Transformasi tak hanya terjadi dan dibutuhkan oleh industri telekomunikasi, melainkan hampir semua industri.
Dalam acara Ericsson Business Innovation Forum yang berlangsung di Stockholm, Swedia, dipaparkan bagaimana transformasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mengubah wajah lintas industri. Mulai dari tata kota dan pemerintahan, otomotif, media, pendidikan, kesehatan, game, layanan kemanusiaan, dan industri telekomunikasi pastinya.
Perubahan yang terjadi akibat kemajuan teknologi tak bisa dihindari. Jika menolak, justru malah bisa jadi bumerang dan menyudutkan diri sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cikal bakal startup digital di Stockholm muncul saat era booming dot com atau juga dikenal dot com bubble. Seperti negara lain banyak penggiat kreatif di Stockholm yang mulai membuat situs internet, dan banyak pula yang gagal. "Di era dot com bubble, mereka mulai berpikir untuk berbisnis sendiri, tak ingin bekerja di perusahaan besar, sehingga mereka menciptakan sesuatu. Namun banyak pula yang gagal, tapi itu tak membuat mereka ciut dan mencobanya lagi," kata Maria.
Pemerintah Stockholm kemudian melihat hal ini sebagai suatu peluang di masa depan. Hingga akhirnya muncul regulasi untuk mendukung startup tersebut. Mulai dari insentif dan kemudahan dalam mencari pinjaman coba diakomodasi.
Per Stromback, juru bicara Swedish Games Industry memaparkan, ada 300 developer yang bermarkas di Stockholm. Tak terlalu besar memang, tetapi pengaruhnya cukup disegani. Sejauh ini sudah ada lebih dari 700 juta orang yang memainkan game buatan Swedia. Pada tahun 2013, industri game Swedia benar-benar mencicipi manisnya bisnis game. Profit yang mereka raup tercatat 2,4 miliar krona Swedia atau setara dengan USD 324 juta -- tumbuh 635%.
Jauh melebihi dari raihan di tahun 2012 yang 'cuma' 338 juta krona (USD 45 juta) dan 128 juta krona (USD 17 juta) di 2011. Candy Crush Saga, Minecraft dan Battlefield merupakan beberapa contoh game yang berasal dari Stockholm.
Menurut Michael Bjorn, Head of Research Ericsson ConsumerLab, smart city dapat terlahir dari cara masyarakatnya memanfaatkan teknologi. Misalnya menggunakan peta digital atau navigasi jalan raya. Dengan cara ini, masyarakat bakal dipaparkan berbagai pilihan jalur yang bisa dilalui untuk mencapai tujuan. Dari situ, mereka bisa melihat jalur yang tingkat kemacetannya paling minim sehingga bisa mencapai tujuan lebih cepat.
Ide lainnya terkait car sharing yang juga bisa menjadi pilihan saat pergi ke kantor. Idenya sederhana, tetap imbasnya luar biasa. Anda tak perlu berdesakan di bus umum dan pemilik kendaraan pun senang karena mendapat pemasukan dari tumpangannya. Cara ini juga bisa menekan kemacetan karena tak semua orang harus bawa kendaraan saat ke kantor.
Atau contoh lain yang diangkat oleh Ericsson ConsumerLab adalah terkait efisiensi penggunaan energi (listrik, air, gas dll), layanan publik serta pengetesan kualitas air. Dimana untuk ketiga area tersebut penggunaan teknologi secara cerdas juga dapat membantu kehidupan masyarakat lebih baik lagi.
Artis YouTube dan Mobil Tanpa Sopir
Di sektor industri, transformasi juga menjadi harga mati. Eva Hamilton, CEO Sveriges Television (SVT) yang merupakan perusahaan televisi publik Swedia mencontohkan, saat orang-orang menonton konser musik. Jika dulu mereka benar-benar jadi penonton, namun hal tersebut tak lagi berlaku kini.
Mereka yang menonton konser juga membuat suatu konten (foto atau video), diatur sendiri sedemikian rupa layaknya seorang sutradara, 'dibintangi' oleh mereka serta didistribusikan ke mana-mana melalui situs berbagi video atau media sosial.
"Artinya di sini adalah mereka tak cuma jadi penonton. Tetapi juga seorang sutradara, produser sekaligus bintangnya," lanjut Eva. "Termasuk di industri televisi, kami memang masih mengandalkan iklan tradisional di televisi, dan belum bisa ditinggalkan. Tetapi kami sudah mencari peluang dari arena yang lain," kata eksekutif yang sudah puluhan tahun jadi wartawan ini.
Contoh arena baru tersebut salah satunya berasal layanan berbagi video. Disney rela membayar startup bernama Maker Studio sebesar USD 500 juta untuk melakukan filtering terhadap konten video di YouTube yang dianggap potensial untuk dimonetisasi alias potensial secara bisnis.
"Dari filtering itu bisa dijabarkan mana video di YouTube yang memiliki penonton tinggi, cari tahu siapa pembuatnya dan berasal dari mana. Setelahnya, si pemilik konten diajak untuk konsultasi serta membuat konten sendiri, atau ada yang sampai diajak untuk membuat program TV sendiri," kata Eva.
Menurut Klas Bendrik, Vice President dan Group CIO Volvo, industri otomotif turut mengadopsi transformasi teknologi dari berbagai sisi: keamanan, keselamatan, layanan, sampai fitur hiburan.
Connected cars -- demikian Volvo menyebut transformasi di mobilnya tersebut. Dimana mobil-mobil keren Volvo sudah terhubung dengan beragam jaringan (networked society) di dalamnya.
Ketika ingin melakukan servis rutin, sudah langsung terhubung ke bengkel Volvo, tersambung ke layanan cloud bahkan dapat menjadi pengawas jalanan.
Contohnya seperti ini, ketika tengah berkendara dilalui jalan licin yang berlapis es/salju, maka mobil tersebut bakal mengirimkan informasi ke sistem. Kemudian, sistem tersebut bakal menyebarkan informasi tersebut ke mobil Volvo lainnya -- yang berada dalam sistem -- untuk berhati-hati ketika melalui jalan yang dimaksud. Hal lainnya? Ya, tentu saja mobil otomatis alias yang bisa menyetir sendiri. Untuk mobil autopilot ini Volvo masih melakukan pengembangan. Tunggu sampai tahun 2015.
Guru Matematika dalam Genggaman
Dunia pendidikan juga tak bisa menghindari transformasi teknologi. kelas jarak jauh alias e-learning merupakan salah satu contoh nyata transformasi tersebut. Tak harus di negara maju, di negara berkembang seperti Indonesia pun hal ini sudah diadopsi. Masa depan dunia pendidikan dipercaya Jan Gulliksen, Profesor Human Computer Interaction dari Royal Institute of Technology, Stockholm, bakal sangat dipengaruhi teknologi.
"Tak usah jauh-jauh, lihat saja sudah seberapa sering anak-anak bermain dengan teknologi (tablet PC, ponsel, komputer dan internet) baik itu di rumah atau di sekolah," lanjutnya. "Dan di masa depan multi online open courses alias kelas terbuka secara online akan lebih banyak lagi menjamah banyak orang di banyak negara," kata Jans.
Conrad Wolfram seorang ahli fisika, matematika yang juga pendiri Wolfram Group juga memberi contoh sederhana bagaimana teknologi telah mengubah wajah pendidikan, khususnya terkait pelajaran matematika.
Menurutnya, matematika kini sudah lebih mudah diterima anak-anak lantaran ada unsur teknologi di dalamnya. Conrad kemudian mengeluarkan ponselnya untuk bertanya tentang suatu soal persamaan matematika yang njelimet. Dalam hitungan detik, soal plus jawabannya langsung terjabar rapi di layar perangkat komunikasi Conrad tersebut.
"Namun hal ini juga harus hati-hati diakomodasi, karena matematika bukanlah hasil akhir melainkan mereka (siswa) mengerti bagaimana proses untuk mencapai hasil akhir tersebut," sebut Conrad, mewanti-wanti.
Meredam Ebola dengan Teknologi
Teknologi tak cuma buat senang-senang, penanganan bencana juga bisa dimudahkan dengannya. Termasuk untuk memerangi wabah ebola yang tengah jadi mimpi buruk di benua Afrika.
Gwi-Yeop Son, Director of Corporate Programmes United Nation Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) mengatakan, peran teknologi sangat penting untuk memerangi penyakit Ebola yang melanda Afrika. "Semua hal telah berubah dengan cepat. Konektivitas dan akses informasi sangat penting saat ini untuk memerangi bencana, seperti Ebola. Ini sangat penting untuk menyelamatkan nyawa," jelasnya.
Gwi mengungkapkan bahwa masalah dalam penanganan bencana terkadang dihadapkan oleh banyak kondisi krisis pada saat yang sama. Di luar kasus wabah Ebola misalnya, ada eksodus pengungsi di Sudan Selatan dan Suriah. DImana hal ini butuh perencanaan ekstra.
Untuk kasus Ebola sendiri, yang dilakukan di negara-negara seperti Sierra Leone, Liberia dan Nigeria, teknologi disebut telah menjadi alat untuk pembantu pekerjaan untuk memantau skenario cara kerja virus dan bagaimana melawan serangan itu.
"Kami ingin mengurangi krisis ini. Tapi kita membutuhkan lebih banyak investasi. Terutama untuk menerapkan teknologi di tempat yang jauh. Teknologi ini adalah bagian dari solusi, tetapi sering kita tidak bisa menerapkannya di negara lain," tegasnya.
"Kondisi di Afrika tidak membutuhkan teknologi canggih yang ada di Swedia. Namun kita perlu solusi mudah dan praktik yang diterapkan. Sebagai contoh, seorang ibu di Somalia mengatakan padaku, saya tidak punya air dan belum mendapat makanan tapi memiliki smartphone, dan itu (ponsel) bisa mengurangi jarak serta meminta bantuan," Gwi bercerita.
3G, 4G dan Kini 5G
Lantas bagaimana dengan industri telekomunikasi yang selalu menjadi ujung tombak kemajuan teknologi? Transformasi keniscayaan yang pastinya tak bisa dihindari. Setelah era 4G, vendor dan operator telekomunikasi tengah berpacu dengan waktu untuk mempersiapkan 5G alias teknologi telekomunikasi generasi kelima.
Chief Technology Officer Ericsson Ulf Ewaldsson menyebut 5G sebagai evolusi bukan revolusi, karena memang pengembangannya dilakukan bertahap dari versi sebelumnya.
Ericsson sendiri saat ini tengah giat melakukan riset dan uji coba 5G dengan sejumlah partner. Sebut saja dengan operator NTT Docomo serta Verizon. Mereka pun punya jadwal untuk peluncuran 5G secara luas ke publik yang diharapkan dapat terealisasi pada tahun 2020.
"Kami kini sedang melakukan semua persiapannya. Mulai dari uji coba, melakukan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait regulasi, frekuensi yang digunakan dan standarisasi lainnya," kata Ulf. Adapun kecepatan yang bisa dihasilkan dengan 5G yakni mencapai 20 Gbps! Ya, berkali-kali lipat lebih cepat dibandingkan 4G.
Menurut CEO Ericsson Hans Vestberg, daya saing antar negara turut dipengaruhi oleh infrastruktur ICT di negara masing-masing. Sehingga mewujudkan network society bisa menjadi salah satu prioritas untuk bertransformasi menjadi lebih baik lagi dari sektor ICT.
"Jangan lupakan pula jika penetrasi broadband itu juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) negara. Dan lebih jauh lagi berimbas kepada munculnya cikal bakal bisnis baru," Hans menandaskan.
"Transformasi pasti terjadi. Dan kami (Ericsson) mengambil alih sebagian besar proses transformasi yang terjadi di industri," pungkas Hans. (ash/fyk)