Plt Kepala Biro Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan, sampai saat ini pihak belum mendapatkan kabar mengenai aksi korporasi Viettel tersebut di Indonesia.
"Belum tahu mengenai hal tersebut," ucapnya, Rabu (9/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, Ketut memaparkan bagaimana perusahaan asing bisa membeli operator seluler di Indonesia. Pernyataan Ketut ini merujuk pada ketentuan dasar yang tercantum dalam Peraturan Menkominfo Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan telekomunikasi dalam pasal 71:
Baca juga: Indosat Mau Dicaplok Vietnam? |
(1) Pemegang izin penyelenggaraan dilarang merubah susunan kepemilikan saham perusahaan kecuali jika telah memenuhi kewajiban pembangunan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total kewajiban pembangunan selama 5 (lima) tahun.
(2) Dalam hal pemegang izin penyelenggaraan bermaksud merubah susunan kepemilikan saham perusahaan, rencana perubahan susunan kepemilikan saham perusahaan wajib dilaporkan kepada Menteri.
(3) Larangan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi perusahaan terbuka (publik) yang transaksi perubahan sahamnya dilakukan melalui bursa saham dalam negeri.
"Selain ketentuan tadi, tentunya ketentuan di luar UU Telekomunikasi perlu dipatuhi juga, misalnya ketentuan Perpres Daftar Negatif Investasi (DNI) yang terkait dengan batasan maksimal kepemilikan asing dan UU Pasar Modal jika operator tersebut merupakan perusahaan terbuka," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya Viettel sedang meminati saham salah satu perusahaan telekomunikasi di Malaysia dan Indonesia. Rumor yang beredar memunculkan nama Indosat, yang saat ini mayoritas sahamnya dikuasai oleh Qatar Telecom.
(agt/krs)