Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Penjual Ayam & Tukang Kaos pun Sudah Melek IT

Penjual Ayam & Tukang Kaos pun Sudah Melek IT


Penulis: Muhammad Sufyan - detikInet

Bandung -

Setiap hari, semua dari kita pasti bertemu dengan data, tapi bisa dipastikan tidak semuanya bermakna. Kita pun dikelilingi berbagai angka, persentase, hingga informasi, namun memprosesnya menjadi data bermakna, tentu butuh waktu dan proses tak sebentar.

Itulah yang membuat Marnawi Munamah, Ketua Koperasi Sentra Kaos Suci (SKOCI) Kota Bandung, semringah saat ditemui akhir pekan lalu, tak lama setelah puluhan anggotanya memasang akses internet serat optik sekaligus aplikasi pemrosesan data.

β€œKarena kaos yang diproduksi di Suci itu kustomisasi, mengacu selera pemesan, di situlah kami perlu banyak referensi desain. Dengan tiap pengrajin pasang internet di tempat usahanya, banyak referensi desain dan gambar yang meningkatkan daya saing kami,” katanya kepada penulis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, kata dia, sekira 2.000 pengrajin kaos di sepanjang jalan tersebut, hanya merujuk pengalaman atau intuisi personal ketika membuat bahan gambar sablonan pesanan klien. Akan tetapi, pada era ekonomi kreatif ini, cara pengolahan data konvensional ini terasa menjadi usang.

Bekerjasama dengan Direktorat Enterprise & Business Service Telkom rasa senang Marnawi bertambah karena sejumlah anggotanya juga menggunakan Bos Toko (Bisa Online untuk Semua Toko), sebuah aplikasi pemrosesan point of sales -- yang juga besutan direktorat tersebut.

Jadi dengan user interface yang sederhana dan mudah digunakan, usaha kecil menengah melalui Bos Toko, bisa punya modul data penjualan, pembayaran, pembelian, hutang piutang, stok barang, hingga perhitungan rugi laba yang enak dibaca masyarakat awam.

Bahkan, laporan penjualan sampai distribusi stok barang bisa dipantau dari mana saja melalui gadget karena data disimpan secara cloud. Intinya, pebisnis mikro hari ini bisa menjadi setara korporasi karena bisa dengan cepat dan mudah melihat kinerja, anak buah, hingga inventory.

β€œApalagi modul di dalamnya juga sama pakai Excel (Microsoft Excel, red) sudah familiar bagi kami. Bedanya, ini bisa memproses banyak data sekaligus, sehingga perajin tak perlu cek satu per satu tokonya,” katanya, merujuk banyaknya perajin di sana memiliki banyak tempat usaha.

Kemajuan manajemen usaha mikro senada, ketika pemaknaan data dan informasi ditopang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), juga dirasakan oleh Agus Purnomo, pemilik usaha dengan sedikitnya 17 cabang Robin Fried Chicken (RFC) se-Indonesia.

Pertama dibuka di Surapati Core, Bandung -- tak jauh dari Sentra Kaos Suci-- pada November 2011, ayam goreng crispy ini cepat berkembang karena kemudian bersama koleganya membuka RFC di Batam, Aceh, Toli-toli, Yogyakarta, Semarang, dan kota-kota lainnya.

β€œSecara bisnis memang tumbuh. Tapi masalah muncul karena aplikasi kasir RFC belum online. Pelaporan dari cabang yang jauh dilakukan melalui email, bisa seminggu sekali tapi juga terkadang sebulan sekali. Tentu saja hal ini sangat merepotkan,” katanya.

Cara pengolahan data konvensional selain merepotkan, juga menemui ketakutan terbesar pengusaha di manapun: rugi! Ya, banyak cabang justru menambah banyak keraguan tentang akurasi omset, termasuk bagaimana mendistribusikan stok secara pas dan presisi.

Sadar perlu percepatan, Agus kemudian bertemu aplikasi Bos Toko. Setelah diinstalasi, sontak laporan penjualan sekaligus omset penjualan dari tiap cabang bisa terlihat realtime. Termasuk pula informasi stok barang bisa mudah didapatkan, sehingga efisiensi meningkat.

Dia tak perlu lagi datang ke tiap cabang untuk melihat laporan penjualan, tak perlu lagi diselumuti khawatir tentang kejujuran awak perusahaannya. Semuanya terpantau langsung dari mana dan kapan saja tanpa perlu lagi keluar alokasi bea perjalanan dinas.

Menariknya, untuk semua kecanggihan ini, dia mengaku bea yang diberikan cukup Rp 100 per transaksi atau maksimal Rp 300 ribu perbulan. Pasalnya, skema yang digunakan Telkom bukan pendekatan korporasi yang bersifat bundling, namun skema ritel alias eceran.

Direktur Enterprise & Business Service Telkom Muhammad Awaluddin menambahkan kepada penulis, kustomisasi pemrosesan data harus dilakukan karena usaha mikro dimanapun concern pada tiga M yakni mudah, murah, dan manfaat.

β€œMudah karena UKM tidak perlu investasi server lagi, data server kami sediakan bahkan melalui teknologi cloud. Murah karena biaya per transaksi saja. Manfaat karena fungsi praktisnya harus cepat dirasakan menunjang operasional harian,” katanya.

Chief Operating Officer BUMN telekomunikasi pelat merah ini kemudian menganalogikan dengan bisnis batu akik sekarang. Menurutnya, batu akik dari zaman dahulu juga sudah ada di berbagai kota besar, tetapi kelasnya mojok karena penggunanya masyarakat bawah.

Akan tetapi, kata Awaluddin, setelah ekspos mantan Presiden SBY memberikan batu akik (entah Bacan, entah Sungai Dereh karena banyak versi) kepada Barack Obama, seketika kelasnya naik. Hingga detik ini, batu akik bukan hanya makin meluas di masyarakat bawah, tapi juga segmen menengah dan atas.

β€œJadi, bisnis UKM itu sama juga kan, sudah ada sejak lama di Indonesia, bahkan mayoritas usaha itu UKM. Namun begitu-begitu saja karena tidak ada pengungkitnya, tidak ada SBY-nya kalau di batu akik. Kami percaya, pengungkit bisnis UKM itu salah satunya aplikasi TIK,” ungkapnya.

*) Penulis, Muhammad Sufyan Abd. merupakan pemerhati bisnis digital dan Dosen Fak. Komunikasi Bisnis Telkom University.



(ash/ash)







Hide Ads