Kriteria-kriteria ini yang dimiliki Galaxy S6 Edge, untuk bisa dianggap sebagai smartphone dengan layar terbaik:
Multiple Screen Modes
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila kita sedang berada di kafe dengan ambient lampu yang cenderung kuning, atau berada di dalam ruangan penuh lampu neon yang cenderung kebiruan, otomatis device akan merubah settingan warna putih, colour gamut dan saturasi, supaya ketepatan tampilan gambar tetap terjaga ketika dilihat oleh mata kita, walau sedang berada di ambient yang seharusnya mempengaruhi tampilan layar yang diterima mata.
(Gambar 5)
Tetapi ketika kita berurusan dengan foto profesional, misal kita ingin menampilkan foto sesuai dengan warna yang ditangkap kamera profesional, maka pengaturan layar sebagai AMOLED photo akan membuat standard color gamut berubah menjadi adobe RGB.
Jika kita ingin mengedit foto dan tahu bahwa foto tersebut akan dilihat di layar komputer yang merupakan layar LCD, maka pengaturan display Basic akan mengubah layar S-AMOLED dengan color gamut sesuai layar LCD, agar edit-an warna kita tidak lari.
Pengaturan terakhir untuk display adalah AMOLED cinema, untuk kita menonton film dengan akurasi warna dan ambient yang lebih dekat dengan keinginan film tersebut dibuat. Dengan kemampuan pengaturan warna ini, terlihat layar S-AMOLED memiliki keunggulan teknologi layar dengan tingkat gradasi warna yang lebih tinggi dibanding LCD, bahkan bila diperlukan bisa memimik kemampuan layar LCD, yang tidak bisa dilakukan sebaliknya.
Pada game dan film, dimana gambar di layar bergerak dengan dinamis dan cepat, layar S-AMOLED mendapatkan keuntungan lebih dengan pixel yang bisa berpendar dengan warna sendiri. Kecepatan responnya 0.01 milli second, sehingga ketika gambar bergerak dengan cepat tidak menimbulkan bekas bayangan gerakan. Sementara pada LCD gambar bergerak berarti terjadi pergerakan memindahkan Liquid Crystal, dengan respond tercepat 8 milli second. Ini berarti respond time layar SAMOLED 800 kali lebih cepat dibanding layar LCD. Jika terjadi banyak gerakan bayangan pada layar, mata kita cenderung lebih cepat lelah.
Kecerahan Layar
Setelah ketepatan warna, layar kelas atas dituntut memiliki screen brightness atau kecerahan layar yang baik, dilengkapi juga dengan lapisan layar lowest reflectance. Kecerahan layar, yang biasa kita atur secara otomatis, akan beradaptasi terhadap ambient cahaya sekitar. Jika ruangan sangat terang, brightness layar akan ikut lebih terang, supaya tampilan layar tetap terbaca dengan baik.
Brightness yang baik akan kurang berarti bila cahaya dari luar memberi pantulan yang sangat kentara pada layar, dimana pantulan ini akan menurunkan kemampuan pandang. Disinilah bahan layar yang mampu membuat pantulan sangat kecil (lowest reflectance) sangat berarti. Kita memahami dan mengalami, kalau bahan transparan seperti kaca, cenderung bersifat memantulkan bayangan dan cahaya.
Teknologi layar pada Galaxy S6 edge sudah memiliki cara untuk memperkecil tingkat pantulan ini, supaya kecerahan layar tidak mudah menurun karena pantulan cahaya luar. Dengan semakin banyaknya lingkup pekerjaan yang bisa di-cover sebuah smartphone, maka smartphone pun akan dibawa bekerja dari dalam tempat yang gelap sampai di bawah terik matahari.
Biasanya tidak semua device sanggup tetap terbaca dengan baik dibawah sinar matahari. Misalkan untuk aktifitas memotret dengan smartphone di bawah terik matahari, smartphone dengan kecerahan layar yang kurang dan terlalu banyak menghasilkan pantulan pada layar, membuat proses pengambilan foto menjadi sulit karena gambar pada layar gelap atau tidak terlihat.
Galaxy S6 memiliki tingkat kecerahan layar yang masuk jajaran terbaik saat ini. Pada mode kecerahan otomatis, tingkat kecerahannya bisa mencapai 784 nits, dimana kebanyakan layar smartphone berada di angka 300-500 nits saja. Semakin tinggi angka kecerahan ini, layar semakin mudah dilihat di area yang terang seperti di bawah sinar matahari.
Semakin kecil angka kecerahan yang bisa dicapai, berarti semakin bisa dibaca ditempat yang sangat gelap dengan tidak menyebabkan silau atau sakit pada mata. Dengan range kecerahan layar 2 nits-784 nits, bisa dikatakan layar Galaxy S6 sekarang menjadi layar smartphone dengan range kecerahan terbesar.
Sudut Pandang Lebar
Layar LCD sekarang dilengkapi teknologi IPS (In Plane Switching) panel, yang memberikan sudut pandang yang lebih luas ke arah layar. Sebelum teknologi ini digunakan, sedikit saja kita bergeser tidak menatap lurus ke layar, terlihat ketajaman layar langsung berubah memburuk.
Teknologi IPS pada layar LCD yang masih diterangi backlight, tidak memiliki sudut pandang selebar layar SAMOLED. Pada kemiringan sudut pandang 30 derajat, layar LCD ketajamannya akan berkurang 55%, sementara SAMOLED baru 27%.
Sudut pandang yang lebar, memungkinkan kita menatap layar tetap jelas walaupun tidak meletakkan device didepan mata. Sudut pandang lebih lebar ini acapkali dibutuhkan, semisal ketika kita sedang meletakkan smartphone mendatar di atas meja sambil menampilkan data pada layarnya, sementara kita mencatat atau mengetik pada layar komputer.
Resolusi Layar
Saat ini berdasarkan kepadatan angka resolusi, Galaxy S6 dan S6 edge memiliki tingkat kepadatan pixel tertinggi untuk sebuah smartphone, diangka 577 ppi (pixels per inch). Angka ini hasil dari ukuran layar dengan bentang diagonal 5.1 inci, dan resolusi QuadHD 2560x1440 pixel.
Bagi yang masih bingung soal angka resolusi, kira-kira seperti ini penjelasan dasarnya. Andaikan layar smartphone adalah sebuah kertas kosong. Dari ujung paling kiri ke kanan, kita menggambar satu baris titik-titik berderet menempel. Dengan resolusi 2560x1440, berarti satu baris titik-titik di sisi terpanjang berjumlah 2560 titik dan di sisi pendeknya 1440 titik.
Semakin kecil bidang kertas, berarti semakin kecil titik harus dibuat supaya tetap muat digambar di atas batasan bidang kertas. Karena kecilnya ukuran pixel (titik), berarti semakin banyak jumlah titik yang bisa ditampung dari panjang area 1 inch layar, yang kita kenal dengan istilah ppi. Jadi kira-kira 577 ppi berarti, ada 577 titik pixel dalam panjang 1 inci (2.54cm).
(Gambar 6)
PPI yang tinggi, membuat gambar atau tulisan yang dihasilkan akan semakin tajam. Kita ingat deskripsi dari garis adalah kumpulan dari rangkaian titik-titik. Semakin rapat titiknya, semakin jelas garisnya. Dengan resolusi seperti ini, huruf-huruf dengan ukuran kecil yang tidak terbaca di resolusi lebih rendah, akan lebih terbaca di resolusi ini.
(Gambar 6a)
Pertanyaan yang sering diajukan adalah, apakah sebuah smartphone membutuhkan sampai sedemikian besar ppi dan resolusi? Bahkan ada brand yang mengkampanyekan bahwa di atas resolusi full HD tidak keuntungannya. Steve Jobs dalam kampanye retina display mengatakan, di atas 300ppi, mata manusia tidak bisa melihat lagi sebuah titik pixel. Belum lagi jika kita berpikir nalar, semakin banyak pixel, semakin besar daya listrik untuk menghidupkannya, dan semakin kompleks kinerja prosesor untuk me-rendering-nya.
Angka ppi ini bergantung sekali dengan jarak melihatnya. Rata-rata televisi LCD di rumah sekarang memiliki resolusi Full HD (1920x1080) dengan rata-rata ukuran layar 32-50 inch. Mata kita pada saat melihat tayangan film HD di sana, terasa gambarnya bagus dan jelas. Tetapi ketika kita mendekat ke arah televisi, kita akan melihat kalau titik pixelnya kasar.
Butuh jarak yang cukup dari televisi ke tempat kita duduk, supaya kita mendapat jarak optimal untuk melihat layar dengan ketajaman yang cukup, dan tetap bisa membaca teks yang ditampilkan di sana. Jadi semakin besar layar, biasanya semakin besar juga jarak yang dibutuhkan ke mata. Sebagai tambahan data, sebuah televisi Full HD dengan layar 40 inch hanya memiliki kerapatan pixel 55 ppi.
Sementara itu smartphone bisa dikatakan menjadi device dengan jarak pandang yang terdekat ke mata. Asumsi ketika resolusi layar sudah retina display diatas 300 ppi, mata kita tidak bisa melihat lagi titik pixelnya, adalah asumsi yang diambil dengan jarak antara mata dan layar kurang lebih 10 inch atau 25,4 cm.
Tetapi sebagian orang melihat layar lebih dekat dari jarak tersebut, bahkan kebiasaan kita jika ingin melihat gambar lebih jelas, akan mendekatkan jarak mata ke layar. Walaupun tidak banyak dimiliki sebagian besar orang, sebagian orang memiliki tingkat kejelasan mata 20/20 vision, yang dianggap kemampuan mata yang sangat baik. Tingkat 20/20 vision ini dipercaya memiliki kemampuan melihat sampai 450 ppi bahkan 600 ppi.
(Gambar 7)
Ada sisa kelebihan sekitar 1,6 juta pixel di sebuah device QuadHD dibanding Full HD. Sisa pixel ini akan benar-benar memperkaya sebuah gambar yang ditampilkan, terutama ketajamannya. Ketika kita berbicara soal alat indra, yang salah satunya adalah mata, ternyata banyak orang yang sudah pernah melihat layar QuadHD menyadari, ada detail-detail yang lebih kaya disana dibandingkan layar Full HD.
Belum lagi langkah Samsung mengembangkan Gear VR bersama Oculus, memungkinkan smartphone kita menjadi device 3D virtual reality. Dengan Gear VR, layar Galaxy S6 dan Galaxy S6 edge di-attach dan tampil dekat sekali dengan mata, bahkan di dalamnya ada lensa optik pembesar. Gear VR Ini memberikan efek seolah kita seperti berada didalam gedung bioskop dengan layar raksasa. Konten-konten 3D yang disiapkan membuat pengalaman melihat layar sama sekali baru, seperti kita berada di dalamnya. Game-game, film, video, dll, akan bergerak segera ke teknologi ini.
Β
Dengan layar yang berkerapatan QuadHD sekalipun, pada Gear VR kita masih bisa melihat titik pixelnya, apalagi jika resolusi layar hanya Full HD atau lebih rendah, maka gambar yang ditampilkan akan terlihat lebih kasar.
(Gambar 8)
Flexibel Edge Screen
Galaxy S6 Edge juga menerapkan bahan layar baru fleksibel, yang berbeda dengan bahan layar datar yang biasanya terbuat dari kaca. Bahan baru untuk layar fleksibel ini terbuat dari Polymide, yaitu polimer plastik tingkat lanjut yang sangat tipis, lebih tipis dari tebal rambut manusia. Kondisi ini membuat layar Galaxy S6 Edge sekarang menjadi layar smartphone tertipis.
Untuk mendapat kekakuan layar dengan dua sisi lengkung, diterapkan cara baru 3D thermoforming untuk membentuknya. Dengan suhu mencapai 800 derajat celcius, kaca menjadi lunak dan bisa dibentuk untuk mendapatkan sisi lengkung di kedua ujung dengan cetakan khusus, kemudian digabungkan dengan lapisan gorilla glass 4 yang baru untuk mendapatkan kekuatannya. Teknologi layar yang baru ini, walau memiliki pixel 75% lebih banyak dari Galaxy S5 sebelumnya, ternyata lebih efisien 20% dalam penggunaan daya.
(Gambar 9)
Selain fitur khusus yang bisa ditambahkan di sudut edge, lengkungan layar Galaxy S6 Edge juga memberikan tampilan efek yang berbeda pada gambar, seolah memberikan efek 3D, karena ada bagian gambar yang masuk dalam lengkungan. Pada sudut pandang tertentu, bagian lengkung ini menciptakan persepsi layar sudah tanpa batas bezel.
(Gambar 10)
Bagian layar lengkung juga bisa memperkecil ukuran lebar device, dengan tetap mempertahankan ukuran layar yang lebih besar. Seringkali kita mencoba mengoperasikan touchscreen device kita dengan satu tangan, terutama dengan jari jempol. Semakin besar layar, semakin sulit dijangkau oleh jari. Ternyata ketika jari dipaksakan untuk menjangkau titik lebih jauh, bisa mengakibatkan peradangan otot jempol sampai ke pergelangan tangan, yang dikenal sebagai Dequervain Syndrome.
Β
Layar lengkung, ke depannya diharapkan menjadi salah satu solusi supaya akses jari ke menu, aplikasi dan notifikasi yang sering memaksa jari bergerak sedemikian jauh, menjadi lebih mudah dijangkau karena fungsi-fungsi tersebut berada di bagian lengkung. Selain itu ternyata layar lengkung memudahkan scrolling satu tangan tanpa jari harus penutupi layar, karena gerakan jari bisa dilakukan disepanjang lengkungan.
Teknologi Kerangka Utama dan Casing
Untuk bisa tampil sesuai desain dengan layar lengkung, otomatis ada bagian frame rangka yang menjadi tempat pertemuan antara lengkung layar dengan bodi, menyebabkan ketebalan rangkanya menjadi tipis untuk menunjang rancangan desain. Tentu saja rangka yang tipis sangat rentan terhadap bend atau bengkok. Untuk bisa membuat rangka yang tipis tetapi kuat, berarti harus dipilih bahan metal yang kuat, tetapi dengan syarat tambahan, harus tetap ringan.
Β
Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge menggunakan bahan Aluminum Alloy 6013 untuk rangka metalnya. Rangka ini bukan dicetak dari lembaran, tetapi di-carving dari blok aluminum tersebut. Aluminum Alloy 6013 sendiri sejatinya adalah bahan bahan logam campuran, dengan grade yang biasa dipakai di industri dirgantara atau penerbangan. Memiliki kekuatan 1,5 kali lebih kuat dibanding grade aluminum yang sekarang banyak dipakai di smartphone lain, misalnya di iPhone6.
Aluminum Alloy 6013 ini 20% lebih tahan dari gores dibanding aluminum yang dipakai iPhone 6, juga tahan terkelupas dan tahan terhadap korosi atau karat. Setelah balok aluminum selesai di carving dan di-mold, rangka di-anodize sesuai warna yang ditentukan dan diakhiri dengan menggunakan diamond cut untuk memberikan finishing pada bagian bevel/chamfer.
(Gambar 11)
Untuk mempertahankan desain device tetap tipis, pada rangka metal yang cenderung memblock sinyal dari antenna, digunakan sistem antenna baru yang dilas ke body metal menggunakan teknik las ultrasonic. Dengan cara ini selain antenna menjadi stabil, juga tidak membutuhkan ruang khusus untuk penempatan antenna seperti biasanya.
(Gambar 12)
Penggunaan casing kaca sebenarnya bukan bahan baru di industri smartphone. Beberapa merek telah mencoba membuat bahan casing dari campuran logam dan kaca. Hanya saja Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge selain menjadi device ber-casing kaca pertama, yang menggunakan lapisan gorilla glass 4 yang lebih tahan bentur dan gores, juga menjadi device yang menggunakan cara baru untuk mewarnai casing kaca tersebut.
Sebagai bagian dari inspirasi desain project zero yang baru, desainer Samsung ingin memberikan nilai tambah pada device Galaxy ini melalui cara finishing baru yang berbeda. Mereka terinspirasi batu mulia yang berharga dan ingin menjadikan Galaxy yang baru memiliki nilai penghargaan yang sama.
Biasanya banyak device memakai nama warna dengan tambahan pelengkap dibelakang nama warnanya, tidak sekedar black, white , silver, red dll. Misalnya digunakan nama seperti amber gold, champagne gold, glacial silver, space gray dll. Identifikasi nama ini lebih menyerupai tipe warna dari bahan tersebut.
Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge ingin nama warna yang mereka bawa lebih dari hanya kemiripan warna, tetapi juga mampu memimik karakteristik warnanya. Platinum Gold, Sapphire Black, Pearl White, Topaz Blue, dan Emerald green, diambil dari batu atau logam mulia. Untuk bisa menyesuaikan warna dengan karakteristik bahan tersebut, teknologi pewarnaan baru dicoba di device galaxy ini.
Seperti batu mulia yang terbentuk lapis demi lapis selama ratusan tahun, casing kaca dari Galaxy S6, dibuat dengan pewarnaan lapis demi lapis dengan teknologi nano thin multi coating. Pada bagian depan dan belakang kaca, layer demi layer warna dalam ketebalan nano (satu per satu milyar meter) dilapiskan, sampai mendapat ketebalan warna yang diinginkan. Setelah lapisan warna didapat, kemudian di atasnya diberikan lagi micro pattern, berupa garis-garis pattern yang tidak tampak oleh mata.
Hasilnya seperti batu atau logam mulia yang bisa berubah warna tergantung cahaya yang menimpa dan ambient sekitar, demikian juga warna casing dari masing-masing Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge.
Warna Platinum Gold, bisa tampil sebagai warna emas, atau sebagai warna grey platinum tergantung cahaya sekitar. Warna sapphire black seringkali bisa tampil hitam atau menjadi biru. Warna Emerald green kadang terlihat hijau, kadang kebiruan bahkan menjadi hitam.
(Gambar 13)
Ketika kita mencoba foto macro pada casing dan diperbesar, akan tampak ternyata warna yang ketika dilihat mata tampak rata, ternyata di atasnya ada micro pattern garis-garis yang membantu memberikan sudut pantulan cahaya, yang membuat cahaya bisa mengubah tampilan warna sesuai ambient sekitar.
(Gambar 14)
Sangat menarik, ternyata flagship device memang dirancang, dibuat, dan dikerjakan dengan usaha yang jauh lebih spesial pada semua bagian. Untuk mengenal lebih jauh Project Zero dari The Next Galaxy bisa dibaca di sini dan untuk mengetahui lebih dalam jeroan dari Galaxy S6 bisa menyambangi link ini.
Selesai.
*) Penulis, Lucky Sebastian merupakan sesepuh komunitas Gadtorade. Pria yang tinggal di Bandung ini sejatinya adalah seorang arsitek, tetapi antusiasme yang tinggi akan gadget justru semakin membawa Lucky untuk menjadi gadget enthusiast.
(ash/ash)