Daftar Isi
Memberikan gadget kepada anak kerap menjadi perdebatan di kalangan orang tua. Di tengah kemajuan teknologi dan tuntutan pendidikan digital, keputusan ini tak lagi sekadar soal boleh atau tidak, melainkan bagaimana orang tua mengelolanya dengan tepat.
Praktisi Montessori dan parenting content creator Reza Permana membagikan pandangannya tentang cara aman dan bijak mengenalkan gadget pada anak sejak dini. Menurut Reza, langkah pertama yang perlu dilakukan orang tua adalah menetapkan tujuan pemberian gadget.
Ia menilai banyak keputusan yang keliru muncul karena orang tua terpengaruh penilaian lingkungan sekitar. "Gadget itu hanya alat bantu. Tujuannya bisa untuk komunikasi, belajar, atau mendukung minat tertentu anak. Selama tujuannya jelas, keputusan orang tua juga akan tepat," ujarnya saat workshop iPad di Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Dilema Kasih Tablet ke Anak? Coba Trik Ini |
Kesiapan Anak Lebih Penting dari Sekadar Usia
Reza menegaskan bahwa kesiapan anak menggunakan gadget tidak semata-mata ditentukan oleh usia, melainkan oleh capaian tumbuh kembangnya. Anak dinilai lebih siap mengonsumsi media digital ketika sudah mampu berkomunikasi dua arah, memahami instruksi sederhana, dan memiliki kosakata dasar.
"Rata-rata usia 2 sampai 3 tahun bisa menjadi titik awal pengenalan screen time, baik melalui televisi maupun tablet, tentu dengan pendampingan orang tua," jelasnya. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Montessori yang menempatkan kesiapan anak sebagai fondasi utama proses belajar.
Selain kebutuhan perkembangan, aspek pendidikan juga menjadi pertimbangan penting. Reza menyebut banyak sekolah dasar hingga menengah kini mulai memanfaatkan iPad sebagai perangkat belajar karena dinilai lebih aman dan mudah dikontrol dibandingkan gadget lain.
"iPad relatif lebih aman dari sisi sistem dan kontrol orang tua," kata Reza. Namun, ia mengingatkan bahwa setiap keluarga memiliki kondisi ekonomi dan aturan rumah tangga yang berbeda. Bahkan, berbagi gadget antara orang tua dan anak bukan masalah selama disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai yang disepakati bersama.
Reza Permana, Praktisi Montessori sekaligus Parenting Content Rreator Foto: Adi Fida Rahman/detikINET |
Orang Tua Harus Menjadi Contoh
Dalam mengelola screen time, Reza menekankan bahwa keteladanan orang tua memegang peran utama. Menurutnya, aturan akan sulit diterapkan jika orang tua tidak menunjukkan perilaku yang konsisten.
"Kalau ingin anak tidak bermain HP saat makan, orang tua juga harus menyingkirkan gadgetnya," ujarnya. Ia menyarankan orang tua meluangkan waktu bermain tanpa layar bersama anak, meski hanya 15 hingga 30 menit per hari, agar anak merasa diperhatikan secara utuh.
Reza menyarankan orang tua membuat kesepakatan verbal dengan anak terkait durasi penggunaan gadget, misalnya sekitar 40 menit per hari. Dengan begitu, anak merasa dilibatkan dan lebih memahami batasan.
Ia juga menyarankan pendekatan fleksibel atau leniency. Jika anak masih asyik dengan aktivitasnya, orang tua bisa menambahkan waktu 5-10 menit sebagai bentuk kompromi. Pendekatan ini dinilai mampu menciptakan suasana yang lebih demokratis di dalam keluarga.
Strategi Menghindari Tantrum Saat Waktu Habis
Tantrum saat screen time berakhir menjadi tantangan umum. Untuk menghindarinya, Reza menekankan pentingnya peringatan bertahap. Orang tua disarankan memberi pemberitahuan 5-10 menit sebelum waktu selesai, dengan memastikan anak benar-benar mendengar melalui kontak mata langsung.
Jika anak masih ingin menyelesaikan satu aktivitas, berikan kesempatan singkat. "Kalau anak marah atau menangis, itu wajar. Biarkan mereka mengekspresikan emosi, lalu tawarkan aktivitas alternatif bersama orang tua," jelasnya.
Untuk membantu konsistensi, Reza memanfaatkan fitur timer, termasuk dari perangkat wearable seperti Apple Watch. Namun, ia mengingatkan bahwa kebiasaan ini tidak bisa terbentuk instan dan memerlukan proses jangka panjang.
iPad Foto: Adi Fida Rahman/detikINET |
Kurasi Aplikasi agar Gadget Lebih Bermakna
Agar gadget memberikan manfaat maksimal, Reza menekankan pentingnya kurasi aplikasi. Ia menyarankan orang tua menentukan tujuan terlebih dahulu, lalu memilih aplikasi yang relevan dengan kebutuhan anak.
Sebagai contoh, untuk anak yang sedang belajar membaca, ia hanya mengizinkan beberapa aplikasi edukasi dan komunikasi. Orang tua juga perlu mencoba aplikasi tersebut lebih dulu untuk memastikan kontennya aman, serta membatasi akses sesuai usia anak.
Selain itu, evaluasi rutin melalui data screen time penting dilakukan agar orang tua bisa menyesuaikan kebiasaan penggunaan gadget anak seiring bertambahnya usia dan kebutuhan.
Kehadiran Orang Tua Tetap Tak Tergantikan
Di akhir, Reza menegaskan bahwa teknologi tidak boleh menggantikan peran orang tua. "Pada akhirnya, gadget hanya alat. Orang tua harus lebih menarik bagi anak dibandingkan gadget," pungkasnya.
Dengan pendekatan yang tepat, screen time tidak harus menjadi momok. Gadget justru bisa menjadi sarana belajar yang bermakna dan mendukung perkembangan anak, selama digunakan secara sadar, terarah, dan dievaluasi bersama oleh orang tua.
(afr/afr)

