Open Banking, Potensi Industri Finansial Dengan Teknologi Cloud
Hide Ads

Kolom Telematika

Open Banking, Potensi Industri Finansial Dengan Teknologi Cloud

Tan Wijaya - detikInet
Sabtu, 29 Agu 2020 19:30 WIB
An illustration picture shows a projection of binary code on a man holding a laptop computer, in an office in Warsaw June 24, 2013. REUTERS/Kacper Pempel/Illustration/File Photo
Ilustrasi. Foto: Reuters/Kacper Pempel
Jakarta -

Open Banking diharapkan dapat membawa perubahan mendasar pada industri jasa keuangan. Sejak tahun 2018, negara-negara di dunia telah bergerak menuju model open banking, yang memungkinkan pelanggan dan bisnis untuk berbagi data keuangan mereka dengan pihak ketiga seperti bank lain dan fintech. Pendekatan seperti ini bisa menggantikan model tradisional dengan ekosistem tertutup yang biasa digunakan oleh perbankan saat ini.

Pergeseran yang tak terhindarkan ini memiliki potensi untuk memberikan kendali lebih besar kepada pelanggan dan mendorong pasar menjadi lebih kompetitif dalam hal penyelenggaraan barang dan jasa keuangan. Kondisi seperti ini memunculkan peluang besar bagi industri jasa keuangan untuk mengembangkan produk dan layanan baru sehingga dapat memberikan pengalaman yang berbeda dan lebih baik kepada pelanggan.

Di samping sejumlah tantangan yang ada, hal paling penting yang perlu diperhatikan dalam transformasi ini adalah bagaimana data pelanggan disimpan dan dibagikan. Oleh karena itu, evolusi ke model hybrid cloud menjadi lebih krusial agar bisa lebih fleksibel sembari tetap menjaga keamanan dengan andal. Terutama pada industri yang tergolong rentan terhadap serangan siber seperti industri jasa keuangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan laporan IBM mengenai Cost of Data Breach 2020 , kerugian yang dialami industri jasa keuangan akibat pelanggaran data mencapai USD 5,85 juta. Pelanggaran yang terjadi pada umumnya adalah pelanggaran akibat pencurian kredensial (19%), kesalahan konfigurasi pada cloud (19%), dan rentannya software dari pihak ketiga (16%).

Saat ini, beberapa bank global, seperti Bank of America, MUFG, dan BNP Paribas telah memutuskan untuk bergabung dan mengadopsi solusi cloud. Di samping private cloud yang telah sukses digunakan untuk menampung sebagian besar beban kerja selama ini, kini bank juga memberikan kontrol pada public cloud untuk mengoperasikan data sensitifnya secara aman dengan kerangka kerja yang akan terus diperbarui untuk mengatasi setiap tantangan industri.

ADVERTISEMENT

Akankah COVID-19 memperlambat perpindahan ke Open Banking?

Berdasarkan penelitian dari Emerging Payments Association Asia (EPAA), pada Februari tahun ini lebih dari setengah (27 dari 51) pasar di Asia Pasifik sudah terlibat dalam open banking. Beberapa negara lebih aktif dibandingkan negara lain dalam membangun dasar yang kuat untuk adopsi penuh dari open banking ini. Negara tetangga kita, Singapura, saat ini merupakan pemimpin dan juga negara yang paling dulu mengadopsi open banking di kawasan Asia Pasifik. Sedangkan Indonesia saat ini masih masuk dalam kategori negara dengan perkembangan adopsi yang cenderung lambat.

Namun, pada kuartal pertama tahun 2020, Bank Indonesia mendorong industri untuk mengembangkan open banking dalam kerangka sistem pembayaran di Indonesia melalui keterlibatan penyusunan Standar Open API (Application Programming Interface) dan keterhubungan (interlink) antara bank dengan financial technology (fintech).

Mengingat dunia telah berubah drastis sejak adanya pandemi COVID-19, lalu bagaimana Indonesia menghadapi tantangan dalam mewujudkan masa depan dengan open banking?

Setelah adanya pandemi COVID-19, organisasi harus merencanakan ulang prioritas mereka agar bisa bertahan di tengah pandemi dengan mempercepat transformasi digital secara lebih luas. Pergeseran dari layanan perbankan fisik atau in-store ke layanan digital telah membuat banyak perusahaan memperluas jejak digitalnya agar lebih mudah terhubung dengan pelanggan.

Di saat pemerintah mengumumkan relaksasi pembatasan sosial dan kantor cabang perbankan mulai dibuka kembali, bank tidak bisa serta merta beroperasi seperti sebelum adanya pandemi. Lembaga jasa keuangan perlu memanfaatkan langkah yang sudah diambil secara optimal dan melanjutkan transformasi digitalnya agar memastikan mereka siap untuk menyambut dunia open banking.

Harapan baru pelanggan dan mitra yang menuntut platform yang tepat

Sebagai contoh, lembaga jasa keuangan harus siap untuk pelonggaran regulasi dan siap untuk beroperasi dengan kerangka peraturan baru yang telah ditetapkan.

Lembaga jasa keuangan juga perlu mengantisipasi perubahan pasar yang tak terhindarkan pasca COVID-19, karena akan semakin banyak pelanggan yang mengakses layanan mereka secara online. Adopsi digital sudah mulai meluas di berbagai industri, dan pelanggan berharap bisa berinteraksi langsung secara online dengan lembaga jasa keuangan, seperti halnya penyedia layanan lainnya.

Model Hybrid cloud untuk menyeimbangkan keamanan dan kelincahan

Bahkan sebelum adanya COVID-19, kami memiliki penelitian yang menunjukkan bahwa bank adopsi digital membuat mereka lebih unggul dalam hal pendapatan dan efisiensi operasional dibandingkan pesaingnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa 88 persen atau bahkan lebih dari bank yang unggul cenderung mengadopsi hybrid cloud ke dalam strategi bisnisnya secara keseluruhan.

Saat pelaku pasar banyak bergerak menuju open banking, hybrid cloud akan menjadi semakin relevan seiring dengan percepatan digitalisasi yang semakin pesat. Jadi, apa pertimbangan terbesar yang harus mereka perhatikan pada model hybrid cloud untuk masa depan open banking setelah COVID-19?

Lingkungan hybrid dan multi-cloud memberikan fleksibilitas dan kapasitas yang besar kepada para penyedia jasa keuangan, sekaligus kemampuan memproses data dalam jumlah besar secara real-time. Pendekatan hybrid cloud memungkinkan lembaga jasa keuangan memanfaatkan public cloud untuk berinovasi dengan cepat dan menjawab kebutuhan pelanggan digital, sambil terus mendukung data dan beban kerja di lingkungan jaringan yang berbeda.

Keamanan dan kepatuhan

Untuk memindahkan pekerjaan yang sangat penting dan data sensitif ke public cloud, dibutuhkan keamanan (security) dan kepatuhan (compliance) yang andal sehingga memenuhi kebutuhan spesifik industri jasa keuangan. Misalnya, end-to-end data encryption, termasuk kemampuan "keep your own key" (KYOK), tersertifikasi FIPS 140-2 Level 4, memberikan kemampuan pada lembaga jasa keuangan untuk mempertahankan kendali atas kunci enkripsinya, serta modul keamanan perangkat keras yang melindunginya.

Platform cloud harus terus dikembangkan agar bisa menjadi yang terdepan dalam menghadapi perubahan, terutama dalam hal kepatuhan, apalagi mengingat persyaratan peraturan yang selalu berubah di setiap negara. Dengan memperbaharui kerangka kerja kebijakan layanan jasa keuangan secara berkala dan memastikan kepatuhan yang konsisten di seluruh public cloud, bank bisa mengurangi biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk memastikan penyelenggaraan layanan sesuai dengan kepatuhan secara berkelanjutan.

Open collaboration dan standard

Organisasi harus siap melakukan spesialisasi di sektornya serta bermitra dengan fintech dan start-up, termasuk entitas non-perbankan, agar bisa berkontribusi dalam pembuatan platform berbasis ekosistem. Sebagaimana cloud telah menjadi platform penting yang memungkinkan bisnis untuk bertransformasi dengan cepat saat krisis COVID-19, organisasi harus memastikan keamanan API serta kegiatan berbagi data di seluruh ekosistem terbuka dan mendukung kolaborasi.

Ada sejumlah rintangan yang mungkin akan dihadapi secara langsung oleh pelaku industri jasa keuangan terkait interoperabilitas lintas batas, terutama pasca-COVID-19 ini. Dalam survei yang dilakukan oleh EPAA pada tahun 2019, 45% menganggap interoperabilitas lintas batas dalam open banking menjadi sangat penting.

Meski begitu, dalam jangka panjang, open banking akan menawarkan kemampuan lintas batas yang lebih besar. Maka, akan muncul kebutuhan akan keamanan data, ketahanan, dan kemampuan untuk mematuhi berbagai peraturan. Meskipun saat ini tidak ada standar open banking yang universal di Asia Pasifik, organisasi perlu mempertimbangkan solusi cloud berdasarkan standar terbuka dibandingkan dengan standar kepemilikan.

Inovasi dari dalam

Inovasi teknologi ini tidak hanya bisa meningkatkan pengalaman pelanggan, produk, dan solusi. Solusi hybrid cloud juga memungkinkan kelincahan internal yang lebih baik, sehingga perusahaan bisa lebih mudah beradaptasi dengan budaya organisasi dan cara kerja baru dengan bantuan teknologi.

Saat ini, banyak perusahaan dan lembaga jasa keuangan tengah melewati hal-hal menantang yang dibawa pandemi COVID-19, dan mereka harus kembali berfokus untuk meletakkan landasan open banking. Bagaimana mereka bisa memanfaatkan peluang ke depannya, akan menentukan kesiapan pelaku pasar dalam menghadapi pergeseran ekonomi yang terjadi di seluruh dunia. Untuk itu, perlu dibuat peta jalan yang mumpuni dan jelas untuk mempercepat transisi menuju cloud agar bisa memanfaatkan peluang tersebut secara optimal.

* penulis adalah President Director of IBM Indonesia




(fyk/fyk)