Seperti yang disampaikan oleh CEO Blibli Kusumo Martanto, aturan tersebut harus memperhatikan kesiapan dari produk lokal bila pada suatu saat nanti akan kebanjiran permintaan.
"Produk lokal itu nggak banyak tetapi ini semua stakeholdernya sudah siap belum? Misalkan platform siap, produsennya siap juga tidak?," ujar Martanto ditemui di Kantor Pos Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (1/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kusumo menjelaskan bahwa penjualan produk impor di platform-nya itu bukan Blibli yang melakukannya secara langsung dari luar negeri. Kemudian ada pertanyaan apakah produk impor yang dimaksud dalam aturan ini diproduksi di dalam negeri atau langsung dikirim dari luar Indonesia.
"Misalnya merek ponsel di Indonesia itu paling ada tiga (merek), sisanya itu semua impor yang kita tahu," sebutnya.
Selain soal kekhawatiran tidak siapnya produk lokal memproduksi jumlah banyak dalam waktu singkat, Kusumo mencemaskan terhadap e-commerce yang langsung memberikan jalur penjualan dari luar negeri.
"Yang kami takutin apabila e-commerce impor langsung barang-barang dari luar negeri tetapi nggak urusan dengan produk yang sudah ada di Indonesia. Itu serem tuh. Itu pasti ada tapi kan saya nggak bisa ngomong ya," ungkap dia.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memiliki wacana untuk membuat rancangan yang isinya mengatur kebijakan komposisi keharusan produk lokal yang harus dijual oleh e-commerce. Rancangan ini mengacu dari kebijakan yang sudah diterapkan di sektor ritel.
Seperti yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahya Widayanti, dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 70 dipersyaratkan ritel harus menjual produk lokal 80%. Sementara produk asing 20%. Rencananya, kebijakan ini juga akan diterapkan di sektor e-commerce. (agt/fyk)