"Transaksi di sini campur-campur, biasa saja. Beli pulsa pakai rupiah atau ringgit kita terima," kata Anto salah satu pemilik konter isi ulang pulsa di Pasar Entikong.
Dikatakannya, para pembeli pulsa yang menggunakan ringgit umumnya adalah para pedagang dan wisatawan dari Malaysia. Mereka biasanya membeli kartu perdana untuk komunikasi lebih murah menggunakan nomor lokal di Entikong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Transaksi menggunakan ringgit diakui Anto memberikan keuntungan mengingat nilai tukarnya sedikit lebih tinggi ketimbang rupiah. Misalnya untuk pulsa nominal Rp 10 ribu dijualnya seharga 5 ringgit yang jika dirupiahkan sekitar Rp 15 ribu (1 Ringgit = Rp 3.100).
Dalam rupiah, pulsa dengan nominal Rp 10 ribu biasanya dia jual seharga Rp 12 ribu. Meski menguntungkan secara nominal, Anto menyebutkan transaksi menggunakan ringgit kalah banyak dengan Rupiah.
"Pulsa Malaysia ada jual Maxis, Digi, tapi gak banyak. Orang lebih banyak pakai operator Indonesia di sini. Telkomsel orang paling banyak pakai," kata Anto.
Sebagai beranda terdepan Indonesia yang menghadap Tebedu, Malaysia, Entikong rentan diterobos sinyal operator Malaysia. Sebagai penjual pulsa, Anto ikut mengedukasi para pelanggannya untuk mencegah roaming.
![]() |
"Kita selalu kasih tau konsumen supaya ponselnya itu diseting manual pilih operatornya. Biasanya suka saya bantu setingin. Jadi kalau-kalau sinyal kita lemah, gak otomatis masuk itu sinyalnya Malaysia," papar Anto.
Namun menurutnya, keluhan roaming kini sudah jauh berkurang bahkan jarang jika dibandingkan beberapa tahun lalu. Entikong termasuk wilayah yang jangkauan sinyal telekomunikasinya kuat.
Apalagi, salah satu kecamatan di kabupaten Sanggau ini menjadi tempat Pos Lintas Batas Negara (PLBN) berada, di mana infrastruktur telekomunikasi juga diperkuat.
"Sudah bagus kalau sinyal di sekitar sini, lengkap telepon, SMS, internetan juga kencang sudah masuk pake 4G Telkomsel di sini," terangnya.
Simak cerita lain dari wilayah perbatasan di Tapal Batas detikcom. (rns/fyk)