Kebijakan Interkoneksi Dikecam Mahasiswa Indonesia Timur
Hide Ads

Kebijakan Interkoneksi Dikecam Mahasiswa Indonesia Timur

Achmad Rouzni Noor II - detikInet
Selasa, 18 Okt 2016 15:03 WIB
Foto: GettyImages
Jakarta - Rencana pemerintah menurunkan biaya interkoneksi seluler dari Rp 250 menjadi Rp 204 per menit mendapat penolakan keras dari kalangan mahasiswa di timur Indonesia.

Menurut Muhammad Zen Weil, juru bicara Koalisi Mahasiswa Indonesia Timur Mengawal Nawacita, mereka khawatir kebijakan itu malah menghambat pertumbuhan jaringan telekomunikasi di wilayahnya.

"Kami meminta pemerintah jangan sampai diintervensi oleh operator telekomunikasi asing yang punya kepentingan langsung terhadap penetapan kebijakan interkoneksi," ujar Weil, yang juga koordinator Komitmen wilayah Maluku dan Papua, dalam keterangannya, Selasa (18/10/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Weil, pemerintah dalam menetapkan biaya baru interkoneksi, selain harus menghindari kerugian negara, juga harus menghindari dampak negatif jangka panjang bagi masyarakat.

Kuncinya, kata dia, adalah pemerintah harus adil dan itu bisa diterapkan melalui penetapan biaya interkoneksi berdasarkan biaya operator telekomunikasi masing-masing (cost based).

"Kami telah merapatkan barisan dan melakukan konsolidasi ke berbagai wilayah di Indonesia Timur. Jika nantinya kebijakan interkoneksi yang ditetapkan oleh pemerintah keluar dari koridor di atas, kami punya Gerakan Simpatik, agar mahasiswa dan masyarakat di Indonesia Timur hanya menggunakan satu operator telekomunikasi saja," ancam Weil.

Langkah ini, katanya, dilakukan sebagai respons atas kekecewaan penetapan biaya interkoneksi yang tak sesuai dengan harapan.

Berdasarkan hasil pertemuan para operator telekomunikasi dengan Komisi I DPR RI pada 25 Agustus 2016 lalu, diketahui biaya interkoneksi tiap-tiap operator telekomunikasi tidak sama. Telkom Group Rp 285 permenit, XL Axiata Rp 65, Indosat Ooredoo Rp 86, Hutchison 3 Indonesia Rp120, dan Smartfren Telecom Rp 100.

"Dari sini saja masyarakat awam sudah bisa menilai bahwa rencana pemerintah menurunkan biaya interkoneksi yang semula Rp 250 permenit menjadi Rp 204 permenit tidak fair dan mencederai azas keadilan," sesalnya.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika memastikan menunda implementasi penurunan tarif interkoneksi. Penurunan yang semula dijadwalkan efektif 1 September 2016 itu molor hingga waktu yang belum ditentukan.

Untuk diketahui, tarif interkoneksi adalah biaya yang dibayarkan satu operator pada saat penggunanya menghubungi operator lain, baik melalui telepon maupun SMS. Tarif ini merupakan salah satu komponen pembentuk tarif ritel.

Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza melalui rilis resminya pada Kamis (1/9/2016) menyatakan karena Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) belum lengkap terkumpul maka biaya interkoneksi baru yang menjadikan penurunan 26 peren bagi 18 skenario panggilan seluler tak bisa dijalankan. (rou/fyk)