Ini Bedanya Ojek Online vs Ojek Pangkalan versi Menteri Jonan
Hide Ads

Ini Bedanya Ojek Online vs Ojek Pangkalan versi Menteri Jonan

Achmad Rouzni Noor II - detikInet
Jumat, 18 Des 2015 08:30 WIB
Jakarta - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan angkat bicara untuk meluruskan tudingan diskriminasi perlakuan antara ojek online dengan ojek pangkalan. Menurutnya, ini yang membedakan antara keduanya.

"Aplikasi online itu sistem reservasi. Sementara ojek pangkalan selalu dianggap sebagai kegiatan non-transportasi publik," kata Jonan kepada detikINET, Jumat (18/12/2015).

Ia pun menegaskan, Go-Jek, GrabBike, dan usaha transportasi berbasis aplikasi online sejenisnya, boleh saja kembali beroperasi asalkan mereka mau memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Kementerian Perhubungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Grab Taxi atau apapun namanya boleh saja, sepanjang kendaraannya memiliki izin sebagai transportasi umum (berpelat kuning), termasuk harus di KIR. Jadi, silakan mengajukan ke dinas perhubungan setempat," papar mantan orang nomor satu di PT KAI ini.

Maraknya transportasi pelat hitam berbasis aplikasi online membuat Kementerian Perhubungan mengambil langkah. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, JA Barata menyebut pelarangan tersebut murni karena pertimbangan safety atau keselamatan transportasi.

Untuk kasus seperti Go-Jek dan ojek sejenis, Barata menyebut perusahaan ojek online yang sedang menjamur sudah memproklamirkan sebagai angkutan penumpang. Padahal roda dua tidak termasuk sebagai angkutan penumpang karena kendaraan roda dua dinilai paling rawan dari sisi keamanan.

"Go-Jek Cs sudah memproklamirkan sebagai angkutan penumpang. Padahal dalam UU LLAJ, jelas disebutkan kendaraan roda dua tidak masuk ke dalam angkutan penumpang. Jadi dia tidak boleh dipakai untuk transaksi atau berbayar," ucap Barata.

Sementara Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis mengatakan pelarangan beroperasi tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.

"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya.

Seperti diberitakan, Djoko mengatakan surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia. Dia menjelaskan pengoperasian ojek dan uber taksi tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

"Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," katanya.

Djoko mengaku pihaknya tidak masalah dengan bisnis startup digital, namun menjadi bermasalah apabila menggunakan angkutan pribadi untuk angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum.

"Apapun namanya, pengoperasian sejenis, Go-Jek, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang," katanya.

(rou/rou)
Berita Terkait