Premanisme via Gadget Bikin Remaja Bunuh Diri?
Selasa, 13 Nov 2007 12:47 WIB
Jakarta - Tindakan bullying (penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik, verbal maupun psikologis) kini marak dilakukan lewat gadget, terutama ponsel yang terhubung dengan internet. Ancaman, ledekan, dan kekerasan psikologis lainnya pun menjadi mudah diterima korban di mana dan kapan saja. Salah satunya adalah yang dialami Makoto, warga Jepang. Dia mengaku sering diteror dengan e-mail bernada ancaman, fotonya dipajang di situs dengan ejekan, bahkan dia dihujani e-mail yang menyuruhnya mengakhiri hidup. Akibatnya, dia pernah memutuskan untuk tidak pergi sekolah, menderita anorexia, dan dua kali mencoba bunuh diri. "Ketika orang bilang hidupmu tak berarti, kamu pun mulai merasa demikian. Alhasil, aku menjadi tidak percaya lagi pada sesama manusia," ujar Makoto, seperti dikutip detikINET dari itnews, Senin (12/11/2007).Makoto hanya satu dari banyak korban premanisme via gadget yang menghantui Jepang. Survei yang digelar Dewan Pendidikan di wilayah Hyogo, Jepang, mengungkap bahwa 10 persen siswa sekolah menengah di Jepang mengaku pernah menerima ancaman lewat email, situs atau blog. Aksi tersebut menjadi marak berkat anonimitas yang dimungkinkan melalui koneksi internet pada ponsel. Shaheen Shariff, peneliti dari Universitas Kanada untuk proyek yang menelaah cyber bullying di tingkat Internasional, mengatakan anonimitas itu cocok dengan kultur yang berlaku di Jepang. Masashi Yasukawa dari National Web Counseling Conference mengatakan kerapkali orang tua, maupun pihak sekolah, kurang menaruh perhatian terhadap cyber bullying ini. Bahkan mereka terkesan menutup-menutupi jika terjadi kasus bunuh diri yang diduga akibat bullying. Seperti kasus yang menimpa seorang siswa 18 tahun di Kobe, Jepang. Pelajar ini nekad bunuh diri setelah teman sekelasnya memajang foto bugilnya di situs dan mengiriminya e-mail pemerasan. Pihak sekolah awalnya menyangkal bahwa siswa tersebut bunuh diri gara-gara bullying, dan baru mau mengakuinya setelah beberapa pelakunya tertangkap.Kementerian Pendidikan di Jepang pun sedang melakukan evaluasi terhadap data kasus bunuh diri remaja selama 1999-2005. Sebanyak 16 kasus diselidiki ulang karena diduga terkait dengan bullying, sebelumnya kasus-kasus tersebut dianggap tidak terkait aksi premanisme.
(wsh/wsh)











































