Inilah 'tong' sampah raksasa untuk berbagai macam sampah elektronik yang berasal dari berbagai belahan dunia. Ada sekitar 50 ribu orang yang tinggal di sekitarnya, dan menggantungkan hidup dari sampah-sampah tersebut.
Berbagai sampah elektronik itu dibakar untuk mendapatkan tembaga, timah, dan logam lainnya, yang bisa dijual. Mereka tak perduli bahwa asap dan sisa pembakaran itu sangat beracun sifatnya. Kesehatan tak apa-apa untuk dikorbankan.
“Ini cara hidup yang saya tahu,” kata Badugu, 25 tahun, salah seorang pemulung di sana, seperti dikutip kantor berita DW. “Saya butuh uang, makanya saya bekerja begini.”
Di sebelah Badugu beberapa anak sibuk membongkar televisi. Anak yang lain mengarahkan kayu bermagnet ke tumpukan-tumpukan sampah untuk menarik kabel atau logam lain.
Peter, lelaki yang lain, berada tak jauh dari sana, di tumpukan kulkas, mesin foto kopi, dan baterai mobil. Dia menunjukkan bekas-bekas luka tertusuk kaca dan logam di kakinya. “Kepala saya juga suka sakit,” katanya.
Peter bilang, anak-anak lain ada yang mengeluh sakit pernafasan. Bahkan sampai ada yang batuk dan mengeluarkan darah. Mata mereka juga kerap sakit. “Saya ingin sekolah, itulah mengapa saya di sini, mengumpulkan uang,” katanya.
Mike Anane, seorang aktivis lingkungan dari Ghana, mengatakan ada berbagai macam penyakit yang menimpa warga di sana. Antara lain masalah ginjal, hati, sampai penyakit organ lainnya.
Anane bilang, sampah-sampah elektronik di Agbogbloshie berasal dari Jerman, Denmark, China, dan negara-negara produsen komputer lainnya. Dulu, kata dia, Nigeria juga menerima sampah seperti itu.
Padahal, menurut Konvensi Basel, yang ditandatangani 170 negara, ekspor sampah teknologi dari Eropa itu sudah dilarang. Tapi faktanya, menurut Anane, rata-rata 500 kontainer berisi perangkat elektronik bekas yang rusak, masuk ke Agbogbloshie tiap bulan. Tak punya instalasi daur ulang, Agbogbloshie hanya menjadi tempat pembuangan.
Sementara barang elektronik yang masih bisa berfungsi, dijajakan di berbagai tempat di Ghana. Salah satu pengusahanya adalah Rockson. Dia menjual penyejuk udara, baterai mobil, microwave, dan sebagainya. Produk yang paling laku, kata dia, adalah layar datar yang bisa dijual seharga 100 euro.
Rockson mendapat pasokan dari Italia. Dia bilang pelanggannya banyak. Soalnya, orang Ghana lebih menyukai barang asli meski bekas, ketimbang produk bajakan dari China. “Kami biasanya beli segelondongan, tak semuanya berfungsi,” katanya.
Agbogbloshie termasuk satu dari 3.000 lokasi di 49 negara yang pernah diteliti oleh Blacksmith Institut, sebuah lembaga nirlaba internasional yang khusus meneliti soal polusi di negara berkembang. Penelitian yang dipublikasikan pada tahun lalu itu mendapati bahwa Agbogbloshie adalah kawasan dengan kadar racun tertinggi di dunia.
Ghana mengimpor 215 ribu ton barang elektronik bekas setiap tahun, khususnya dari Eropa Barat. Hasilnya, 129 ribu ton sampah setiap tahun. Studi ini memperingatkan, volume itu akan naik dua kali lipat pada 2020.
"Lokasi-lokasi itu membebaskan bahan kimia beracun ke udara, air, dan tanah. Di sana ada banyak anak-anak dan perempuan yang berisiko,” kata Dr Jack Caravanos, direktur riset di Blacksmith Institute dan guru besar kesehatan masyarakat di City University of New York kepada kantor berita BBC.
Logam berat, kata Caravanos, sangat sulit dibersihkan dari area yang terkontaminasi. Pilihannya adalah memindahkan penduduk dan menutup kawasan itu.
(DES/ash)