Kepada detikINET, Co-Founder sekaligus Chief Financial Officer (CFO) Go-Jek Kevin Aluwi mengakui Grab merupakan pesaing terberat Go-Jek saat ini. Ketika Grab turut menghadirkan layanan ojek online di Indonesia, Go-Jek pun ketar-ketir. Makin pusing ketika perusahaan asal Malaysia itu menghadirkan tarif subsidi.
"Cukup pusing, karena jujur kami tidak pernah mau bersaing dengan cara ini. Tapi akhirnya terpaksa (mengikuti)," ungkap Kevin ketika ditemui di kantor Go-Jek di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak ada mental menciptakan strategi bisnis berbasis subsidi. Mereka yang masuk dengan stategi tersebut," tutur pria kelahiran Jakarta, 1 Sepetember 1986 silam ini.
Kevin mengatakan sepak terjang Grab di Indonesia memang cukup agresif. Strategi subsidi besar-besaran yang dilakukan perusahaan asal Malaysia itu demi memenangkan pasar Indonesia.
"Kita tahu mereka ditargetkan investor gila banget. Karena ketika loe berada di posisi kedua tekanannya besar banget. Loe benar-benar dipacu oleh investor untuk menjadi nomor satu," jelas pria lulusan University of Southern California.
Adanya perang tarif antara Grab, memberi dampak negatif dan positif bagi Go-Jek. Dampak negatifnya membuat persaingan jadi tidak sehat. Go-Jek terpaksa berdarah-darah agar tetap bertahan disengitnya persaingan.
Namun dampak positifnya, Go-Jek mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dan membawa layanan mereka menjadi nomor satu di tanah air.
"Kami bersyukur juga berkat mereka, Go-Jek menjadi nomor satu. Tapi ya kami tetap waspada," klaim Kevin.
Lebih lanjut dikatakannya, perang harga di layanan ojek online akan segera usai. Pasalnya ia melihat kondisi industri teknologi di seluruh dunia mulai mengurangi strategi subsidi dan marketing yang agresif. Hal tersebut guna mengejar jalan agar sustainable dan tidak rugi lagi.
"Kita sudah memasuki periode di mana ada adjustment untuk pesaing bisnis yang lebih sehat," jelas pria pengemar game Dota dan Counter Strike ini.
Kevin menyadari ketika Go-Jek mengembalikan tarif menjadi normal kembali, akan ada konsekuensi yang harus dibayar. Konsekuensi tersebut adalah penurunan jumlah pengguna layanan. Namun demikian, pihaknya tak lantas khawatir akan hal tersebut.
"Kami sudah beberapa kali mengubah tarif, kita melihat beragam reaksi konsumen. Ada yang tidak lagi pakai dan memilih opsi lain. Tapi sebagian besar masih loyal terhadap Go-Jek," pungkasnya. (afr/rou)











































