Menurut Dimitri Mahayana, Chairman Sharing Vision, dengan jumlah ATM yang akan segera atau bahkan telah menyalip 50.000 unit, bisnis ATM belum juga mencapai saturasi (titik jenuh).
"Beberapa bank mulai merasakan perlunya mengoptimasi ATM dengan cara menempatkan lokasi yang optimal dan memberikan layanan yang sebaik mungkin," kata Dimitri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mesin ATM di daerah memang tergolong masih sedikit, diperkirakan masih dibutuhkan sekitar 300.000 mesin ATM di Indonesia.

Di sisi lain, mesin ATM pun diharapkan dapat hadir dengan sejumlah inovasi. Misalnya kehadiran 'ATM berbicara' (talking ATM) yang telah dijajal Standard Cartered untuk memudahkan penggunaan bagi kalangan tunanetra.
Selain itu ada juga inovasi multicurrcency ATM alias ATM yang bisa memberikan layanan lebih dari satu mata uang dan telah dijalankan oleh Myanmar Foreign Trade Exchange Bank (empat mata uang: US dolar, poundsterling, euro, hongkong dolar), hingga biomteric ATM iris, fingerprint, dan palm vein.

Bisnis EDC (Electronic Data Capture) juga diyakini semakin maju. Namun, lanjut dosen ITB itu, penggunaan EDC ke arah branchless banking masih menunggu kepastian regulasi.
Di sisi lain, SMS dan Mobile Banking juga melaju pesat. Tidak hanya bank-bank besar yang memiliki SMS dan Mobile Banking. BPD dan bahkan BPR pun telah mulai memiliki layanan ini.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Sharing Vision di Bandung mengindikasikan antusiasme UKM (Usaha Kecil Mikro) dalam menggunakan internet banking.
"Internet banking akan segera menjadi mainstream bagi UKM. Dan mungkin in the near future (2014, 2015 dan seterusnya) internet banking akan menjadi mainstream bagi pelanggan individu perbankan," lanjut Dimitri.


Bahkan di luar negeri, sudah mulai bermunculan pure online bank. Yaitu bank yang murni online dan tidak memiliki keberadaan cabang fisik sama sekali. Namun di Indonesia, bank model ini tampaknya masih jauh dari kenyataan.
Pun demikian, revolusi e-channel diprediksi Dimitri akan merambat ke berbagai layanan publik. Pembayaran utility (listrik, air ,telepon), pembayaran pulsa telekomunikasi, pembayaran sekolah, pembayaran hotel hingga layanan e-payment untuk pembayaran layanan kepelabuhanan semua akan bertransformasi ke dalam layanan e-channel.
Indikasinya, per Oktober 2012, Garuda Indonesia telah memberlakukan kebijakan airport tax include ke dalam harga tiket. Maksudnya, tiket dan airport tax jadi satu untuk penerbangan domestik. Namun nilai pajak tetap (Rp 40 ribu), dan maskapai lain pun siap untuk melakukan hal serupa.
Sementara Pelindo II meluncurkan ILCS (Indonesia Logistic Community System) untuk menyediakan switching untuk one-gate-payment bagi seluruh kegiatan logistik di Indonesia. Layanan ini meliputi port community system, domestic manifest, serta tracking dan tracing system.
"Dalam bidang micropayment, pelanggan e-money di Indonesia 2013 akan melebihi 15 juta pelanggan. Namun, dari sisi jumlah transaksi tampaknya masih tidak signifikan," jelas Dimitri.
Ia menambahkan, mungkin tidak akan melebihi seperseribu layanan transaksi yang melewati kartu ATM/Debet. Namun hal ini merupakan isu yang cukup strategis dalam industri perbankan, terutama dengan keberadaan operator telekomunikasi sebagai penyandang ijin resmi penyelenggara e-money yang telah diberikan oleh Bank Indonesia.
Hanya saja, mobile remittance dinilai masih belum menunjukkan kemajuan signifikan di Indonesia, walaupun hal serupa sukses di beberapa negara lain.
"Hal ini terutama adalah karena hubungan antara operator Telekomunikasi dan industri perbankan yang kurang harmonis, padahal seharusnya mereka berjuang dan bersinergi bersama mewujudkan layanan yang amat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia," pungkasnya.
(ash/tyo)