Ketika TV Berkamuflase Jadi Lukisan Digital
Hide Ads

Laporan dari Roma

Ketika TV Berkamuflase Jadi Lukisan Digital

Ardhi Suryadhi - detikInet
Jumat, 09 Feb 2018 14:15 WIB
Foto: Ardhi Suryadhi/detikINET
Roma - Pernahkah Anda membayangkan akan memandangi TV cukup lama tetapi bukan untuk menonton film atau video, melainkan untuk menikmati karya seni atau art work?

Ya, inilah perluasan fungsi TV yang tengah digencarkan Samsung. The Frame — demikian perangkat ini diberi nama, tak cuma ingin menonjolkan kemampuan gambar dan teknologi ketika sampai di ruang keluarga penggunanya, melainkan juga dari sisi penampilan yang bisa berkamuflase.

Kemampuan kamuflase ini terjadi lantaran The Frame didesain dengan bingkai tambahan yang menyelimuti bodinya, layaknya sebuah lukisan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bingkai atau frame tersebut bisa dibongkar pasang dengan mudah, karena sudah dibekali dengan magnet. Sejauh ini ada tiga opsi warna frame yang dihadirkanL putih, dark wood dan light wood.

Ketika TV Berkamuflase Jadi Lukisan DigitalFoto: Ardhi Suryadhi/detikINET


Ubay Bayanudin, Senior Product Marketing Manager TV & Audio Visual Samsung Electronics Indonesia menjelaskan, The Frame awalnya hadir ukuran layar 55 dan 65 inch. Nah, lantaran respons positif dari user maka selanjutnya akan dirilis ukuran 32 dan 45 inch.

"Sekarang ini di industri TV bicaranya selalu soal picture quality terus, tapi lifestyle-nya belum ada. Dan ini mungkin satu-satunya TV di industri yang concern soal itu (lifestyle)," ujar Ubay ditemui media dalam perhelatan Samsung Forum yang dihelat di Palazzo dei Congressi, Roma, Italia.

Terlebih, studi Samsung menunjukkan bahwa durasi orang untuk menonton TV juga sudah semakin berkurang, untuk di Indonesia saja sudah kurang dari 4,5 jam.

Sehingga harapannya, ketika TV sedang tak digunakan maka tak cuma menjadi benda hitam yang tidak matching dengan keseluruhan interior desain. Sebaliknya, ia juga berbaur dengan desain ruang keluarga dan bisa dialihfungsikan sebagai tempat untuk menampilan karya lukisan digital, foto hingga art work lainnya.

Hingga saat ini Samsung sudah punya koleksi premium 650 art work untuk TV seri The Frame, dimana salah satunya karyanya berasal dari seniman Indonesia, Eko Nugroho. Konten yang ditampilkan ini bisa ditambah jika konsumen punya koleksi gambar sendiri.

Corporate Marketing Director Samsung Electronics Indonesia Jo Semidang menambahkan, lewat The Frame, Samsung ingin meningkatkan value dari TV, yakni sebagai bagian dari interior desain di dalam rumah.

"Karena studi kita menunjukkan bahwa orang menonton TV cuma sekitar 4-5 jam, sisanya TV itu mati, sayang dong kalo tak digunakan. Makanya kita berpikir, dijadikan apa ya ketika mati? Ketimbang cuma didiamkan begitu saja, makanya lebih baik kita jadikan frame, jadi nilai dari TV ini bertambah. Saya bisa taruh foto saya nih, dan ini bisa dilihat benar-benar kelihatan seperti picture frame, gak seperti TV," paparnya.

The Frame tetap memiliki fungsi konvesional layaknya TV pada umumnya. Namun pada saat The Frame mengaktifkan fitur Art Mode maka sejurus kemudian akan berubah menjadi bingkai lukisan digital dengan memakan konsumsi daya 25% dari kondisi normal.

Ketika TV Berkamuflase Jadi Lukisan DigitalFoto: Ardhi Suryadhi/detikINET


Soal Jarak Menonton

Steve Lee, President & CEO Samsung Electronics Southeast Asia & Oceania memaparkan bahwa TV UHD kian digemari. Khususnya di kawasan Asia Pasifik tumbuh hingga 46%, dengan market share Samsung berada di angka 34,8%.

Adapun untuk Indonesia, berdasarkan data GfK pada Desember 2017, Samsung masih memimpin pasar TV UHD dengan market share 50%.

Balik lagi ke pasar Asia Pasifik, tren konsumen juga semakin menyukai ukuran layar besar, 'bigger, brighter, bolder'. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, konsumen semakin menggemari TV ukuran 65 inch.

Segmen TV 65 inch ini justru berkembang ketika segmen lainnya slowing down. Maka dari itu Samsung akan mendorong TV Q seri 6 yang memiliki empat varian ukuran: 49, 55, 65 dan 75 inch.

Menurut Ubay, jarak tonton bukan hanya dipengaruhi oleh besarnya layar TV tapi juga resolusi yang ditampilkan. Jadi seperti nonton untuk konten Standar Defintion (SD), mungkin butuh jarak ideal 4-5 meter. Jadinya ke mata juga gak enak, tapi dengan resolusi semakin tinggi jarak tonton sudah semakin dekat.

"Ukuran 55 inch, jarak nonton 2-3 meter itu cukup. Coba bandingkan dengan laptop kita bisa memakan waktu sampai seharian dengan jarak pandang 20-30 cm. Jadi resolusi perhitungan paling benar adalah pixel per inch. Ditambah lagi hampir semua TV Samsung punya setting auto brightness, dimana tingkat kecerahan layar mengikuti kondisi pencahayaan ruang," jelasnya.

Selanjutnya soal kualitas gambar, dibandingkan tahun 2017, Q LED Samsung diklaim tak mau cuma ingin menonjolkan fitur perfect black seperti kompetitornya. "Tetangga bilang perfect black maka Samsung perfect all colour. Artinya, pada saat menampilkan gelap hasilnya bagus, dan menampilkan kondisi terang juga akan tetap bagus. Jika perfect black diyakini biasanya akan bagus dalam kondisi rendah cahaya," lanjut Ubay.

Perbaikan di tahun 2018 juga datang dari sisi contrast karena ada perubahan di back light dan struktur panel. Adapun yg ditingkatkan kemampuannya itu dari sisi black level dan blooming effect.

Blooming effect sederhananya misalkan kita taruh titik putih di warna gelap biasanya di pinggirnya ada bayangan putih. Nah ini hilang, sehingga contrast bisa meningkat dengan tajam. (rns/rns)