerja dari Bali atau di mana pun kamu berada selama mempunyai koneksi internet," ujarnya seraya menunjukkan sebuah perusahaan Estonia bernama Leapin.eu, yang menyediakan jasa untuk membuat perusahaan online. (asj/rou)