Tak ada yang memungkiri jika Indonesia adalah pasar seksi bagi penyedia layanan internet dunia. Mulai dari Google, Facebook dan Twitter hingga Path berlomba-lomba mengeruk pengguna dan pemasukan dari netter Indonesia.
Khusus nama yang terakhir disebut -- Path -- pun terlihat punya langkah sistematis dalam melebarkan ekspansi pasarnya. Tentu mereka juga tergiur dengan apa yang didapatkan Google cs dan tak mau sekadar jadi penonton.
Hingga akhirnya langkah sistematis Path untuk memulai misi menaklukkan pasar Indonesia mulai terlihat. Hal itu bermula dari fakta yang menyebutkan bahwa orang Indonesia sudah keranjingan Path.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Path diluncurkan oleh Dave Morin, Shawn Fanning dan Dustin Mierau pada November 2010. November 2011, Path meluncurkan lebih banyak fitur. Dan kemudian jumlah usernya tumbuh dari 30 ribu menjadi 300 ribu kurang dari sebulan.
Sejak lahir, Path dinilai sebagai startup yang menjanjikan. Tahun 2012, Path hampir memuncaki daftar atas aplikasi di Apple App Store. Tapi zaman keemasan itu ternyata tidak lama. Peringkat Path kemudian anjlok.
Menurut laporan PandoDaily yang mengutip data dari pemeringkat aplikasi App Annie, Path menempati ranking ke 177 di kategori aplikasi jejaring sosial iOS di Amerika Serikat pada September 2013. Bahkan tidak masuk 1.000 besar dari keseluruhan peringkat App Store.
Beberapa media di Amerika Serikat menganalisis tenggelamnya popularitas Path di sana. Misalnya, karena jejaring sosial ini dianggap tidak konsisten dan tidak jelas peruntukannya. CEO Dave Morin pun mengakui pihaknya memang menghadapi tantangan besar di AS.
Perjalanan terjal Path di AS mungkin juga terkait beberapa kasus yang menimpanya. Pada tahun 2013, lembaga pemerintah Federal Trade Commissions (FTC) mendenda Path senilai USD 800 ribu karena pelanggaran privasi, yaitu menyimpan data user di bawah umur tanpa permisi.
Kemudian pada Oktober 2013, Path melakukan PHK pada 20% pegawainya, yang sebenarnya tidak banyak, mungkin terkait statusnya sebagai perusahaan startup. Kini, jumlah pegawai Path kabarnya kurang dari 100 orang.
Namun demikian, beberapa investor masih yakin dengan potensi Path. Terutama karena mereka mendapatkan pasar baru yang mungkin tidak diduga sebelumnya, Indonesia. Ya, salah satu basis pengguna Path terbanyak adalah Indonesia.
Data terakhir yang diungkap Path mencatat bahwa Indonesia menyumbang 4 juta pengguna dari total 20 juta pengguna yang dimiliki Path.
Indonesia tak cuma menyumbang pengguna. Grup Bakrie pun turut mengucurkan dana ke Path. Imbasnya, CEO Dave Morin pun semakin sering ke negara ini.
CEO Path Bergerilya
Akhir tahun 2014, Path mulai memainkan emosi penikmatnya di Indonesia. Yaitu dengan cara melemparkan rencana untuk membuka kantor di Jakarta. Hal ini ditegaskan dengan membuka lowongan untuk kursi Country Manager Path Indonesia.
Tak lama berselang, giliran CEO Path Dave Morin yang bergerilya mencari dukungan ke stakeholder lokal. Salah satu orang penting yang ditemui Morin adalah Menkominfo Rudiantara.
Gayung bersambut, Rudiantara menyambut Morin dan 'kendaraan' Path-nya dengan tangan terbuka. Bahkan, menteri yang akrab disapa Chief RA itu mengaku βbertingkah layaknya salesman saat lobi-lobi dengan CEO Path.
"Saya minta Path berbisnis lebih banyak di Indonesia, apa yang dibutuhkan untuk itu, akan kita bantu. Saya bilang ke Dave, Indonesia pasar yang menjanjikan untuk mereka," katanya saat ditemui wartawan pada Desember 2014 lalu.
Meski cuma memiliki 4 juta pelanggan dari Indonesia, namun dari sisi trafik, pemain OTT (over the top) asal Amerika Serikat itu menikmati 80% βtrafik dari negeri ini. Itu sebabnya, Rudiantara pun coba merayu agar Path mau memberikan kontribusi bisnis lebih besar di Indonesia.
"Jadi, cara lobinya seperti itu, kita harus seperti salesman, sudahlah bicara seperti orang marketing. Jual apa yang dibutuhkan dan bisa dipenuhi. Ini juga saya lakukan saat berbicara langsung dengan CEO Vimeo beberapa waktu lalu," pungkasnya.
Di awal tahun 2015, Path kembali menggebrak. Bukan lagi wacana yang dipaparkan mereka melainkan bukti sahih. Yaitu dengan menunjuk Country Manager Path Indonesia untuk pertama kalinya.
Sosok yang dipercaya untuk mengemban tugas berat tersebut adalah William Tunggaldjaja. Lulusan University of California, Barkeley ini bukanlah anak kemarin sore. Meski masih muda, William pernah berkarir di kantor pusat Microsoft yang berlokasi di Redmond, Washington, AS serta pernah menduduki kursi Vice President - Campaign Lead Lazada serta Country Manager Zomato.
Mencari Duit dari Potong Pulsa
Pengalaman William tentu dibutuhkan Path untuk menaklukkan pasar Indonesia dengan segala tuntutan dan diferensiasinya. Tinggal tergantung bagaimana strategi yang bakal dilancarkan William nantinya.
Yang pasti, ketika ditanya bagaimana cara Path mencari duit di Indonesia pernah diungkapkan oleh salah satu petingginya. Salah satunya dengan melirik metode potong pulsa.
Sebagai aplikasi media sosial, Path memiliki sejumlah konten digital berbayar -- berupa stiker dan filter foto -- yang dapat diakses hanya menggunakan kartu kredit. Sedangkan, masih sedikit dari penikmat media sosial di Indonesia yang memiliki kartu kredit.
"Kami mengerti tentang kesulitan masyarakat Indonesia dalam penggunaan kartu kredit. Oleh karenanya kami akan berupaya untuk menghubungi beberapa operator di Indonesia untuk membahas metode pembayaran tersebut," papar Ana Laure, Marketing Manager Path dalam kesempatan berbeda.
Selain metode pemotongan pulsa, Ana dan timnya akan mencoba metode pembayaran lain, seperti transfer ATM, internet banking, dan menggunakan voucher yang dijual di beberapa mini market di Indonesia.
"Semua cara akan kami coba untuk meningkatkan pengalaman pengguna Path di Indonesia," pungkas Ana kala itu.
Tinggal kini, pekerjaan rumah itu selanjutnya akan diteruskan oleh William selaku orang nomor satu Path di Indonesia. Nah, mampukah anak muda ini membuat Path semakin berjaya? (ash/fyk)