Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Kolom Telematika
Kala Manusia Tak Boleh Kalah Cerdas dari Mesin
Kolom Telematika

Kala Manusia Tak Boleh Kalah Cerdas dari Mesin


Penulis: Mochamad James Falahuddin - detikInet

Avengers: Age of Ultron (istimewa)
Jakarta - Tema kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) sepertinya merupakan salah satu tema favorit bagi studio film di Holywood sana. Begitu banyak film-film blockbuster yang meraup sangat banyak uang dengan tema ini.

Serial Terminator, trilogi The Matrix, dan yang agak baru, Transcendence, adalah sejumlah film yang menjadikan AI sebagai tema utamanya. Tidak ketinggalan pula film superhero seperti Avengers: Age of Ultron, juga menjadikan Ultron yang merupakan AI sebagai tokoh antagonis, yang memangsa Jarvis, tokoh AI lainnya, hasil karya Tony Stark sang Ironman.

Dalam film-film itu digambarkan bahwa kecerdasan buatan bisa menjadi begitu cerdas, sehingga bukan saja menyamai, tapi melampaui kecerdasan manusia. Lalu bagaimana dalam dunia nyata? Sebetulnya dalam dunia nyata, kecerdasan buatan ini sudah cukup lama membantu hidup kita menjadi lebih mudah.

Bentuknya bisa macam-macam, dari mulai robot yang memiliki fungsi khusus seperti di pabrik-pabrik, hingga robot dalam bentuk software yang digunakan oleh para trader di bursa saham untuk melakukan high speed trading.

Thomas Davenport dan Julia Kirby, dalam salah satu artikelnya di Harvard Business Review membagi perkembangan kecerdasan buatan dalam bentuk mesin ini ke dalam tiga era:

Era Pertama: Abad 19

Dalam tahap ini mesin menggantikan manusia untuk pekerjaan yang 'kotor' seperti mesin-mesin industri yang mulai menggantikan pekerjaan manual oleh manusia.

Era Kedua: Abad 20

Pada tahap ini, mesin mulai menggantikan manusia untuk mengerjakan hal-hal yang sifatnya rutin, dalam bentuk antarmuka otomatis. Seperti layanan pemesanan tiket pesawat online, call center, dan sebagainya. Pekerjaan manusia yang sifatnya transaksional dan klerikal mulai digantikan oleh mesin.

Era Ketiga: Abad 21

Di era ketiga ini, mesin mulai mengambil alih tugas manusia dalam mengambil keputusan-keputusan yang dalam banyak kasus, mesin bisa mengambil keputusan yang lebih cepat dan lebih reliable dibandingkan manusia.

Sekarang kita sudah berada di era ketiga dalam perkembangan mesin yang memiliki kecerdasan buatan. Di era ini, kemajuan teknologi komputasi memungkinkan mesin melakukan perhitungan dengan kecepatan yang sangat tinggi untuk memproses data yang jumlahnya sangat besar.

Salah satu frontier di dunia AI tentu saja kita harus menyebut IBM sebagai salah satu nama besar di dunia teknologi informasi. Mungkin kita masih ingat bahwa di tahun 90-an,

IBM sudah membuat mesin cerdas bernama Deep Blue, yang berhasil mengalahkan pemain catur terbaik dunia Gary Kasparov. Dari situ, IBM terus mengembangkan mesin cerdas bernama Watson, diambil dari nama pendiri IBM.

Kelebihan Watson dibanding Deep Blue adalah Watson bisa memproses bahasa manusia (natural language) yang tidak terstruktur, yang dengan itu dia berhasil mengalahkan Ken Jennings juara kuis Jeopardy di Amerika pada tahun 2010.

Sekarang IBM Watson sudah menjadi platform AI yang pada tahap ini lebih banyak digunakan di area kedokteran, untuk mendiagnosa dan mencari obat untuk berbagai penyakit kronis.

Di area transportasi, kita bisa sebut sejumlah nama seperti Google, Mercedes atau Audi yang sudah mengembangkan 'driverless car' dengan tujuan untuk menekan angka kecelakaan di jalan raya yang mayoritas terjadi karena kesalahan manusia.

Saat ini AI sudah menjadi sedemikian cerdas, sehingga sebuah perusahaan di Jepang berani menjadikan sebuah program AI untuk menjadi salah satu anggota dewan direksi, karena keputusan-keputusan yang diambil oleh program AI tersebut terbukti sangat presisi.

Dengan perkembangan yang sedemikian cepat, bukan tidak mungkin dalam waktu tidak terlalu lama lagi, akan banyak pekerjaan-pekerjaan 'berpikir' yang selama ini masih harus dilakukan oleh manusia, akan digantikan oleh mesin-mesin cerdas ini.

Pertanyaannya, bagaimana kita harus bersikap untuk mengantisipasi semua ini, untuk bisa tetap memiliki pekerjaan dan tidak tergusur oleh robot-robot ini?

Ada setidaknya lima langkah yang bisa dilakukan oleh kita manusia untuk tetap 'memiliki pekerjaan' di tengah serbuan mesin-mesin cerdas, menurut Thomas Davenport dalam artikel yang sama di Harvard Business Review, yaitu:

1. Step Up

Melangkah ke atas di sini artinya kita kita berusaha untuk tetap berada 'di atas' mesin-mesin cerdas itu. Artinya, kita harus terus menerus mengembangkan kemampuan intelektual sehingga kita mampu berada di posisi 'mengontrol' mesin-mesin cerdas itu di dalam sebuah sistem. Karena bagaimanapun cerdasnya, mesin-mesin itu di satu titik tetap harus dikendalikan oleh manusia

2. Step Aside

Melangkah ke samping atau minggir di sini artinya kita bisa mengembangkan kemampuan intelektual yang belum atau tidak bisa digantikan oleh mesin cerdas ini. Tentu saja untuk bisa melakukan ini, kita harus melakukan riset terlebih dahulu terkait arah perkembangan teknologi AI ini.

3. Step In

Melangkah ke dalam ini bisa diartikan bahwa kita perlu mengembangkan kemampuan intelektual untuk bisa bekerja berdampingan dengan mesin cerdas ini, untuk menjadi second atau third opinion atas keputusan-keputusan yang dibuat oleh mesin.

Kita tentu tahu bahwa kelebihan sekaligus juga kekurangan dari mesin adalah mereka tidak memiliki emosi. Di sinilah perlunya kehadiran manusia untuk melakukan validasi atas langkah-langkah yang dilakukan oleh mesin.

4. Step Narrowly

Mengambil langkah sempit ini artinya kita bisa mengembangkan kemampuan intelektual yang begitu spesifik sehingga menjadi tidak ekonomis jika pekerjaan itu digantikan oleh mesin cerdas.

Seperti kita ketahui, bahwa mesin cerdas itu dibuat pasti ada hitung-hitungan return on investment (ROI)-nya. Dan ROI itu biasanya baru akan tercapai dalam skala ekonomis yang melibatkan jumlah tertentu.

5. Step Forward

Ini adalah langkah terakhir yang bisa dilakukan oleh kita manusia untuk bisa tetap 'bekerja' di tengah-tengah hadirnya mesin-cerdas. Di sini kita bisa mengembangkan kemampuan intelektual untuk terus membangun mesin cerdas generasi selanjutnya.

Bagaimanapun cerdasnya, mesin adalah mesin yang hanya bisa hadir kalau diciptakan oleh manusia. Nah, di sinilah area manusia-manusia yang akan menjadi pencipta mesin-mesin cerdas baru.

Kondisi dimana mesin bisa menjadi begitu cerdas, sehingga dia bisa menggantikan manusia seperti digambarkan dalam film Terminator atau The Matrix, sepertinya mustahil ataupun kalaupun bisa, masih diperlukan waktu yang teramat panjang.

Demikianlah, suka tidak suka, cepat atau lambat kita manusia harus menerima kehadiran mesin-mesin cerdas yang sedikit banyak akan menggantikan fungsi intelektual kita manusia.

Di satu sisi kita tentu sering berfantasi bahwa kehadiran mereka akan sangat memudahkan hidup kita, seperti misalnya robot pembersih rumah, robot pelayan restoran dan driverless car. Tapi di sisi lain kehadiran mesin-mesin cerdas itu mulai menggantikan fungsi intelektual yang selama ini menjadi domain mutlak manusia, contohnya seperti sudah saya sebutkan di atas.

Sebagai manusia yang bisa kita lakukan tentu kita harus beradaptasi dan berevolusi. Dan manusia adalah spesies yang terbukti memiliki kemampuan beradaptasi dan berevolusi paling hebat sehingga kita bisa menjadi 'penguasa bumi' saat ini.


Mochamad James Falahuddin
Praktisi Telematika
Bisa dihubungi melalui akun twitter @mjamesf

(rou/rou)







Hide Ads