Cisco Collaboration Summit 2014 di Los Angeles menghadirkan beberapa tamu yang menjadi mitra Cisco. Salah satunya adalah Aaron Levie, pemuda yang mendirikan perusahaan penyimpanan berbasis cloud, Box.
Aaron saat ini juga menjadi CEO Box yang berkembang pesat. Ketika berbicara di depan audiens untuk mengumumkan kemitraan Box dengan Cisco, ia tampak bersemangat tinggi.
"Maaf suara saya lagi habis," katanya yang memang terdengar serak. Aaron pun beberapa kali minum air putih di atas panggung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kerja sama ini, konten dari Box akan mudah diakses melalui layanan aplikasi baru Cisco, Project Squared. Kemitraan dengan Cisco membuat Box semakin mantap mengarungi industri cloud storage.
Selain di layanan Cisco, solusi lain yang terintegrasi dengan Box misalnya Google Apps, NetSuite, dan Salesforce. Box juga punya klien kelas kakap seperti General Electric, Schneider Electric serta Procter & Gamble.
Keberhasilan Box tentu saja berkat tangan dingin Aaron Levie. Bersama kedua temannya, Dan Levin serta Dylan Smith, pemuda berambut awut-awutan itu mendirikan perusahaan Box pada tahun 2005.
"Ketika kami memulai Box di kampus, misinya adalah untuk menemukan cara yang lebih baik bagi orang untuk menyimpan data," tutur Aaron.
Demi mengembangkan Box, Levie memilih drop out dari kuliahnya di University of Southern California. Ya, mirip mirip dengan kisah beberapa entrepreneur teknologi lain yang memutuskan berhenti kuliah dan serius mengembangkan perusahaannya.
Perjudiannya tidak sia-sia. Meski umurnya belum 30 tahun, Levie menurut estimasi sudah mengumpulkan kekayaan di kisaran USD 100 juta atau lebih dari Rp 1 triliun.
Perjuangan Keras
Pria yang selalu tampil percaya diri itu tentu tidak mencapai kesuksesan dalam sekejap. Ia bekerja begitu keras dan hidup hemat dalam masa awal berdirinya Box.
Waktu itu statusnya memang masih mahasiswa biasa. Modal untuk mendirikan Box pun tak begitu banyak.
"Waktu itu kami hanya menghasilkan sedikit uang. Aku hanya digaji USD 500 per bulan dan suka makan mi instan atau spagheti," katanya pada BBC beberapa waktu lalu.
"Dan dalam dua setengah tahun pertama, aku tidur di matras di kantor. Seperti hidup di kapal selam saja. Aku bangun dan terus bekerja," tambah Aaron.
Sekarang meski sudah kaya raya berkat kesuksesan Box, Aaron tidak lantas silau. Ia mengaku masih hidup apa adanya seperti di masa lalu.
Dia masih tinggal di apartemen biasa saja. Malah pernah mengaku kalau benda termewahnya hanya iPhone.
"Aku nggak suka kemewahan atau gengsi. Untukku tak ada yang lebih menarik selain membuat produk yang hebat. Itulah yang membuatku bergairah," jelasnya.
"Dan aku masih suka makan spagheti sepanjang waktu. Seleraku sepertinya tak banyak berkembang."
Mengenai resep suksesnya, Aaron menegaskan pentingnya kerja keras. Tidak ada yang instan kalau mau berhasil.
"Aku bekerja berjam jam karena aku suka dengan apa yang kukerjakan. Aku sangat tertarik dan terstimulasi kalau sudah tentang bisnis," ucap dia.
"Kamu perlu memiliki disiplin dan kegigihan agar sukses dalam kehidupan. Kamu harus kerja keras dan tidak banyak gaya. Itu berlaku untuk setiap orang," tambahnya.
(fyk/tyo)