Black Friday bukanlah perayaan sesuatu yang berbau rasis atau perlawanan terhadap pemerintah. Ini murni hari dimana masa liburan mulai dibuka dan semua orang berbondong-bondong merayakannya dengan belanja.
Perayaan ini sebetulnya bukan sesuatu yang sudah lama terjadi. Namun, Black Friday di AS sudah hampir pasti dirayakan satu hari setelah Thanksgiving, sebuah hari yang identik dengan acara makan-makan bersama keluarga dan dulunya dikenal sebagai hari syukur atas panen yang didapat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maksudnya begini, Black Friday yang merupakan hari belanja dengan diskon besar, dianggap sebagai sesuatu merugikan (warna merah) bagi retail. Namun sejatinya tidak, karena sesungguhnya pengusaha justru berada di titik warna hitam atau menguntungkan.
Penggunaan nama Black Friday sendiri, menurut Money Crashers, dimulai pada Tahun 1966 pihak kepolisian Philadelphia yang menyebut hari setelah Thanksgiving sebagai Black Friday, karena kemacetan lalu lintas yang luar biasa karena saat itu banyak orang berbondong-bondong untuk belanja.
Namun, pengusaha retail tentu saja tidak suka kata 'Black Friday' tersebut dikonotasikan sebagai hal yang negatif, padahal itu adalah hari belanja. Barulah pada tahun 1980-an, Black Friday diubah paradigmanya sebagai hari belanja nasional yang menguntungkan.
Kendati sudah satu dekade setelah dipercaya sebagai hari belanja dengan diskon besar-besaran, nyata Black Friday menempati posisi sepuluh besar dalam daftar hari belanja tersebut antara tahun 1993 dan 2001.
Dan sejak tahun 2002, Black Friday adalah hari tersibuk untuk belanja di Amerika Serikat. Ritual ini berlanjut hingga saat ini.
Kini, Black Friday tak cuma dimana toko atau departemen store membuka waktu operasionalnya saat tengah malam tiba. Toko online seperti Amazon pun melakukan hal serupa.
Tepat dini hari, sejumlah produk elektronik bisa dipesan dengan harga sangat murah dalam batas waktu yang telah ditentukan. Jumlah transaksinya pun meningkat dari tahun ke tahun.
Alhasil, Black Friday yang identik dengan keramaian bisa berpindah keriuhannya di media internet. Dimana seseorang tak perlu capek-capek harus keluar rumah dan mengantre sampai membuka tenda di depan toko.
(tyo/ash)