GfK: Pasar Ponsel Indonesia Minus 4% Gegara Pandemi
Hide Ads

GfK: Pasar Ponsel Indonesia Minus 4% Gegara Pandemi

Adi Fida Rahman - detikInet
Senin, 14 Sep 2020 18:34 WIB
Toko Smartpone
GfK: Pasar Ponsel Indonesia Minus 4% Gegara Pandemi (Foto: Shutterstock)
Jakarta -

Pandemi COVID-19 telah memukul pasar ponsel di Indonesia. Sepanjang tujuh bulan pertama 2020 pertumbuhannya minus 4%.

Demikian hasil laporan lembaga riset GfK terkait pasar ponsel di Asia Pasifik. Kondisi pasar Indonesia, setidaknya sedikit lebih baik dari negara tetangga.

Thailand mencatat pertumbuhannya minus 7%. Paling parah Singapura dan India, kedua negara ini mencatat pertumbuhan minus 42%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

GfK hanya mencatat satu negara yang tidak mengalami minus. Negara tersebut adalah Taiwan dengan angka pertumbuhan 1%.

Sebagai negara pertama yang terserang COVID-19, pasar ponsel China mampu pulih lebih cepat. Hanya saja pertumbuhannya masih minus 15%. Tapi ini sedikit lebih baik ketimbang Korea Selatan di angka minus 17% dan Jepang minus 33%.

ADVERTISEMENT

Secara keseluruhan GfK mencatat sepanjang Januari hingga Juli 2020 nilai pasar ponsel cerdas Asia Pasifik sebesar USD 119 miliar, turun 20% atau selisih USD 30 miliar dari periode yang sama tahun lalu.

Total ada 329 juta ponsel yang dibeli konsumen di kawasan ini. Angka tersebut 97 juta unit lebih sedikit dari 2019.

"Pasar ponsel cerdas di kawasan ini terpukul paling parah pada kuartal kedua ketika banyak negara di sini menerapkan lockdown. Kami melihat berdasarkan berbagai kategori yang dilacak, konsumen mulai membeli lebih banyak produk yang mendukung aktivitas di rumah aja (kerja, memasak, hiburan), dan menjauh dari gadget yang terkait dengan mobilitas seperti smartphone dan wearable," kata Alexander Dehmel, Market Insights Lead APAC di GfK.

Namun ada kabar baik. Maraknya pandemi dan dampak negatifnya terhadap perekonomian tampaknya tidak menyurutkan antusiasme konsumen terhadap smartphone 5G, khususnya di China dan Korea. GfK mendapati penetrasi volume yang kuat dari bulan ke bulan berturut-turut dari smartphone 5G hingga mencapai 51% dan 40% di China dan Korea masing-masing pada bulan Juli. Pasar lain di Asia Pasifik yang mencatat penyerapan kuat adalah Hong Kong di mana lebih dari satu dari setiap empat (29%) smartphone yang terjual pada bulan Juli telah mengaktifkan 5G.

"Meskipun hanya enam pasar di kawasan ini yang mulai meluncurkan layanan 5G, satu dari lima (21%) dari total penjualan ponsel cerdas di seluruh Asia Pasifik, atau hampir 62 juta ponsel cerdas yang terjual dalam tujuh bulan pertama telah mengaktifkan 5G," kata Dehmel.

Temuan menarik lainnya adalah bahwa pandemi telah mengubah pengeluaran konsumen untuk smartphone. Temuan di pasar APAC dari paruh tahun tahun ini ada peningkatan popularitas model di segmen entry dan low hingga mid-range yang menawarkan fitur lengkap dengan harga terjangkau.

Sementara segmen harga yang paling dominan di pasar negara berkembang Asia Pasifik masih di kisaran USD 100 - 200, yang menyumbang 56 persen dari total pangsa pasar, perubahan nyata terlihat di pasar negara maju dari segmen harga USD 800 menjadi USD 400-600.

"Kami mengharapkan adanya pemulihan pada kuartal penutupan hingga 2021, dengan asumsi situasi Covid-19 membaik dan tetap terkendali di pasar lokal," kata Dehmel. "Pasar ponsel cerdas di kawasan ini harus kembali ke jalur pertumbuhan pada paruh kedua tahun 2021, sebagian besar didorong oleh perangkat 5G yang sangat dinantikan dan akan secara progresif diluncurkan ke pasar-pasar utama 5G dengan harga yang lebih terjangkau untuk diadopsi secara massal," pungkasnya.




(afr/fay)