Kubu yang kontra datang dari vendor yang sudah terlanjur menggelontorkan investasi jutaan dolar untuk membangun pabrik. Pasalnya, di awal aturan TKDN ini berhembus, mereka beranggapan jika TKDN itu murni terkait hardware, tak ada unsur software sama sekali.
Namun apa daya, seiring jalannya pembahasan aturan TKDN di tiga kementerian: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian ternyata diputuskan komponen software juga bisa dipilih oleh vendor untuk menegaskan komitmen investasinya di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, biaya yang dikeluarkan untuk mengimpor perangkat genggam itu ternyata lebih murah dibandingkan dengan merakitnya dengan pabrik sendiri di Indonesia.
Sontak saja, kondisi ini sempat memantik protes vendor yang sudah terlanjur membangun pabrik di Indonesia dalam pembahasan skema TKDN ponsel 4G.
Namun kini pemerintah akhirnya sudah ketok palu, dimana yang diambil adalah cuma dua skema dari lima skema yang sebelumnya sempat diwacanakan. Yakni 100% software dan 100% hardware. Keputusan ini pun diklaim sudah diterima oleh para vendor β termasuk yang sebelumnya meneriakkan penolakan.
"Tak ada resistensi, itu semua permintaan vendor yang sudah investasi pabrik. Sekarang mereka bisa menerima," ujar Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan.
Coba dikonfirmasi ke pihak vendor, Lee Kang Hyun selaku Wakil Ketua Wakil Ketua AIPTI membenarkan soal mulai melunaknya sikap vendor yang sebelumnya begitu vokal terkait skema TKDN ponsel 4G.
"Dibandingkan lima skema yang sebelumnya ditawarkan, dua skema TKDN 4G ini lebih baik," kata Mr Lee, panggilan akrabnya saat berbincang dengan detikINET, Rabu (15/6/2016).
Hanya saja Lee berharap pemerintah sebagai wasit di industri untuk tetap menegakkan aturan yang adil kepada semua pemain, termasuk urusan TKDN ini.
"Dimana sebelum memberikan izin TKDN, vendor-vendor harus menunjukkan dulu komitmen investasi mereka. Harus ada izin BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), R&D center bagi vendor yang sudah janji ingin di Indonesia, dan lainnya. Baru setelah ada bukti komitmen baru diberikan izin TKDN," jelas pria Korea yang sangat fasih berbicara bahasa Indonesia itu.
Hal ini dianggap penting untuk menegakkan aturan yang sudah dibuat pemerintah sendiri. Termasuk memberikan equal playing field kepada para pemain di industri telematika.
"Jadi 100% software boleh saja. Tapi harus seimbang perlakuannya, karena impor hardware lebih murah dibandingkan bikin hardware di Indonesia. Karena ada investasi karyawan, mesin dan segala macam," pungkasnya.
(ash/fyk)