Soal Privasi Pengguna, Huawei Jadikan Apple Panutan
Hide Ads

Soal Privasi Pengguna, Huawei Jadikan Apple Panutan

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Senin, 08 Jul 2019 11:15 WIB
Pendiri Huawei Ren Zhengfei. Foto: Reuters
Jakarta - Pendiri sekaligus CEO Huawei Ren Zhengfei mengungkap bahwa Apple merupakan panutan dari perusahaan China itu, terkait dengan urusan privasi konsumen.

Hal ini diungkap Zhengfei ketika ditanya perihal kemungkinan pemerintah China meminta Huawei untuk membuka kunci perangkatnya. Menurut Zhengfei, jika sampai ada permintaan seperti itu, pihaknya akan mengikuti langkah Apple dan menolak melakukan hal tersebut.

Apple memang sering menggembar-gemborkan perlindungan privasi konsumennya. Salah satu kasus yang paling ramai adalah ketika Apple menolak perintah pengadilan untuk membuka kunci iPhone 5c milik Syed Farook, pelaku penembakan di San Bernardino, AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Saat itu Apple menyebut jika mereka membuat iOS versi khusus agar FBI bisa membuka kunci ponsel itu, softwarenya dikhawatirkan jatuh ke tangan orang yang salah dan sebagai imbasnya dapat mengancam privasi pengguna iPhone lain.

Menurut Zhengfei, data-data milik konsumen dan negara itu hanya bisa dipantau oleh operator seluler, bukan perusahaan yang membuat ponselnya, demikian dikutip detikINET dari Phone Arena, Senin (8/7/2019).

Pernyataan Zhengfei terkait privasi ini mungkin dilontarkannya terkait kisruh Huawei dengan AS di bawah pemerintahan Donald Trump, yang memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam perusahaan yang dilarang berbisnis dengan perusahaan apa pun asal AS.

Namun perlu diingat, masuknya Huawei dalam daftar hitam itu seharusnya tak ada hubungannya dengan privasi. Melainkan ketakutan presiden Trump soal Huawei yang diminta oleh pemerintah China untuk menyusupkan backdoor yang bisa dipakai untuk memata-matai AS. Tudingan ini sudah berkali-kali ditepis oleh pihak Huawei.

"Kami tak akan pernah melakukan hal semacam itu. Jika kami pernah melakukannya sekali saja, AS bakal mempunyai buktinya dan akan disebar ke seluruh dunia. Lalu 170 negara tempat kami beroperasi sekarang akan berhenti membeli produk kami, dan perusahaan kami akan hancur. Setelah itu, siapa yang akan membayar utang-utang kami? Pegawai kami sangat kompeten, jadi mereka akan mengundurkan diri dan menjalankan perusahaannya sendiri, meninggalkanku sendiri untuk membayar semua utangnya. Saya lebih baik mati," pungkas Zhengfei.





(asj/krs)