Game 'Rule of Rose' Picu Perdebatan
Jumat, 15 Jun 2007 14:20 WIB

Jakarta - Game "Rule of Rose" yang ditujukan untuk PlayStation 2, memicu perdebatan di Komisi Eropa. Ada wacana game ini akan dilarang beredar lantaran dinilai tak baik bagi jiwa anak.Pihak Komisi Eropa saat ini tengah sibuk membahas unsur kekerasan yang menghiasi game "Rule of Rose". Akan diperkenalkan standar umum untuk mengatur pemasaran dan penjualan video game kekerasan, untuk semua pemerintah di Uni Eropa. The Motion for a Resolution dari parlemen Eropa menyebutkan, video game "Rule of Rose" merupakan salah satu masalah yang dibahas secara serius. "Banyak dijual video game kekerasan untuk anak-anak di Eropa, termasuk game baru berjudul Rule of Rose, yang menampilkan cerita dan gambar sadis, kejam dan jahat yang membahayakan nilai-nilai kemanusiaan," jelas The Motion."Rule of Rose" mengisahkan seorang wanita berusia 19 tahun bernama Jennifer, terjebak di sebuah dunia yang dikuasai oleh sekelompok anak kecil yang kejam, yang dikenal dengan Red Crayon Aristocrats. Jennifer lalu mengalami peristiwa yang membuatnya trauma dan jiwanya terganggu.Di bawah ancaman kematian, Jennifer harus menenangkan para Aristocrats tersebut dengan cara mencari tumbal untuk mereka setiap bulan. Tak hanya itu, ia juga harus mengumpulkan petunjuk dan berupaya mengembalikan ingatannya untuk bisa lepas dari sarang Aristocrats."Tujuan game ini adalah untuk mengubur hidup-hidup wanita yang mengalami psychosexual dan kekerasan fisik yang mengarah ke penyimpangan dan sadisme," jelas The Motion lagi.IT News yang dikutip detikINET, Jumat (15/6/2007) melansir, game ini makin populer di kalangan generasi muda hingga bisa mendorong mereka ke arah kekerasan dan pengintimidasian.Perdebatan game ini sendiri diawali oleh Menteri Pengadilan Jerman, Brigitte Zypries, menyusul terjadinya aksi kekerasan pada tahun lalu dimana seorang gamer komputer berusia 18 tahun melukai 11 anak sekolah sebelum akhirnya ia bunuh diri.Zypries juga mengakui bahwa para menteri kemungkinan tak setuju atas standar tersebut, karena adanya range peraturan yang berbeda di negara bagian anggota parlemen.Di lain sisi, komisioner pengadilan Uni Eropa, Franco Frattini, mengatakan bahwa dia akan mendukung skema tersebut. "Perlindungan terhadap hak-hak anak adalah prioritas Komisi Eropa," katanya kepada Parlemen Eropa di Strasbourg tahun lalu. "Kekerasan dan sadisme di video game secara jelas merupakan persoalan yang mengkhawatirkan," imbuhnya.
(dwn/dwn)