Ditemui selepas konferensi pers Jakarta Great Online Sale (JGOS) 2016 di Gedung Balai Kota Jakarta, Aulia dengan tegas mengatakan jika masyarakat sebaiknya jangan melihat hal ini sepenuhnya salah ritel online. Karena pada dasarnya ini juga imbas dari peredaran yang lebih dulu ada secara offline.
"Jadi gini, pertama jangan online atau e-commerce seolah-olah ditarik garis berbeda dari offline. E-commerce ini hanya channel, barangnya sendiri sudah ada di pasar. Tidak ada e-commerce pun barang-barang BM itu sudah ada di pasar," terang Aulia saat berbincang dengan detikINET, Kamis (16/6/2016) petang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam konteks tersebut ini menjadi tidak relevan kalau kita bilang ini persoalan e-commerce. Bukan, tapi persoalan ritel kita. Bahwa ada produk yang masuk ke ranah hukum kita harus menghadapi regulasi TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri)," urai Aulia.
Tentu hal ini akan membawa dampak, bukan hanya ke e-commerce tapi yang paling utama berdampak kepada offline. Maka dari itu, menurut Aulia, hendaknya regulasi TKDN ini lebih cocok untuk yang komoditas atau masif.
"Pertama, ponsel yang masif, seperti pabrikan. Bukan yang handmade, contoh merek Vertu. Apa itu harus TKDN? Jadi ini harus jelas," ujar Aulia.
Yang kedua, mana yang harus dikenai TKDN? Jika produksi dalam negeri walaupun masih perakitan hendaknya diberikan peluang.
"Disasar bagi mereka (vendor) yang sama sekali tidak ada di sini, tapi masif. Nah, itu yang harus dijerat TKDN. Apa itu TKDN? Nah, TKDN itu jangan hanya komponen. Diharapkan bertingkat-tingkat," Aulia menandaskan.
(mag/ash)