Hal tersebut dibeberkan oleh hasil survei yang dilakukan oleh lembaga peneliti Black Duck Software dan North Bridge. Menurutnya adaptasi software open source oleh pelaku bisnis awalnya hanya berkisar di angka 42% pada tahun 2010.
Namun seiring waktu, pergeseran signifikan terjadi. Sebab per tahun 2015, adaptasi software open source melonjak signfikan hingga 78%. Bahkan sebagian bisnis telah menggunakan software berbasis open source untuk keseluruhan operasionalnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil laporan ini pun lantas ditegaskan oleh eksistensi Android. Saat ini sistem operasi berbasis open source tersebut telah mendominasi hingga 90% populasi smartphone di dunia. Sementara di kelas korporasi, solusi open source seperti Linux, Apache, PHP, dan FreeBSD diklaim makin sering dilirik.
Di platform database, PostgreSQL juga mulai berkembang sebagai alternatif. Selain menyodorkan fleksibilitas, keunggulan yang juga ditawarkan penerapan PostgreSQL terletak pada potensi penghematan biaya hingga miliaran rupiah.
Pasalnya penggunaan lisensi yang permisif membuat bisnis tak perlu mengeluarkan biaya seperti ketika memakai software non open source berlisensi restriktif.
Sebagai informasi, sebuah platform database populer bisa memungut biaya lisensi sebesar USD 22.500 per core. Apabila sebuah perusahaan memerlukan 36 core untuk menjalankan sistem database-nya, maka mesti mengeluarkan biaya modal atau capital expenditure (Capex) senilai USD 810 ribu atau sekitar Rp 10,8 miliar (USD 1 = Rp 13.300) hanya untuk membeli lisensi.
"(Namun) penerapan database PostgreSQL di kelas enterprise menuntut penanganan tenaga ahli dan professional, agar performa perusahaan yang menggunakan sistem ini dapat sebanding dengan sistem database berbayar" , jelas Julyanto Sutandang, CEO PT Equnix Business Solutions, melalui keterangannya, Kamis (20/7/2017).
(yud/yud)