Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Ekspansi Path cs: Jualan, Jualan dan Jualan Lagikah?

Ekspansi Path cs: Jualan, Jualan dan Jualan Lagikah?


- detikInet

Jakarta -

Indonesia dengan 250 juta populasi penduduknya tentu menjadi target empuk untuk berbisnis. Tak terkecuali di dunia maya, sederet raksasa internet berlomba-lomba untuk mengeruk untung dari Indonesia.

Over The Top (OTT) -- demikian para raksasa internet seperti Facebook, Yahoo, Google, Twitter, Path dan lainnya itu diberi nama. Mereka menyediakan dan memanfaatkan dahaga pengguna internet Indonesia akan konten. Jaring marketing para OTT asing ini pun sukses besar lantaran mampu menjaring jutaan pengguna dari Tanah Air.

Setelah pengguna ditangkap dan membuat mereka ketergantungan, tentu urusan tak hanya selesai di sini. Ada urusan bisnis yang selanjutnya dilirik. Mereka menyebutnya monetisasi alias bagaimana memanfaatkan produk dan pengguna yang dimilikinya untuk mendatangkan pemasukan bagi perusahaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini, kapal keruk Facebook, Google, Yahoo, Twitter sudah nyaman mengarungi lautan bisnis internet Indonesia. Kapal-kapal ini pun tak dikendalikan secara auto pilot, ada nakhoda jempolan yang memegang kendali.

Sayangnya, kapal Facebook cs yang menurunkan jangkar di Indonesia kebanyakan masih sekadar urusan sales dan marketing. Jika ditanya soal prospek bisnis dan layanan yang akan dihadirkan di Indonesia, perusahaan seperti Google, Facebook dan Twitter tentu akan menjawab dengan antusias.

Namun ketika ditanya mengenai kewajibannya memenuhi aturan regulasi di negeri ini, rata-rata perusahaan tersebut akan berdalih atau bahkan lebih baik diam.

Nah, di sinilah ironi yang terjadi. Tentu kita tak mau cuma dijadikan tempat jualan tanpa ada timbal balik yang setimpal bagi mereka yang telah mengeruk keuntungan.

Pemain OTT terbaru yang bakal merapatkan kapalnya di dermaga internet Indonesia adalah Path. Layanan sosial media bikinan Dave Morin ini juga begitu populer di Indonesia. Sehingga Path merasa sangat perlu untuk membuka kantor di Indonesia, lengkap dengan Country Managernya.

Path sepertinya juga tak akan luput dari tudingan serupa, ketika akhirnya mulai terjun langsung menggarap pasar Indonesia. Seperti Google, Facebook dan Twitter, Path punya tujuan tersendiri dalam menancapkan kukunya di pasar lokal. Namun pada intinya sama, jualan.

Indikasi ini sudah terlihat dari lowongan Country Manager Indonesia yang diposting Path. Tanggung jawab untuk orang yang mengemban tugas tersebut akan lebih berfungsi ke pertumbuhan bisnis dan pasar Path di sini.

Maka ketika nantinya berdiri kantor Path di Indonesia, lagi-lagi, seperti Google, Facebook dan Twitter, dapat ditebak kalau perwakilan itu akan lebih fokus menjadi office marketing yang sebagian besar diisi oleh tim sales.

Mereka bisa saja berdalih, yakni fokus pada produk, agar produk yang ditawarkan bisa lebih dimengerti pengguna di Indonesia. Padahal, urusan mereka di sini tak hanya soal jualan, tetapi juga berkaitan dengan regulasi layaknya perusahaan asing lain yang berbisnis di negeri ini.

Salah satu isu yang kerap disindirkan kepada para raksasa OTT ini adalah soal pembangunan data center. Hal ini sejatinya sudah diatur pada UU ITE dan PP ITE 82/2012 yang mewajibkan penyelenggara layanan elektronik bagi publik memiliki data center dan Disaster Recovery Center di Indonesia.

"Terkait dengan regulasi tersebut, maka terdapat isu untuk penyedia layanan Google, Facebook, dan lainnya yang banyak penggunanya di Indonesia, mestinya kategori layanan elektronik untuk publik. Jika termasuk maka seharusnya data center mereka ada di Indonesia," tegas Dimitri Mahayana, peneliti dari Sharing Vision kepada detikINET beberapa waktu lalu.

Regulator pun didorong untuk lebih bergigi dalam mendorong penyedia layanan dari luar yang layanannya banyak digunakan oleh konsumen di Indonesia untuk menempatkan data center di Indonesia.

"Tampaknya pemerintah perlu mengatur secara khusus aturan ini bagi para penyelenggara aplikasi dan content internet dari luar negeri seperti Google, Facebook, WhatsApp, Yahoo, YouTube," lanjut peneliti yang juga dosen ITB ini.

"Tanpa adanya aturan khusus ini, maka tampaknya amanat UU ITE dan PP ITE tidak bisa dilaksanakan. Dan ini akan memiliki resiko terhadap ketahanan informasi maupun kedaulatan informasi serta ketahanan ekonomi Indonesia secara keseluruhan," Dimitri mengungkapkan.

Ya, semoga saja Indonesia tak cuma dijadikan tempat panen pemasukan bagi para raksasa internet dunia. Tentu kita juga menginginkan sumbangsih nyata dari mereka setelah mengeruk untung dari sini. Entah itu dengan memberdayakan pemain lokal atau setidaknya taat dengan aturan hukum yang berlaku di NKRI.

Namun terlepas dari harapan-harapan tersebut, kira-kira siapa lagi ya yang akan mengekspansi Indonesia setelah Path?

(rns/ash)





Hide Ads