Baru-baru ini, Didi Kuaidi mendapat tambahan investasi lebih dari USD 1 miliar, sehingga meningkatkan valuasi perusahaan itu menjadi lebih dari USD 8 miliar. Di lain pihak, Uber sampai saat ini belum bisa menghasilkan keuntungan dari layanannya di China.
"Kami bisa menghasilkan keuntungan di Amerika Serikat, namun kami merugi lebih dari USD 1 miliar per tahun di China," ujar CEO Uber Travis Kalanick, seperti dikutip detikINET dari Reuters, Jumat (19/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perwakilan Uber di China mengonfirmasi ucapan bosnya itu, seraya menyebut bahwa Didi Kuaidi menghabiskan uang dengan jumlah berkali lipat dibandingkan Uber untuk meningkatkan pangsa pasarnya.
Namun pernyataan Uber dibantah juru bicara Didi Kuaidi yang menyebut bahwa klaim Uber itu tak benar. Dikatakannya, justru Uber mengambil keuntungan dari kebohongan itu.
"Kompetitor yang lebih kecil harus mengeluarkan subsidi yang lebih besar untuk menutupi kekurangan jumlah sopir dan jaringan pengemudi yang lebih kecil," ujarnya.
Lebih lanjut dia menambahkan Didi Kuaidi sudah beroperasi di sekitar 400 kota dan mengklaim bahwa mereka sudah balik modal di setengah jumlah kota tersebut. (asj/rns)