Belajar dari Trik Sukses Xiaomi
Hide Ads

Belajar dari Trik Sukses Xiaomi

- detikInet
Selasa, 16 Sep 2014 08:50 WIB
Lei Jun (gettyimages)
Jakarta -

Nama Xiaomi belakangan jadi pembicaraan serius di kalangan pemerhati gadget dunia. Saking ngetopnya, brand ponsel China ini bahkan sampai disejajarkan pamornya dengan brand religion sekelas Apple. "Xiaomi, Apple from China", katanya.

Memang, dari sisi harga jangan coba-coba membandingkan Xiaomi dengan Apple. Ibarat bumi dan langit. Namun dari sisi ketenaran, pamor Xiaomi tak bisa dipungkiri sudah berhasil mencuri perhatian pasar dan membuat para kompetitornya gusar.

Berita yang muncul tentang Xiaomi selalu bombastis dan jadi headline di hampir semua media lokal maupun internasional. Mulai dari harganya yang kelewat murah untuk spek perangkat yang lumayan dahsyat, hingga angka penjualan yang sangat fantastis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terbaru dikabarkan, ponsel Redmi 1S keluaran Xiaomi berhasil ludes terjual 5.000 unit di Indonesia hanya dalam waktu 7 menit di situs belanja online Lazada Indonesia. Beberapa hari berselang, 10.000 unit lagi lakuΒ terjual.

"Rencananya akan kami buka lagi pemesanannya hari Kamis besok, masih sama jam 11. Berapanya belum bisa konfirmasi, minimal sama (10.000 unit) seperti kemarin," kata SVP Marketing & Business Development Lazada Indonesia Andry Huzain kepada detikINET, Selasa (16/9/2014).

Itu baru di Indonesia saja, di negara-negara lain, termasuk di India dan China, angka-angka penjualan setiap produknya juga tak kalah heboh -- bahkan ada yang sempat ludes dipesan dalam hitungan detik.

Entah benar atau tidak, yang pasti dari sisi marketing dan sales, penjualan Xiaomi yang hanya mengandalkan channel penjualan online, harus diakui sukses besar.

Bagaimana tidak, Lazada bilang ada 60 ribu lebih yang berebut masuk untuk bisa membeli ponsel seharga Rp 1,5 juta itu di situsnya. Dan sayangnya, stok yang disediakan sangat terbatas, tak cukup memenuhi semua permintaan.

Hunger Marketing

Di balik kesuksesan Xiaomi menjual ribuan unit ponsel dalam waktu singkat, ada saja cibiran terkait strategi pemasarannya: "Hunger Marketing."

Menurut situs Wallrich, hunger marketing adalah cara suatu perusahaan membawa produknya ke pasaran dengan harga menarik untuk memikat pelanggan potensial, kemudian membatasi pasokannya.

Pembatasan pasokan ini membuat rasa penasaran di pasar, sehingga permintaan naik. Ketika permintaan semakin naik, pengelola produk itu dapat menaikan harga dan tentu saja menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.

Hunger Marketing ini memberikan dua efek utama bagi pemegang merek, bukan hanya dapat menaikkan harga, tetapi juga menciptakan nilai tinggi untuk merek dalam rangka menaikkan citra si merek tersebut.

Bagi Xiaomi, hunger marketing yang mereka terapkan bisa menimbulkan pro dan kontra. Maksudnya, merek Xiaomi memang berhasil mencuri perhatian, namun kemudian ada kontroversi juga mengiringinya.

Buktinya, Taiwan Fair Trade bakal menghukum Xiaomi lantaran kampanye 'hunger marketing' yang dilakukannya. Vendor asal China ini dituding melebih-lebihkan penjualan produknya sehingga tampak berharga dan sulit ditemukan.

Taktik dagang yang dilakukan oleh Xiaomi ini tidak dibenarkan, dan pihak komisi perdagangan Taiwan memberi ancaman denda USD 20 ribu.

Masih kata situs itu, setidaknya ada dua vendor ponsel yang mengadopsi ini, Xiaomi dan Apple. Dan keduanya berkaitan erat. Itulah sebabnya, brand Xiaomi banyak yang bilang mirip dengan Apple.

Namun demikian, tidak semua vendor ponsel setuju mengadopsi hunger marketing. Kompatriot Xiaomi, Lenovo malah mengkritik cara penggunaan strategi tersebut.

Menurut Wei Jianglei, Vice President Lenovo Group, cara hunger marketing tidak bisa membantu perusahaan untuk mendapatkan hasil yang kompetitif. Apalagi, ketika pasar sedang jenuh, startegi ini sejatinya tidak bisa diterapkan.

Karena semakin banyak produk yang diluncurkan di pasar China, strategi hunger marketing tidak akan lagi bekerja dengan baik. Merek ponsel akan bergantung pada kekuatan keseluruhan ponsel mereka sebagai produk-produk berkualitas dan itu yang akan selalu memenangkan konsumen.

Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Biarpun diterpa kontroversi, Xiaomi nampaknya tak ambil peduli. Dan terbukti, cara semacam ini efektif bagi mereka. Contoh paling gampangnya jika kita melihat kiprahnya di China.

Setelah berhasil menyalip penjualan Samsung, Xiaomi semakin memperjelas kehadirannya sebagai pendatang baru yang layak diperhitungkan. Meski terbilang anak baru, Xiaomi melesat menguasai pasar smartphone di kampung halamannya.

Data penjualan smartphone terbaru dari Kantar Worldpanel ComTech, dalam tiga bulan terakhir hingga Juli 2014, Xiaomi terus memperlihatkan dominasinya di pasar China. Xiaomi tercatat berada di urutan teratas selama empat bulan berturut-turut.

Tepatnya, kini Xiaomi secara mencengangkan berhasil menguasai 31,6% pangsa pasar smartphone China, menyusul di belakangnya Samsung dan Huawei. Bulan lalu, vendor ponsel China ini tercatat berhasil mengapalkan 15 juta smartphone di China pada kuartal kedua 2014. Angka tersebut terdongkrak signifikan dari sebelumnya hanya 4,4 juta unit smartphone di periode yang sama atau meningkat hingga 240%.

Firma riset Canalys juga melaporkan, pencapaian ini sukses menyalip Samsung yang mengapalkan 13,2 juta smartphone. Samsung mengalami performa penjualan di China dari kuartal kedua 2013 lalu sebanyak 15,5 juta smartphone.

Setelah sukses besar di negeri sendiri, Xiaomi sejak awal tahun 2014 memulai ekspansinya ke pasar di luar China. Asia adalah salah satu target utama yang dibidik, termasuk Indonesia di dalamnya.

Mirip Steve Jobs

Tak cuma soal produk yang diluncurkannya, pamor Xiaomi juga ikut melesat karena CEO mereka yang bernama Lei Jun.

Di tangan dingin Lei Jun, perusahaan yang masih seumur jagung itu sukses menjual lebih banyak smartphone di negaranya sendiri ketimbang iPhone. Malah nilai perusahaan itu kini bernilai USD 10 miliar atau setara Rp 110 triliun.

China memang dikenal sebagai negara yang gemar membuat produk tiruan, termasuk ketika Lei Jun mengadopsi gaya Steve Jobs saat menjabat sebagai CEO Apple.

Maka media-media lokal pun mulai membandingkan dan menyebut Lei Jun sebagai Steve Jobs dari China, sedangkan Xiaomi ya tentu saja sebagai Apple-nya.

Punya Fans Fanatik

Umur Xiaomi belum terlalu panjang, namun vendor ini sudah mampu menembus posisi lima besar dalam hal penjualan smartphone secara global. Tepat berada di belakang Samsung, Apple, Huawei, dan Lenovo.

Menurut data Strategy Analytics, sepanjang kuartal kedua tahun 2014 lalu, Xiaomi berhasil mengapalkan setidaknya 15,1 juta ponsel cerdas. Dan Xiaomi, berhasil menguasi market share 5% dan menempatkan di posisi kelima.

"Xiaomi adalah model smartphone Android yang bergerak secara liar. Jutaan unit terjual karena mereka melakukan pendekatan online dan ke operator secara intensif," kata analis Strategy Analytics Woody Oh.

Dari posisi lima besar, hanya Apple yang tidak mempunyai lini ponsel murah, di bawah Rp 3 jutaan. Kendati demikian, di antara Samsung, Lenovo dan Huawei, Xiaomi saat ini dilirik karena unik.

Tentu saja bukan semata-mata ponsel murah yang Xiaomi tawarkan. Ada beberapa alasan, mengapa pada akhirnya Xiaomi begitu dipuja.

Selain fans Apple yang terkenal suka mengantre iPhone terbaru berhari-hari sebelum penjualan perdana, maka fanboy Xiaomi lebih gila lagi. Mereka tak sekadar 'pemanis' namun juga penggila yang benar-benar gila.

The Next Web pernah menceritakan pengalamannya, saat melihat peluncuran smartphone terbaru Xiaomi. Dan betapa terkejutnya jurnalis asal negeri barat itu melihat orang berbondong-bondong merangsek masuk ke ruangan acara.

Bahkan, pernah dalam sebuah acara pernah terlihat penjaga keamanan harus mencegah masuk para fanboy tersebut. Mereka sempat beradu mulut dengan petugas keamanan.

Malahan, membludaknya fanboy yang ingin masuk tak hanya membuat petugas keamanan kewalahan, namun juga membuat para jurnalis terkunci dari luar karena sudah tidak ada lagi tempat untuk masuk.

Membajak Bos Android

Berbagai alasan untuk sukses Xiaomi di China kemungkinan sesuatu yang dapat direplikasi di luar negeri. Xiaomi adalah perusahaan yang dilahirkan untuk menjadi global dari awal meskipun mulai di China.

Ini bisa dililhat dari karyawannya yang terdiri dari berbagai perusahaan teknologi internasional -- di antaranya merupakan alumni Microsoft dan Google. Bahkan mereka juga membajak Hugo Barra, mantan Vice President Google yang notabene pernah jadi bos Android.

Barra mengakui bahwa dirinya telah memperhatikan Xiaomi sejak awal berkiprah, dan dia sangat terkesan.

"Saya sangat bangga dengan pekerjaan yang luar biasa kalian lakukan dengan MIUI. Xiaomi adalah pendukung Android besar dan merupakan bagian yang sangat penting dari ekosistem Android di China. Sekarang saya percaya seluruh dunia siap untuk belajar dari Xiaomi," pujinya saat itu.

CEO Xiaomi Jun Lei mengatakan bahwa Barra, yang pindah ke Beijing, bisa membantu Xiaomi membuat MIUI lebih baik dan mempercepat ambisi global perusahaan.

Murah Seperti Mau Konsumen

Pada dasarnya, semua pengguna Xiaomi memiliki suara dalam produk terbaru yang nantinya akan diumumkan. Inilah yang membuat Xiaomi begitu dicintai oleh penggemarnya.

Dibandingkan dengan ekosistem tertutup yang digunakan oleh banyak perusahaan teknologi, sistem terbuka Xiaomi telah menarik banyak pengguna yang cukup yang puas dengan fitur-fitur tertentu di smartphone mereka tetapi tidak ada kekuatan untuk didengar.

Alasan lainnya mengapa Xiaomi diburu oleh banyak konsumen tak lain karena ponsel ini dihargai lumayan murah. Padahal dengan spesifikasi yang sama, harga di vendor ponsel lain bisa jauh lebih mahal.

Ambil contoh, Xiaomi Mi 1 yang rilis Agustus 2011 silam. Ponsel perdana Xiaomi ini mempunyai spesifikasi tinggi pada masanya, seperti prosesor dual core dan kamera 8 megapixel. Tapi harganya hanya di kisaran USD 310, sekitar separuh dari smartphone vendor global dengan spek sama.

Usut punya usut. ada strategi mengapa Xiaomi berbeda yang membuat vendor ini dapat menekan harga ponselnya lebih murah dari pesaingnya. Beberapa diantaranya adalah cara beriklan. Bila pesaing lain jor-joran dalam membelanjakan uangnya untuk iklan, maka tidak dengan Xiaomi. Mereka tidak beriklan dengan cara yang tradisional.

Ditekannya harga agar bisa murah salah satunya dengan meniadakan toko fisik seperti Apple Store atau Samsung. Ini artinya lagi, Xiaomi tak perlu lagi membayar karyawan. Menjual dengan e-commerce bisa menekan pengeluaran.

Xiaomi memiliki toko online sendiri, dan juga menjual produknya di salah satu retail online terbesar di China. Mereka tidak hanya menjual handset, tapi aksesoris seperti headphone, bahkan kaos atau boneka.

Di Indonesia, Xiaomi juga menerapkan strategi yang tidak terlalu berbeda. Menjual ponsel secara online -- atau lebih tepatnya menitipkan ke situs shopping online.

(rou/rou)