Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Kolom Telematika
Menajamkan Ledakan Broadband ke IoT dan M2M
Kolom Telematika

Menajamkan Ledakan Broadband ke IoT dan M2M


Penulis: Dimitri Mahayana - detikInet

Dimitri Mahayana (Foto: Dok. Pribadi)
Jakarta - Sejumlah lansiran data global terkait layanan internet berbasis pita lebar (broadband) cukup menggetarkan. Artinya, setidaknya di mata penulis, frasa menggetarkan timbul karena data tersebut sangat mungkin terealisasi (beberapa bahkan sudah) di Indonesia.

Jika sudah terealisasi, dampak positifnya bukan hanya akan menciptakan apa yang disebut dengan trickle down effect bagi bangsa ini. Lebih dari itu, akan pula menumbuhkan daya saing dan kesejajaran Indonesia di mata global dalam implementasi teknologi terbaru.

Kita mulai dengan data adopsi teknologi broadband berupa long term evolution (LTE), yang mana penggunanya di dunia diprediksi tahun ini mencapai 1 miliar pengguna atau sekira 10% dari total pengguna teknologi mobile di dunia sebesar hampir 8 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seiring waktu, yang dominan sekarang yakni GSM dan HSPA/WCDMA, akan terus melandai dan beralih kepada LTE, sehingga LTE kelak pada 2021 diprediksi mencapai 4,1 miliar pengguna atau hampir separuh pelanggan teknologi mobile di dunia.
Sumber: Ericsson Mobility Report

Situasi ini tak terelakkan ketika netizen, termasuk di Indonesia, kian hari memerlukan layanan internet yang memberikan user experience dan kecepatan jaringan lebih cepat. Inilah yang mendorong saat ini sudah komersial 442 LTE pada 147 negara.

380 LTEΒ  jenis Frequency Division Duplexing (FDD) telah diimplementasikan serta 18 implementasi kombinasi FDD dan Time Division Duplexing (TDD). Akan tetapi, yang menarik dari semuanya adalah ada sekitar 3.700 perangkat pengguna LTE yang telah diluncurkan di seluruh dunia.

Ponsel cerdas (smartphone) menjadi penyokong utama teknologi mobile ini, termasuk LTE. Diprediksi, data bulanan satuan ExaBytes seluruh dunia, 90% lebih berasal dari smartphone dengan pertumbuhan 11 kali lipat per tahun antara tahun 2015-2016 (simak Tabel 2 dan 3).
Sumber: Ericsson Mobility Report
Sumber: Ericsson Mobility Report
Akan tetapi, sekalipun saat ini menjadi tren penopang (teknologi mobile dan smartphone), namun ada tren ke depan yang harus diantisipasi yakni penajaman LTE sebagai penopang layanan Internet of Things (IoT) dan peranti Machine to Machine (M2M).

IoT dan M2M

Di mata penulis, ledakan broadband hari ini yakni LTE (dan menyusul 5G) menjadi sub ekosistem yang harus ditajamkan dalam fenomena IoT dan M2M tersebut. Situasi ini sejalan dengan prediksi berikutnya tentang device yang akan mendominasi dunia ke depan. Β 

Lembaga riset telematika dunia, Gartner memprediksi jumlah perangkat IoT akan mencapai 21 miliar unit pada tahun 2020. Juga, 6,4 miliar things terhubung akan digunakan di seluruh dunia pada tahun 2016, atau naik 30 persen dari tahun 2015. Berikutnya akan mencapai 20,8 miliar pada 2020.
Sumber: Ericsson Mobility Report
Ini artinya konsep sebuah device mampu 'bercakap-cakap' atau mentransfer data melalui jaringan (M2M) tanpa memerlukan interaksi manusia ke manusia atau manusia ke komputer bakalan makin marak ke depan. Terlebih, IoT memang sudah valid berkembang dari konvergensi teknologi nirkabel, micro-electromechanical systems (MEMS), maupun internet.

"A Things" kelak akan semakin banyak dan membumi, termasuk di Indonesia, sekalipun saat ini masih banyak yang bersifat prototipe dan tercakup skala industri besar pada bidang manufaktur dan listrik, perminyakan, serta gas.

Peta jalan menuju IoT dan M2M yang membumi sudah menemukan gong-nya, manakala sistem operasi ponsel terpopuler dunia yakni Android dari Google pada perhelatan Google I/O 2015 kemarin memperkenalkan sistem operasi khusus IoT bernama Brillo.

Brillo merupakan sistem operasi yang dimodifikasi untuk kebutuhan minimal dan menawarkan sebuah protokol sinkronisasi data antar perangkat yang disebut Weave. Weave merupakan bahasa program umum yang cross platform didasarkan JSON (JavaScript Object Notation).

Ponsel pintar dan tablet Android akan secara otomatis mendeteksi perangkat IoT dan menawarkan konfigurasi secara otomatis kepada pengguna. Meski demikian, Brilio juga kompatibel dengan perangkat lain selain Android. Dengan kondisi seperti ini, pemimpin pasar sudah "turun gunung", maka otomatis skala ekonomisnya akan terjadi dengan sendiri sehingga massalitas layanan produk dan layanan akan mengikuti. Semua ini, di mata penulis, menjadi...its matter of time!

Dalam perspektif optimistis, yakni ketika operator telekomunikasi dunia makin terdesak margin-nya oleh over the top (OTT), maka IoT dan M2M dapat berfungsi sebagai kesempatan menciptakan model keuntungan baru berdasarkan produk dan jasa yang ada.

Dengan peran sebagai platform layanan yang diprediksi melebihi PC dan smartphone, maka terhampar peluang baru dalam mengkreasi layanan guna optimalisasi bisnis para penyedia layanan teknologi informasi komunikasi (TIK) di dunia.

Perusahaan riset pasar Economist Intelligence Unit melaporkan, lebih dari 3/4 dari perusahaan multinasional global yang sadar akan pentingnya IoT, telah menjalankan personil atau unit bisnis yang berhubungan lapangan, dan menerapkan sektor ini untuk usaha baru mereka.

Pesatnya pertumbuhan IoT sendiri terutama karena ada penurunan tajam biaya yang dibutuhkan untuk infrastruktur dan perangkat terkait. Seperti misalnya biaya tag RFID yang digunakan verifikasi aset dan manajemen persediaan turun sekitar 40% per tahun. Biaya sensor percepatan dan pengenalan situasi juga menurun 80% selama lima tahun terakhir.

Secara khusus, sejak komponen yang terkait telah diproduksi secara massal melalui kepopuleran smartphone, adalah mungkin untuk memasok komponen yang menyediakan berbagai fungsi dengan ukuran lebih kecil dengan harga tak terbayangkan sebelumnya.

Jadi, selain peluang besar baru (new wave) bagi penyedia layanan TIK dunia, tercipta pula kesempatan peningkatan produktivitas dan benefit bagi industri dan masyarakat secara keseluruhan melalui penajaman layanan broadband ke IoT dan M2M ini. Semoga. Β 

*) Penulis, Dr. Dimitri Mahayana adalah Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Bandung. Bisa dihubungi melalui dmahayana@sharingvision.com.

(ash/ash)
TAGS







Hide Ads