Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
KPPU Soroti Persaingan di Telekomunikasi

KPPU Soroti Persaingan di Telekomunikasi


Achmad Rouzni Noor II - detikInet

Ilustrasi (Foto: Rachman Haryanto)
Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencium adanya potensi persaingan usaha tidak sehat di industri telekomunikasi belakangan ini. Apalagi sejak ramai debat interkoneksi dan network sharing.

Itu sebabnya, Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf menilai, harus ada regulasi yang fair agar dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi Indonesia.

Disebutkan olehnya, ekonomi Indonesia dapat bersaing di kancah global ketika memiliki daya saing. Salah satu cara menciptakan daya saing tersebut adalah dengan melakukan efisiensi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, salah satu cara yang akan ditempuh pemerintah untuk mencapai efisiensi di industri telekomunikasi adalah dengan menerapkan network sharing dan frekuensi sharing.

Menurut Chief RA, panggilan akrabnya, penerapan network sharing dan frekuensi sharing di industri telekomunikasi saat ini sangat penting dikarenakan sektor telekomunikasi memegang peran penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Selama ini kontribusi dari sektor komunikasi dan informasi menyumbang sekitar 4% dari GDP," kata dia kemarin dalam acara diskusi Indonesia Digital Economy Forecast 2017 di Balai Kartini, Jakarta.

Namun menurut KPPU, network sharing dan frekuensi sharing bukanlah satu-satunya yang bisa menciptakan persaingan usaha yang sehat dan membuat industri telekomunikasi menjadi efisien.

Dijelaskan olehnya, jika pemerintah ingin menciptakan industri telekomunikasi yang efisien dan tercipta persaingan usaha sehat adalah dengan segera menetapkan biaya interkoneksi.

KPPU pun meminta agar dalam menetapkan biaya interkoneksi pemerintah harus berdasarkan aturan yang ada dan ditetapkan secara fair.

Selain menerapkan biaya interkoneksi yang fair bagi seluruh pelaku usaha telekomunikasi, Syarkawi meminta agar pemerintah dapat mengatur tarif off-net yang diberlakukan operator telekomunikasi.

Saat ini, KPPU melihat tarif on-net sudah relatif lebih baik. Bahkan cenderung turun. Namun yang menjadi perhatian KPPU saat ini adalah tarif off-net. Syarkawi melihat tarif off-net yang saat ini ditetapkan operator bisa lima hingga 10 kali dari tarif on-net.

"Saat ini harga tarif off-net masih menjadi permasalahan sendiri. Itu yang membuat biaya telekomunikasi di Indonesia mahal. Seharusnya pemerintah tidak hanya mengatur tarif interkoneksinya saja. Tetapi juga bisa menetapkan batas maksimum tarif off-net," papar Syarkawi.

Menurutnya, jika pemerintah tak segera mengatur batas atas tarif off-net, maka impilikasi yang akan terjadi adalah masyarakat akan membeli kartu salah satu operator saja. Karena masyarakat mengangap tarif on-net jauh lebih murah dibandingkan tarif off-net.

Jika dibiarkan terlalu lama, kata dia, maka industri telekomunikasi di Indonesia akan tersegmentasi oleh operator telekomunikasi.

"Menurut KPPU itu tidak baik. Yang diinginkan KPPU adalah industri telekomunikasi di Indonesia dapat terkoneksi satu sama lainnya. Sehingga pasar telekomunkasi di Indonesia semakin kompetitif," terang Syarkawi.

Mengenai network sharing dan frekuensi sharing, KPPU mencium adanya potensi persaingan usaha tidak sehat. Sejak awal industri telekomunikasi dibangun, Indonesia mengenal modern licensing.

Seperti diketahui, modern licensing adalah komitmen membangun jaringan yang dikeluarkan oleh operator ketika mereka mendapatkan izin penyelenggaraan telekomunikasi.

Kata dia, ada satu operator yang aktif membangun infrastruktur di berbagai daerah. Bahkan hingga pelosok dan daerah terpencil di Indonesia yang merupakan pasar yang tidak menguntungkan dari sisi bisnis.

Karena memiliki komitmen yang kuat terhadap modern licensing tersebut, Syarkawi mengatakan operator tersebut terus membangun sesuai dengan janji yang telah disepakati dengan pemerintah.

Namun di sisi lain, pemerintah juga ingin mendorong utilisasi frekuensi dan infrastruktur yang dimiliki operator secara maksimal. Karena alasan tersebut pemerintah mendorong terjadinya network sharing dan frekuensi sharing.

"Melihat dinamika ini KPPU ingin agar proses network sharing dan frekuensi sharing ini juga mempertimbangkan aspek keadilan bagi operator yang sudah sejak awal telah membangun infrastruktur. Pemerintah seharusnya tidak semata-mata melihat pada aspek bisnis saja. Aspek keadilan juga harus menjadi perhatian pemerintah," papar Syarkawi.

Jika pemerintah menerapkan network sharing tanpa mempertimbangkan aspek keadilan, KPPU melihat akan berdampak pada pembangunan infrastrktur telekomunikasi di masa mendatang.

KPPU khawatir, penerapan network sharing dan frekuensi sharing ini akan menghilangkan insentif bagi operator untuk membangun infrastrktur telekomunikasi.

Lebih lanjut Syarkawi menjelaskan, praktik network sharing di berbagai negara sangat beragam. Ada yang hanya diperbolehkan di daerah terpencil dan belum terlayani telekomunikasi. Sementara ada negara yang sama sekali tidak mengizinkan terselenggaranya network sharing dan frekuensi sharing.

"Jika nantinya tarif network sharing dan frekuensi sharing ini diatur lagi pemerintah, KPPU melihat akan menjadi permasalahan baru yang akan muncul di industri telekomunikasi di masa mendatang," papar Syarkawi.

Selain penerapan network sharing, KPPU ingin aspek keadilan juga diberlakukan pada penetapan tarif internet baik itu di Jawa maupun di luar Jawa. Saat ini tarif internet di luar Jawa terbilang tinggi dibandingkan dengan di Jawa. Tarifnya bisa mencapai 1,6 kali dari di Jawa.

KPPU mensinyalir perbedaan tarif yang saat ini terjadi dikarenakan jumlah pemain di luar Jawa yang masih sangat terbatas.

"Mungkin hanya ada Telkom Grup yang ada dan mau membangun di sana. Jika hanya ada satu operator saja yang disana maka tugas pemerintah untuk meregulasi agar operator lain mau membangun di sana. Atau juga bisa menerapkan regulasi degan harga tertinggi," terang Syarkawi.

Dia berharap, dengan regulasi yang adil, maka dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi Indonesia. (rou/rns)





Hide Ads