Sebelum data menjadi mata uang yang mendorong pertumbuhan ekonomi, Forum Ekonomi Dunia mulai mengidentifikasinya sebagai sebuah aset di tahun 2011. Satu dekade kemudian, nilai data telah diperkuat, dengan mayoritas bisnis berbasis data menuai keuntungan yang besar selama masa krisis saat ini.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dorongan untuk "menjadi lebih berorientasi pada data" adalah hal yang menonjol dalam rencana pemulihan ekonomi. Dengan diluncurkannya roadmap "Making Indonesia 4.0" oleh pemerintah Indonesia, tujuh industri seperti elektronik dan farmasi diproritaskan untuk mendorong inisiatif digitalisasi.
Hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk menjadi salah satu dari 10 ekonomi terkuat di dunia. Kementerian Pertanian Republik Indonesia juga telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Microsoft pada bulan Februari untuk memberdayakan petani kecil dengan solusi yang berorientasi pada teknologi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Solusi ini akan membantu para petani untuk meningkatkan pendapatan menggunakan terobosan teknologi berbasis cloud, pembelajaran mesin dan analitik canggih.
Inisiatif digitalisasi ini mengharuskan para pelaku bisnis agar memanfaatkan data untuk berkembang dengan lebih baik. Banyak hal yang telah dikatakan mengenai perlunya kemampuan yang kuat dalam analitik dan memang sudah seharusnya demikian. Prinsip inti dari 'manajemen data' juga sama pentingnya, namun masih kurang ditekankan.
Pengelolaan data yang baik pada dasarnya akan berpengaruh pada pengaksesan data yang tepat oleh pengguna pada waktu dan tempat yang sesuai. Untuk melakukannya, bisnis harus memperlakukan data layaknya seseorang yang menangani keuangan mereka.
1. Satukan aset untuk meningkatkan 'net worth'
Organisasi dan perusahaan di Indonesia saat ini dapat terinspirasi dari Bank DBS yang dinobatkan sebagai pemenang peringkat pertama dari 20 bank terkemuka di Indonesia oleh Majalah Forbes. Kepercayaan dan layanan digital merupakan alasan terbesar masyarakat Indonesia memilih bank terbaik.
DBS Indonesia telah memanfaatkan data yang mendorong upaya transformasi digital mereka untuk mewujudkan peluangpeluang baru.4 Saat ini, data telah menjadi sumber kekayaan baru yang berharga bagi sebuah organisasi atau perusahaan.
Dengan memanfaatkan data yang akurat, perusahaan dapat melakukan efisiensi anggaran dan mengambil kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Namun, perusahaan-perusahaan di Indonesia perlu mengatasi data yang tersebar agar dapat sepenuhnya memanfaatkan data. Termasuk dokumen dan kumpulan data tidak terstruktur yang terjebak di PC dan smartphone karyawan, server dan all-flash system di lokasi kantor, pusat data, dan cloud publik seperti AWS, Microsoft Azure, atau Google Cloud.
Proses dasar untuk menyatukan ini harus mencakup persetujuan organisasi, menemukan di mana data disimpan, mendistribusikan data 'unit penyimpanan' yang terhubung dan bekerja sebagai satu sistem, mengatur bagaimana data digunakan, dan memastikan kepatuhan terhadap protokol siber.
Meskipun langkah-langkah ini tampak seperti pekerjaan yang berat, namun hasilnya sangat bermanfaat. Dengan peran teknologi Big Data, semua informasi kesehatan masyarakat Indonesia akan menjadi tersentralisasi. Sehingga data dapat diolah dan dianalisis untuk meningkatkan bidang kesehatan di Indonesia seperti memprediksi penyakit dan mengetahui tingkat kesehatan penduduk di negara tersebut.
Sebagai contoh, penggunaan big data yang dapat ditemukan pada pemerintah Jawa Barat melalui aplikasi PIKOBAR (Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jawa Barat) yang menggunakan data media sosial, sehingga memungkinkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, untuk memantau wilayahnya dengan cepat dalam mencari tahu secara detail data per wilayah yang ada di Jawa Barat.
Untuk mengatasi keterbatasan waktu dan keterampilan internal yang terbatas, pemimpin seperti AstraZeneca telah beralih ke kemampuan perangkat lunak otomatis untuk memastikan penyimpanan data yang terhubung dan memberikan manfaat atau nilai lebih.
Upaya produksi vaksin COVID-19 dipercepat oleh kemampuan perusahaan untuk mengkonsolidasi data dari dua miliar dosis yang digunakan secara bersamaan di seluruh dunia. Hal yang terpenting adalah penggunaan software-driven data fabric di seluruh pusat data AstraZeneca dan beragam cloud yang mereka gunakan.
2. 'Simpan dan ambil' berdasarkan kebutuhan Anda
Ketika suatu perusahaan telah mengembangkan rangkaian penghubung berbagai sumber informasi, mereka harus mulai memperlakukan data yang berada di sumber sumber tersebut bagaikan uang kertas. Kami memperlakukan dan menggunakan uang kertas rupiah nominal Rp100.000 dan Rp2.000 secara berbeda berdasarkan nilainya.
Saat Anda akan membeli barang yang lebih besar, Anda harus memastikan bahwa jumlah yang tepat berada di dompet Anda. Uang tunai dalam jumlah berapapun yang tidak direncanakan untuk digunakan segera disimpan di tempat lain untuk diamankan.
Dengan cara yang serupa, tidak semua data memiliki nilai yang sama. Untuk data yang akan dan sering diakses dalam waktu dekat - atau dikenal sebagai 'hot data' - perlu disimpan di tempat yang mudah diakses. Sedangkan 'cold data' yang tidak digunakan dalam waktu dekat, dapat disimpan di lokasi yang berbeda sampai dibutuhkan kembali.
Terdapat dua alasan untuk hal ini. Pertama, bisnis pasti akan menghasilkan lebih banyak data. Contohnya volume data penyedia layanan kesehatan yang sudah tumbuh sebanyak satu terabyte per hari. Kedua, sama halnya seperti tidak mungkinnya memasukkan seluruh tabungan aktif Anda ke dalam dompet, susunan all-flash system di kantor memungkinkan pengguna untuk mengakses data lebih cepat dengan kapasitas terbatas.
Seperti rekening tabungan, cloud adalah tempat yang lebih masuk akal untuk menyimpan sebagian besar data Anda, dengan perangkat lunak yang memenuhi 'fungsi ATM' untuk menyebarkan informasi di mana pun dan kapan pun diperlukan. Kemampuan ini juga dikenal sebagai tiering technology, yang secara otomatis mengidentifikasi data tidak aktif dan memindahkannya ke unit penyimpanan cloud dengan harga yang terjangkau.
Berikut adalah dua contoh nyata mengenai bagaimana hal di atas diterapkan. Dalam industri kesehatan, catatan pasien tidak akan sering digunakan setelah pasien keluar, tetapi harus disimpan untuk kunjungan di masa mendatang dan untuk memenuhi kepatuhan peraturan. Tiering technology memindahkan data tersebut ke cloud sampai waktunya akan diakses dan dipindahkan kembali.
Di perusahaan media, tim produksi memerlukan akses langsung ke dokumen video, teks, audio, dan grafik untuk membuat berita harian. Manfaat menyimpan 'hot data' di lokasi jika dibandingkan dengan menunggu diunduh melalui internet dari cloud sangatlah jelas. Setelah siklus berita selesai, kemudian menyimpan 'cold data' dalam susunan all-flash system di lokasi dapat diibaratkan seperti menggunakan Aston Martin sebagai bus sekolah.
Selain tidak ada cukup ruang untuk menampung semua orang, hal ini memerlukan biaya yang tinggi tetapi belum tentu optimal dalam mengerjakan tugas tersebut. Sehingga data yang terkait dengan siklus berita yang telah selesai akan dipindahkan ke cloud.
Agar data dapat menunjukkan perannya sebagai mata uang dalam perekonomian mendatang, data harus disimpan secara efisien, mengalir dan terhubung dengan lancar di semua sistem dan media penyimpanan yang digunakan. Meskipun mengelola aset ini sama sekali bukan hal yang mudah, kabar baiknya adalah dengan adanya kompleksitas, maka hadir ketersediaan teknologi canggih lainnya untuk menyederhanakan proses.
Teknologi ini semakin memberdayakan organisasi untuk memanfaatkan bits dan byte data yang mereka butuhkan, sehingga dapat menggali peluang bisnis baru, mempercepat inovasi, dan mengoptimalkan operasional.
*) Penulis adalah Country Manager, Indonesia, NetApp
(fyk/fyk)