Raksasa Teknologi China Berbondong ke Singapura, Kenapa?
Hide Ads

Raksasa Teknologi China Berbondong ke Singapura, Kenapa?

Fino Yurio Kristo - detikInet
Rabu, 16 Sep 2020 14:40 WIB
abstract merlion in morning of fall season - can use to display or montage on product
Kota Singapura. Foto: Thinkstock
Singapura -

Singapura tampaknya ketiban untung setelah berbagai raksasa teknologi China memilih negara tetangga itu sebagai salah satu markas besar. Pertimbangannya adalah keunggulan Singapura, aksi agresif India dan Amerika Serikat pada aplikasi China serta memudarnya reputasi Hong Kong.

Setelah Alibaba Group Holding dan induk TikTok, ByteDance, berencana membangun pusat operasinya di Singapura, kini giliran Tencent menyusul. Manajemen Tencent telah berbicara dengan otoritas Singapura mengenai niat tersebut.

Seperti dikutip detikINET dari South China Morning Post, publisher PUBG Mobile dan aplikasi messaging WeChat itu tengah mempertimbangkan untuk memindahkan sebagian operasi bisnis keluar China. Nah, Singapura pun menjadi tujuan mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para raksasa teknologi China memang belakangan makin melirik kawasan Asia Tenggara di saat Amerika Serikat, India dan beberapa negara lain kian ketat mengawasi mereka. India telah melarang PUBG besutan Tencent sampai TikTok karena alasan keamanan nasional. Sedangkan AS mengancam akan mencekal TikTok dan WeChat jika tidak dijual ke perusahaan setempat.

Adapun Asia Tenggara merupakan pasar besar dengan 650 juta pengguna smartphone sehingga amat potensial. Singapura khususnya menarik perhatian tidak hanya bagi perusahaan China, tapi juga perusahaan barat karena sistem keuangan dan hukum mereka yang maju.

ADVERTISEMENT

Sebenarnya ada Hong Kong sebagai alternatif karena kawasan ini mirip dengan Singapura kemajuan maupun infrastukturnya. Akan tetapi Hong Kong dinilai makin tidak ramah di mana sering terjadi demonstrasi sebagai protes cengkeraman China yang makin kuat.

Sebelumnya, ByteDance telah berencana menggelontorkan beberapa miliar dolar ke Singapura dan membuka ratusan lapangan kerja dalam periode tiga tahun. Sementara Alibaba telah menghabiskan USD 4 miliar demi mengambil kontrol penuh Lazada, yang berbasis di Singapura.




(fyk/afr)