Main cambuk di sini tentu bukan dalam arti sebenarnya. Melainkan lebih mengandalkan ancaman hukuman (punishment) bagi para penyelenggara jasa internet yang membandel tidak mengikuti langkah pemerintah.
"Cara pemerintah menghadapi pornografi, masih bersifat satu arah, top-down dengan pendekatan punishment," tukas Donny BU, analis senior ICT Watch kepada detikINET, Jumat (23/7/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, pemerintah masih bisa memilih cara baik-baik untuk menyelesaikan masalah ini. Seperti dengan mengandalkan pemberdayaan dan mengajak ISP untuk duduk dan sharing persoalan bersama. "Bukan memerintah dan mengancam," tegas Donny.
"Apakah peran pemerintah sudah sedemikian dahsyatnya dalam menumbuh-kembangkan jumlah ISP dan jumlah netter (pengguna internet-red.) di Indonesia?," imbuhnya.
Pendekatan yang bisa dilakukan pemerintah, kata Donny, sejatinya mudah dan sederhana. Seperti misalnya, mendorong lebih banyak ISP untuk memiliki layanan atau paket alternatif bagi keluarga.
"Selain juga pemerintah berupaya agar konten lokal tumbuh ditambah ada upaya edukasi yang masif ke keluarga dan sekolah-sekolah," ia menandaskan.
Surat edaran soal pemblokiran konten negatif yang dikirimkan Kominfo sendiri terbagi atas tiga point. Point pertama terdiri dari dasar hukum yang harus dijalankan para ISP dan NAP terkait peredaran konten negatif.
Point kedua berisi tentang kewajiban ISP dan NAP yang harus menjalankan peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah dan menjalankan program internet sehat. Nah, sementara point ketiga, merupakan ancaman hukuman bagi mereka yang tidak menjalankan aturan tersebut.
"Apabila ditemukenali penyelenggara jasa akses internet (Internet Service Provider) dan penyelenggara jasa interkoneksi internet (Network Access Point) melakukan pelanggaran dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tersebut di atas, akan dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai ketentuan perundang-undangan," demikian bunyi point ketiga tersebut.
(ash/wsh)