Mesin CEIR Penuh, Mito: Kami Kena Resesi Lebih Cepat
Hide Ads

Mesin CEIR Penuh, Mito: Kami Kena Resesi Lebih Cepat

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Sabtu, 10 Okt 2020 10:24 WIB
Aturan IMEI segera diimplementasikan pada 24 Agustus 2020 untuk suntik mati ponsel BM alias black market di Indonesia.
Ilustrasi IMEI Ponsel. Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Mito, vendor ponsel Indonesia, mengeluhkan sejumlah ponselnya yang sudah beredar di pasaran terblokir dan tak bisa mendapat layanan seluler.

Tak cuma itu, mulai 15 September lalu, semua Tanda Pendaftaran Produk (TPP) mereka tak bisa masuk ke dalam mesin Centralized Equipment Identity Register (CEIR).

"Ini sangat berdampak terhadap kelangsungan industri kami. Kami bisa terkena resesi lebih cepat jika system ini tidak cepat diperbaiki. Padahal ponsel kami resmi. Semestinya tidak terblokir," ungkap Hansen, CEO Mito Mobile.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hansen pun mengkhawatirkan akan adanya badai resesi di industri ponsel. Ia berharap pihak terkait segera memberikan solusi terhadap masalah CEIR ini, karena terblokirnya ponsel resmi dan IMEI ponsel baru yang tak bisa didaftarkan adalah pertaruhan hidup matinya industri ponsel, termasuk Mito.


"Saya kira kejadian tersebut tidak hanya dialami oleh Mito, saya dengar kawan-kawan brand nasional lainnya mengalami problem yang sama. Jangan biarkan kami masuk ke jurang resesi lebih cepat. Jadi kami sangat berharap sekali pihak terkait untuk secepatnya mengatasi persoalan ini," keluh Hansen.

ADVERTISEMENT

Regulasi pemblokiran ini menurut Hansen dibuat dengan tujuan menumbuhkan industri ponsel, bukan malah menimbulkan masalah baru untuk industri. Karenanya harus dibarengi dengan kesiapan infrastruktur yang memadai.

Sebagaimana diketahui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui sistem CEIR sebagai pusat pengolahan informasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) hampir penuh.

Sementara itu Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin Dini Hanggandari memaparkan berdasarkan Permenperin No 108 Tahun 2012, pelaku usaha wajib memasukan data realisasi TPP impor maupun TPP produksi untuk diupload ke dalam sistem CEIR.

"Namun, saat ini kami belum mendapatkan realisasi TPP tersebut sehingga TPP yang ada selama ini sudah kami masukkan ke dalam sistem CEIR. Akibatnya, CEIR menjadi penuh dan dikhawatirkan akan down karena terlalu banyak (data)," jelasnya.

Sementara itu Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendesak pihak pemerintah untuk benar-benar lebih serius menjalankan aturan yang sudah dibuat. Jangan sampai ada kesan lemah dalam hal implemtasi sehingga merugikan konsumen dan industri.

"Mesin CEIR tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Kemkominfo dan Kemenperin, kalau penuh harus ditambah kapasitasnya dong. Jangan menghambat ekonomi dan hak konsumen. Katanya ingin agar pertembuhan ekonomi meroket. CEIR sebagai salah satu infrasukturnya. Jadi pihak regulator harus tanggung jawab regulator untuk mengupgrade kapasitasnya," ungkap Tulus.




(asj/asj)