Bermunculan aplikasi ojek online lain yang ingin menyusul kesuksesan Go-Jek, seperti Grab Bike, Ojesy, Jegger, Love-jek, dan sebagainya.
Keamanan Data Pelanggan, Amankah?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru juga menegaskan, data pelanggan merupakan hal yang hanya boleh diketahui oleh operator dari penyedia jasa aplikasi tersebut, dan seharusnya tidak mudah diakses oleh siapapun.
Kemudian, data apa saja yang di-share pengguna aplikasi ojek online? Di antaranya adalah nama, wajah, alamat rumah, lokasi, tempat kerja, dan ID user. Satu hal yang seyogyanya diperhatikan, semua item tersebut bisa terbaca polanya.
Misalnya mendeterminasi jam berapa berangkat kerja, pulang kerja, rute sehari-hari, suasana/kondisi rumah, dan suasana/kondisi tempat kerja. Semua itu bisa dimanfaatkan oleh oknum kriminal untuk melakukan aksi kejahatan: perampokan, perkosaan atau sekadar menjual data-data penting itu ke pihak lain. Hal ini menjadi catatan yang perlu dicermati oleh penegak hukum.
Landasan Hukum Perlindungan Privasi Pengguna Ojek Online
Privasi data pengguna aplikasi online, termasuk ojek online, sudah dilindungi oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal tersebut dibahas di pasal 16, 26, dan 32. Pasal 26 justru menyatakan secara eksplisit bahwa data pribadi harus dilindungi dari penggunaan tanpa izin, dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat mengajukan gugatan.
Di negara maju, masalah kesadaran privasi sudah menjadi kesadaran umum. Baru saja di awal tahun ini, Facebook disomasi di pengadilan Austria karena pelanggaran privasi data. Sementara itu, di Indonesia, pelanggaran privasi data pernah terjadi di tahun 2011 ketika sebuah perusahaan swasta mengklaim dapat menyediakan data 25 juta pemakai telpon seluler untuk keperluan promosi.
Di tahun yang sama, sebuah perusahaan provider layanan ponsel juga mengalami kebocoran data dari sekian juta pelanggannya. Berhubung masalah pelanggaran privasi (infringements of privacy) sudah menjadi sangat serius, hal ini seyogyanya juga menjadi perhatian para penegak umum, terutama bagian/divisi cybercrime.
Quo-Vadis Ojek Online?
Bisa saja ada oknum jahat yang menyamar jadi driver dan memanfaatkan semua data tadi. Apakah penyedia aplikasi ojek online menjamin privasi data pengguna? Apa solusinya jika gadget milik driver jatuh ke pihak lain?
Dalam konteks penjaminan privasi data penggunan, rasanya negara, dalam hal ini pemerintah, harus lebih intensif mensosialisasikan semua peraturan dan perundangan terkait privasi data kepada semua provider aplikasi ojek online, maupun pengembang aplikasi lainnya. Baik pengembang aplikasi maupun user sudah seharusnya sadar akan hak dan kewajiban mereka dalam konteks privasi data.
Sebenarnya, untuk mencegah tindak kriminal, pengembang aplikasi dapat saja bekerja sama dengan divisi cybercrime Polri. Namun, kepolisian hanya dapat bertindak jika ada aduan. Kerja sama seperti ini tidak bersifat preventif, lebih ke arah kuratif. Tindakan preventif lebih banyak harus menjadi inisiatif dari user itu sendiri.
Seperti yang sudah dilakukan oleh pengguna aplikasi nebengers, mereka memiliki paguyuban yang sangat kuat. Sehingga jika terjadi tindak kriminal, pelanggan sudah memiliki SOP untuk menghubungi penegak hukum. Sebaiknya pengguna aplikasi ojek online membangun paguyuban juga, sehingga memperkuat kebersamaan mereka dalam menghadapi masalah ini.
(ash/ash)