Sebagai bagian dari revolusi mental, hal ini sangatlah baik dan patut didukung, karena negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman sudah lama memiliki program studi Phd berbasis industri, dan mereka memiliki inkubator bisnis yang mumpuni.
Bioinformatika sebagai salah satu ilmu pendukung dalam dunia kesehatan dan farmasi, dapat berperan sebagai instrumen hilirisasi penelitian tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bioinformatika di Industri Farmasi
Praktisi dunia kesehatan dan farmasi sepakat bahwa investasi pada indusri farmasi sangatlah panjang dan perlu kesabaran. Pengembangan obat dan vaksin memerlukan waktu panjang dan invenstasi yang sangat besar, bisa antara 10-20 tahun dan investasi sampai USD 500 juta.
Banyak kandidat obat dan vaksin yang gagal pada uji klinis, karena efek yang tidak diinginkan pada pasien. Oleh sebab itu, pada dunia kesehatan, uji klinis adalah ujian tersulit sebelum hasil penelitian kesehatan memasuki pasar.
Banyak investasi yang akhirnya hangus di sini, karena menembus uji klinis tidaklah mudah. Ilmu Bioinformatika datang untuk mencoba membantu mengurangi waktu dan investasi yang dibutuhkan, dengan membawa sebagian eksperimen laboratorium ke dalam dunia maya. Sehingga, hanya eksperimen yang benar-benar diperlukan, yang akan dilakukan.
Walaupun terkesan terjadi tumpang tindih wewenang antara Kemristedikti dan Kemenkes, selama puluhan bahkan ratusan tahun semua fakultas yang tergabung dalam rumpun ilmu kesehatan/RIK, yaitu kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, keperawatan, dan farmasi, sudah menjalin kerjasama riset yang solid dengan industri farmasi.
Mereka sering kali menggunakan hasil pengembangan ilmu dasar untuk keperluan riset, salah satunya bioinformatika.
Praktisi RIK secara de facto telah berhasil membawa riset dasar yang berada di daftar pustaka atau perpustakaan, langsung ke dalam jantung industri farmasi.
Salah satunya adalah senyawa L-Dopa, yang ditemukan oleh para kimiawan, dan dunia kesehatan yang membawanya ke klinis, untuk penyakit syaraf. Sehingga di titik ini, peran penelitian dasar yang menjadi daftar pustaka janganlah dipandang sebelah mata dulu.
Salah satu contoh aplikasi dari ilmu Bioinformatika sudah dapat ditemukan di pasar. Di Amerika Serikat, pustaka genom manusia yang disimpan pada repositori NCBI telah menjadi salah satu sumber pustaka utama untuk pengembangan obat, alat diagnostik dan vaksin.
Sebagai contoh, alat diagnostik yang dikembangkan oleh perusahaan 23me, merupakan aplikasi dari pemanfaatan repositori tersebut. 23me mengirimkan kit kepada klien, yang bermanfaat untuk menyimpan sampel ludah mereka.
Setelah sampel tersebut dikirim, dalam waktu singkat, profil genetik klien langsung bisa disajikan setelah login ke database mereka. Profil ini bisa berupa potensi kelainan genetik yang ada, setelah gen mereka dibandingkan dengan database gen yang normal.
Bioinformatika dan Efisiensi Penelitian
Salah satu bagian yang rumit pada pengembangan obat adalah penapisan kandidat obat. Menapiskan sekian ribu kandidat obat dengan metode eksperimetal akanlah sangat mahal.
Sudah ada metode βhigh througput screeningβ yang dapat membantu melakukan penapisan kandidat obat dalam jumlah banyak, dengan cepat, dengan dibantu instrumen robotik. Namun, metode ini memerlukan biaya yang mahal.
Namun ilmu bioinformatika memperkenalkan metode 'virtual screening' yang dapat membantu. Dengan menggunakan metode penambatan molekul, virtual pharmacology dan dinamika molekul, maka penapisan kandidat obat dapat dilakukan di dunia maya dan dengan model komputer.
Sehingga, hanya kandidat obat tertentu yang dapat diuji lebih lanjut dengan menggunakan eksperimen laboratorium, yaitu dengan metode in vitro (eksperimen sel) dan in vivo (eksperimen dengan hewan percobaan). Diharapkan metode virtual screening ini dapat mengurangi biaya pengembangan obat.
Quo Vadis Bioinformatika Sebagai Riset Dasar?
Berdasarkan laporan dari Global Industry Analyst. Inc, pasar Bioinformatika dapat bernilai sekitar USD 6,8 miliar pada tahun 2017. Beberapa perusahaan besar yang bermain dalam bisnis ini, di antaranya adalah IBM Life Sciences, Agilent Technologies, dan Celera Group. Oleh karena itu, dalam perspektif pasar, jelas bahwa ilmu bioinformatika tidak dapat dianggap enteng.
Bioinformatika memang dapat membantu riset kesehatan. Namun, ilmu ini sesungguhnya broad spectrum. Ada bagian aplikatif untuk biomedis, namun ada bagian teoritisnya.
Bagian teoritis, seperti pengembangan algoritma, struktur data, dan software terbaru, mungkin terdengar kurang 'seksi' bagi praktisi kesehatan maupun investor/venture capitalist.
Perkembangan teknologi basis data, cloud computing, dan big data berperan sangat kritis dalam pematangan ilmu bioinformatika. Namun tanpa mereka, ilmu bioinformatika tidak akan ada. Di sini, hilirisasi penelitian tidak akan terjadi tanpa hulu yang kuat.
![]() | Tentang Penulis: Dr.rer.nat Arli Aditya Parikesit adalah alumni program Phd dalam bidang Bioinformatika dari Universitas Leipzig, Jerman; Peneliti dan Dosen Luar Biasa pada Grup Riset Bioinformatika, Departemen Kimia FMIPA-UI; Managing Editor Netsains.com; dan mantan Koordinator Media/Publikasi PCI NU Jerman. Ia bisa dihubungi melalui akun @arli_par di twitter, https://www.facebook.com/arli.parikesit di facebook, dan www.gplus.to/arli di google+. |