Akhir COVID-19, Haruskah Memilih Antara Kesehatan dan Ekonomi?
Hide Ads

Akhir COVID-19, Haruskah Memilih Antara Kesehatan dan Ekonomi?

Aisyah Kamaliah - detikInet
Selasa, 08 Des 2020 17:43 WIB
Ilustrasi keuangan keluarga karena Corona
Ekonomi dan kesehatan, apakah harus pilih salah satu? Foto: Getty Images/iStockphoto/CentralITAlliance


Ekonomi terseok-seok

Dari segi ekonomi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa potensi kerugian industri hiburan mencapai angka lebih dari Rp 100 triliun akibat terpaan COVID-19. Ia menyebutkan, PSBB yang buka tutup mengakibatkan adanya kesulitan untuk bertahan menghadapi era new normal.

Kendati demikian, melalui saluran teleconference, Hariyadi menuturkan bahwa ada jalan tengah untuk keduanya. Untuk memulihkan ekonomi sebenarnya dapat dilakukan dengan sama-sama membangun tingkat kesehatan yang mupuni.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pasti bisa (berjalan bersama --red) ini tergantung bagaimana kita disiplin, bolak-balik didengungkan 3M, 3M, kalau dijalankan itu tidak akan jadi masalah. Kalau kita melakukan dengan baik bisa kita atasi. Di Indonesia, sebagian disiplin, sebagian abai itu sulitnya," ucapnya kepada detikINET.

Ia mengambil contoh Swedia dan Turki yang dirasakan berhasil menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin. Turki sendiri bahkan menyediakan dua rumah sakit khusus turis dan Hariyadi beranggapan kita bisa mencontoh langkah tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kami akan mengawasi, dalam pengawasan itu kita akan melihat kalau pengunjung tidak disiplin akan kami tegur, kalau ngeyel terpaksa dengan tegas akan kami usir," tuturnya.

Tony Sumampau Owner dan President Commissioner of Taman Safari Indonesia Group juga turut memberikan komentarnya. Ia beranggapan ekonomi dan kesehatan tetap bisa berjalan bersamaan. Menurutnya, tempat hiburan yang selama ini dianggap sebagai potensi cluster penyebaran Sars-CoV-2 ini justru termasuk tempat yang paling ketat menerapkan protokol kesehatan. Protokol kesehatan termasuk di dalamnya pemeriksaan suhu dan tempat duduk yang dibatasi.

"Kita termasuk terketat dibanding Malaysia dan negara lain, terutama untuk Jakarta, taman-taman hiburannya anak 9 tahun ke bawah tidak boleh berkunjung padahal anak-anak yang butuh hiburan, sangat memberatkan," kata Tony. Lebih lanjut, ia mengatakan belum ada bukti penyebaran COVID-19 lebih tinggi di tempat rekreasi, dibandingkan di kantor-kantor.