Trump Goyah, Smartphone dan Barang Elektronik Jadi Bebas Tarif
Hide Ads

Trump Goyah, Smartphone dan Barang Elektronik Jadi Bebas Tarif

Fino Yurio Kristo - detikInet
Minggu, 13 Apr 2025 13:00 WIB
iPhone 16 di Apple Store
Trump Goyah, Smartphone dan Barang Elektronik Jadi Bebas Tarif Foto: Apple
Washington -

Presiden Donald Trump membebaskan smartphone, komputer, dan perangkat serta komponen teknologi lainnya dari ancaman tarif. Hal ini merupakan kabar baik bagi para produsen elektronik yang masih banyak bergantung pada manufaktur di China.

Trump awalnya mengenakan tarif 145% pada produk dari China yang berisiko sangat merugikan raksasa teknologi seperti Apple karena mereka membuat iPhone dan sebagian besar produk lainnya di China.

Dalam panduan terbaru, disebut juga pengecualian tarif impor untuk perangkat dan komponen elektronik lainnya, termasuk semikonduktor, sel surya, layar TV panel datar, flash drive, dan kartu memori.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gedung Putih menyebut pengecualian tersebut dibuat karena Trump ingin memastikan bahwa perusahaan memiliki waktu untuk memindahkan produksi mereka ke AS.

Wakil sekretaris pers Gedung Putih Kush Desai menyebut Trump telah menjelaskan Amerika tidak dapat bergantung pada China untuk memproduksi teknologi penting seperti semikonduktor, chip, smartphone, dan laptop.

ADVERTISEMENT

"Atas arahan Presiden, perusahaan-perusahaan ini berusaha keras untuk memindahkan produksi mereka ke Amerika Serikat sesegera mungkin," kata Desai yang dikutip detikINET dari CNBC.

Pengecualian tersebut merupakan kemenangan bagi perusahaan teknologi seperti Apple. "Ini adalah skenario impian bagi investor teknologi," kata Dan Ives, analis Wedbush Securities, kepada CNBC.

Ia menambahkan bahwa tarif telah menjadi awan hitam bagi teknologi sejak pengumuman tarif oleh Trump, karena tidak ada sektor yang akan lebih dirugikan daripada perusahaan teknologi besar. Harga iPhone dan barang elektronik lainnya terancam naik secara drastis. Namun kini, kebijakan baru itu memastikan harga gadget akan terkendali.

"Saya pikir pada akhirnya para CEO perusahaan teknologi besar berbicara dengan lantang, dan Gedung Putih harus memahami dan mendengarkan situasi bahwa ini akan menjadi malapetaka bagi perusahaan teknologi besar jika diterapkan," kata Ives.




(fyk/afr)