Demi Nvidia, Alibaba dan ByteDance 'Pindah' ke Malaysia dan Singapura
Hide Ads

Demi Nvidia, Alibaba dan ByteDance 'Pindah' ke Malaysia dan Singapura

Anggoro Suryo - detikInet
Senin, 01 Des 2025 10:00 WIB
FILE PHOTO: The logo of DingTalk is seen, an offshoot of Alibaba Group Holding Ltd, in Hangzhou, Zhejiang province, China July 20, 2018. Picture taken July 20, 2018.  REUTERS/Aly Song/File Photo
Foto: REUTERS
Jakarta -

Raksasa teknologi China seperti Alibaba dan ByteDance punya taktik baru agar mereka tetap bisa menggunakan GPU Nvidia untuk melatih kecerdasan buatan (AI)-nya, yaitu memindahkan pusat datanya ke luar negeri, terutama di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura.

Langkah ini memungkinkan mereka tetap menggunakan GPU Nvidia kelas premium, namun tetap berada dalam batas aturan ekspor AS.

Menurut laporan Financial Times yang mengutip sumber internal industri, pusat data di Singapura dan Malaysia berubah menjadi hub penting untuk melatih model AI yang bersaing dengan sistem terkuat milik perusahaan-perusahaan Amerika. Proses perpindahan ini diperkirakan semakin intensif sejak April lalu, ketika Amerika Serikat memperketat kontrol terhadap Nvidia H20.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara teknis, perusahaan AI China tidak mengimpor GPU yang dilarang. Yang mereka lakukan adalah menyewa kapasitas komputasi dari operator pusat data non-China yang memiliki fasilitas penuh dengan GPU Nvidia kelas atas.

ADVERTISEMENT

Karena operator tersebut berada di luar wilayah China dan memiliki kendali legal atas perangkat keras, penyewaan kapasitas komputasi ini secara teknis tidak melanggar aturan ekspor AS, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Senin (1/12/2025).

Seorang eksekutif pusat data berbasis di Singapura menggambarkan langkah tersebut sebagai opsi yang bagus bagi perusahaan China yang membutuhkan performa tertinggi tanpa bersinggungan langsung dengan larangan ekspor.

GPU yang digunakan dalam fasilitas ini termasuk chip-chip yang berada di puncak kurva performa pelatihan AI, seperti keluarga H100 dan A100. Aturan AS melarang ekspor langsung chip-chip tersebut ke China, namun tidak melarang pihak ketiga di negara lain untuk membelinya dan menjual aksesnya sebagai layanan cloud.

Kondisi ini semakin menguntungkan perusahaan China setelah aturan tambahan bernama "AI diffusion rule" dibatalkan pemerintah Trump tahun ini sebelum sempat berlaku penuh. Aturan itu seharusnya menutup celah penyewaan GPU di luar negeri untuk pelanggan China, namun pembatalannya membuka jalan lebar bagi strategi latihan AI lewat luar negeri yang kini berkembang pesat.

Dalam setahun terakhir, model Qwen milik Alibaba dan Doubao dari ByteDance merangkak naik ke papan atas benchmark global. Sumber yang memahami pipeline pelatihannya mengatakan sebagian besar latihan skala besar model-model itu kini dijalankan di kluster komputasi luar negeri.

Infrastruktur di pusat data Asia Tenggara disebut memiliki interkoneksi dan kerapatan GPU yang setara dengan fasilitas milik laboratorium AI terbesar di Amerika.

Meski begitu, ada pengecualian signifikan. DeepSeek, perusahaan AI China yang dikenal mengembangkan model berkualitas tinggi dengan efisiensi biaya agresif, disebut masih mengandalkan kapasitas dalam negeri. Perusahaan ini dilaporkan sempat menumpuk GPU Nvidia dalam jumlah besar sebelum aturan ekspor terbaru diperketat, sehingga masih memiliki cukup banyak perangkat keras untuk melatih model raksasa tanpa harus keluar dari China.

DeepSeek juga menjadi salah satu pionir kolaborasi erat dengan produsen chip lokal seperti Huawei. Huawei menempatkan tim teknisi khusus di kantor pusat DeepSeek di Hangzhou untuk mengoptimasi tumpukan perangkat keras dan perangkat lunak generasi berikutnya. Upaya ini dianggap strategis dalam mempercepat adopsi chip AI lokal di kluster latihan China.

Dalam pelatihan LLM berskala besar, perusahaan sangat bergantung pada kluster GPU berperforma tinggi dengan interkoneksi cepat untuk memproses dataset raksasa dan menyinkronkan parameter model di ribuan unit. Untuk beban kerja kritis ini, perusahaan China tetap memilih Nvidia karena performa, kematangan ekosistem, serta kemudahan integrasi, yang secara langsung mengurangi kebutuhan rekayasa tambahan.

Namun setelah model selesai dilatih, tren berubah. Semakin banyak perusahaan China menggunakan chip lokal untuk proses inferensi sehari-hari. Chip-chip ini dirancang untuk efisiensi biaya dan daya, sehingga cocok untuk beban produksi berkelanjutan sambil mengurangi ketergantungan pada perangkat keras impor yang rawan tekanan geopolitik.

Dengan berkembangnya strategi latihan di luar negeri, produksi di dalam negeri, Asia Tenggara kini berada di posisi strategis dalam peta AI global. Pusat data di Singapura dan Malaysia memperluas kapasitasnya untuk menampung penyewa dari China, lengkap dengan rak GPU berkerapatan tinggi dan jaringan berlatensi rendah yang memungkinkan pelatihan model berskala raksasa tanpa perlu perubahan besar pada arsitektur perangkat lunak perusahaan.

Di atas kertas, seluruh perangkat keras di fasilitas tersebut tetap dimiliki dan dikendalikan operator lokal atau internasional. Perusahaan China hanya menyewa layanan. Struktur ini menjaga mereka tetap berada dalam batas aturan ekspor AS yang berlaku, sembari memastikan akses terhadap GPU paling canggih di dunia tidak terputus.




(asj/asj)
Berita Terkait