Nakhoda Uber Itu Akhirnya Menyerah
Hide Ads

Nakhoda Uber Itu Akhirnya Menyerah

Fino Yurio Kristo - detikInet
Rabu, 14 Jun 2017 12:11 WIB
Travis Kalanick. Foto: GettyImages
Jakarta - Pendiri dan CEO Uber Travis Kalanick memutuskan cuti dari perusahaan dalam waktu yang belum ditentukan. Ia akhirnya menyerah dan menilai perusahaan untuk saat ini akan lebih baik tanpa dirinya.

"Aku perlu pergi untuk sementara untuk mengenang ibuku, untuk berfleksi, untuk memperbaiki diriku. Jika kita akan menjadi Uber 2.0, aku juga perlu menjadi Travis 2.0 untuk menjadi pemimpin yang pantas bagi kalian dan perusahaan ini," tulisnya pada karyawan Uber.

"Tanggung jawab penuh berada di pundakku. Ada banyak yang bisa dibanggakan tapi ada banyak pula yang harus diperbaiki," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepergian Kalanick memang diperlukan dan direkomendasikan, mengingat beragam kontroversi selama masa kepemimpinannya yang membuat internal Uber semrawut. Dan juga sikapnya yang kadang meledak dinilai harus diperbaiki.

"Kekuatan dan kelemahan terbesar Travis adalah dia akan berlari kalau perlu sampai menerobos tembok untuk mencapai tujuannya. Itulah deskripsi terbaik tentang dia," sebut investor terkenal Mark Cuban yang dikutip dari BBC.

Kepergian Kalanick pun jadi momentum perbaikan internal di Uber. "Meskipun perubahan tidak akan terjadi dalam semalam, kami berkomitmen untuk membangun lagi kepercayaan dengan karyawan, penumpang dan pengemudi kami," sebut Liane Hornsey, Chief of Human Resources Uber.

Banyak memang praktik perusahaan Uber yang kurang sehat terekspos ke publik. Dari kultur perusahaan yang katanya merendahkan wanita sampai membuat teknologi agar mobil Uber bisa beroperasi ilegal, lolos dari kejaran aparat. Di Amerika Serikat, reputasi Uber sedang kurang baik. Belum lama ini, 20 pegawai dipecat karena kasus pelecehan dan sebagainya.

"Persepsi merek mereka sungguh buruk. Konsumen pada saat ini tidak menoleransi sikap mengerikan oleh merek meskipun produknya baik," sebut Cindy Gallop, pengamat merek yang dikutip detikINET dari Business Insider.

Jadi, Uber memang dinilai perlu bekerja keras memperbaiki perusahaan mereka. Apalagi statusnya sebagai perusahaan startup terbesar dunia dengan valuasi lebih dari USD 60 miliar, tidak seharusnya terpuruk hanya karena masalah internal. (fyk/fyk)
Berita Terkait