Buka-bukaan Erik Meijer: Ikan Besar di Kolam Kecil
Hide Ads

Laporan dari Melbourne

Buka-bukaan Erik Meijer: Ikan Besar di Kolam Kecil

Dewi Rachmat Kusuma - detikInet
Kamis, 22 Sep 2016 07:16 WIB
Foto: Dewi Rachmat Kusuma
Melbourne - Nama Erik Meijer masih berkilau di industri IT dan telekomunikasi, setelah didapuk menjadi Presiden Direktur Telkomtelstra pada Desember 2015 lalu. Kini masyarakat menanti gebrakan inovasi suami Maudi Kusnaedi ini untuk melambungkan perusahaan patungan Telkom Indonesia dengan Telstra asal Australia tersebut.

Meski sempat memegang posisi penting di beberapa perusahaan telekomunikasi, sebut saja Telkomsel, Indosat, dan Esia, namun, posisi kali ini dianggapnya sebagai tantangan baru.

Erik mengibaratkannya seperti, 'ikan besar di kolam kecil'. Seperti apa maksudnya? Dan bagaimana strategi pria asal Belanda ini akan membawa perusahaan tersebut menjadi andal di bidangnya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

DetikINET bersama dua wartawan Indonesia lainnya berkesempatan mewawancarai langsung Erik Meijer di sela-sela acara Telstra Vantage 2016 di Melbourne Convention Center, Australia, Rabu (21/9/2016).

Berikut petikan wawancara bersama Erik:

DetikINET (D): Saat ini menjadi pimpinan atau Presiden Direktur Telkomtelstra. Sebelumnya pernah beberapa kali di perusahaan telekomunikasi. Tantangan susah mana jualan pulsa (perusahaan dulu) sama solusi TI (perusahaan sekarang)?

Erik Meijer (E): Sama-sama susah gampang sih. Ini tantangan buat saya, ini juga alasan kenapa saya di sini. Ini satu hal yang belum pernah saya terjun langsung sendiri adalah business to business (b to b) karena selama ini b to c, ritel lah. Waktu di Telkomsel pasti ritel, di Esia, Indosat, Garuda ritel. Walaupun waktu di Esia, Indosat juga membawahi enterprises bisnis tapi di sana bagian kecil, jadi usaha saya ke sana juga terbatas. Jadi ketika saya di-approve di Telstra juga kepikiran, nggak pede karena nggak pernah pegang langsung, tapi di sisi lain ya melengkapi pengalaman harus berani terjun, melengkapi saya sendiri.

Jadi istilahnya ikan kecil di kolam besar menjadi ikan besar di kolam kecil. Tapi buat saya ini lebih ke arah belajar hal yang baru, kedua nenarik juga untuk bisa kembali bekerja di perusahaan yang ada hubungannya Indonesia dengan luar, kan dulu juga di Telkomsel begitu, Indosat juga begitu. Tapi yang ini benar-benar joint venture 50:50, ya kangen juga dengan itu, untuk melihat apa yang bisa dibawa dari luar ke Indonesia dan dari Indonesia ke luar. Kan di Telkomtelstra juga ada beberapa inovasi yang ada di Indonesia yang sekarang Telstranya sendiri tertarik untuk mengambil dari kita jadi ya bagus juga, itu buat saya juga menarik

Yang lainnya, saya juga orangnya b to c, waktu ngurusin b to c, ketergantungan terhadap teknologi semakin tinggi. Waktu itu saya ingat di Garuda mau jualan tiket lewat online, itu berat. Yang berat apa, memastikan sistem itu nggak mati, itu nggak gampang. Yang punya pengalaman itu nggak banyak. Karena itu, saya sekarang punya kesempatan untuk membantu perusahaan-perusahaan lain dengan jalan itu karena itu yang ditawarkan Telkomtelstra. Kembali lagi, itu lebih gampang atau lebih susah, saya nggak bisa jawab. Buat saya tantangannya adalah saya bisa belajar sesuatu yang baru dan saya bisa memperdalam pusat perhatian zaman sekarang karena pusat perhatian sekarang adalah teknologi, semua perusahaan memikirkan itu karena terus bertransformasi, kita semua di ruangan ini sudah digital tapi tidak semua perusahaan sudah ke sana.

D: Kan saat ini baru 50 perusahaan ya pak yang pakai layanan Telkomtelstra, ada target gak pak?

E: Saya pertama ingin perusahaan ini sukses untuk kedua pemegang saham, karena dua pemegang saham tersebut memiliki komitmen yang luar biasa. 49% Telstra, 51% Telkom, mayoritas kita tapi Telstra punya kendali manajemen. Telstra karena kena aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) jadi tidak boleh melebihi 49%.

Jadi, target angka nggak mungkin kita buka tapi kita ingin memastikan bahwa bisnis ini mensukseskan kedua pemegang saham.

Kedua saya berharap bisnis Telkomtelstra bisa membawa perubahan untuk industri di Indonesia karena saya selalu mengingatkan, masyarakat Indonesia adalah sangat cepat bisa adopsi teknologi baru.

Saya terheran-heran, cepat, kita semua ada handphone baru, ganti. Kita ingat 2 tahun lalu semua pakai BBM (BlackBerry Messenger), sekarang pakai WhatsApp, Line mungkin 2 tahun lagi udah nggak ada, udah ganti, jadi buktinya masyarakat Indonesia cepat sekali adaptasi teknologi bahkan lebih cepat dari perusahaan.

Contoh sederhana. Suka transfer uang lewat ATM nggak? Kalau sudah transfer ngapain? Keluar struk, difoto, dikirim lewat WA. Itu artinya, masyarakat sudah membuat proses yang belum digital menjadi digital. Perusahaannya masih ngeluarin struk, kertas, kenapa nggak bisa langsung kirim? Begitu kita transfer uangnya, mau kirim bukti kenapa ga langsung aja di situ masukin nomor teleponnya langsung dikirim. Ini adalah contoh sederhana masyarakat sudah lebih digital daripada perusahaannya. Jadi buat saya menarik.

Ketiga, aspirasi saya adalah membantu industri-industri di Indonesia menjadi lebih digital dengan cara yang aman, security juga penting, jadi saya lebih mengarah ke situ. Saya juga ingin eksplorasi Telkom dengan Telstra sudah bekerja sama untuk bisnis. Ada hal lain gak sih untuk dua perusahaan ini bekerja sama untuk hal lain? Jadi dua bulan lalu, ada kerja sama Telkom dan Telstra di bidang venture capital. Jadi Telkom punya anak usaha namanya MDI, venture capital yang cari investasi di perusahaan-perusahaan. Nah, Telstra ada namanya Telstra Ventures. Telstra di Indonesia tahu apa? MDI di Australia tahu apa? Jadi mereka butuh teman, akhirnya digabung, untuk sama-sama eksplorasi misalnya di ASEAN. Jadi ada juga perusahaan yang lagi dilirik Telstra karena mereka kerja sama dengan Telkom, mereka hubungi Telkom, eh mau ikutan lirik nggak? Tadinya mau lirik 5% masing-masing, nggak tahu jadi nggaknya tapi masing-masing saling melirik, saling membantu, jadi biayanya nggak keluar banyak karena dipotong dua.

D: Selanjutnya apa? Telstra punya banyak, Telkom punya banyak.

E: Sekarang kan yang kita tahu, layanan yang diberikan MNS dan Cloud Service, mungkin ada service lain yang sekarang sedang proses?

Jadi ada beberapa, tapi nanti dulu ya, jangan ngomong dulu, belum launching. Yang pertama kan manage service, masih ada banyak cabangnya yang bisa kita lengkapi. Dulu kan ada satu sekarang tiga level masing-masing. Kita juga melengkapi customer kita, bagaimana dengan security? Nah, kita juga akan bagaimana manage security supaya nggak di-hack. Di atas ini banyak juga yang nanya. Kita ini tidak hanya penggabungan fisik tapi juga ada juga cloud, private cloud, dan ada yang nanya di mana privat cloud bisa nyambung ke public cloud, nah ini sedang kita kembangkan, jadi banyak cabangnya, masih banyak perkembangannya.

D: Soal pemegang saham tadi, bagimana Bapak me-manage antara Telkom (Indonesia) dan Telstra (Australia)?

E: Sebenarnya nggak banyak yang harus di-manage. Kebetulan dua-duanya sudah sangat jelas, mengapa mereka membuat JV (joint venture) ini. Support dari dua-duanya luar biasa jadi saya agak seneng, nggak ada konflik. Telstra nggak akan bersaing dengan Telkom di Indonesia, Telkom juga tidak akan bersaing dengan Telstra di luar, ini sudah jelas teman.

Kedua, masing-masing pihak tahu apa yang mereka dapatkan, jadi yang perlu di-manage adalah memastikan bahwa masing-masing perkembangannya. Misalkan Pak Awal (mantan Direktur Telkom Muhammad Awaludin) pindah ke bandara ke AP (jadi Dirut Angkasa Pura II), nah kita update, jadi lebih ke arah sana. Memastikan bahwa dua-duanya always inform, sering berhubungan. Contohnya Vantage ini. Mereka juga ingin lihat bagaimana perkembangan Telkomtelstra di Australia. Mudah-mudahan banyak ide muncul dan apa yamg bisa diadopsi di Indonesia dan bisa dikerjasamakan. Meningkatkan lagi hubungan.

D: Golnya apa nih pak dari kerja sama dua perusahaan?

E: Pertama, pasti ingin joint venture ini menjadi besar dan untung. Kedua, membuat joint venture ini membawa manfaat dari customernya Telkom dan Telstra. Salah satu gol tambahan adalah meningkatkan bisnis level dan inovasi yang ada di Indonesia disebarkan kepada pasar secara luas.

D: Sekarang sudah untung?

E: Belum, baru juga setahun operasi.

D: Tak perlu investasi besar ya?

E: Relatif tidak, jadi beda, Telkomtelstra kan gak akan membangun jaringan, jaringannya sudah ada, jadi investasi lebih kepada misalnya cloud service ya kita harus siapkan cloud nya. Perlu ada server, core, ada orangnya.

Tapi dibanding perusahaan dulu gak beda. Dulu kalau ada nilai investasinya nilainya sama dengan beli satu pesawat Garuda, saya di sini untuk beberapa tahun ke depan.

Tantangan masalah cost (yang mahal), kesadaran, knowledge atau apa yang membuat belum banyak perusahaan pakai ini?

Utamanya kita perusahaan baru, ya perlu waktu untuk memperkenalkan diri, customer juga gak mungkin 100 sehari. Yang kedua itu tadi kesadaran. Sama dengan bisnis lain, teknologi adalah industri yang tidak diingat kecuali pas ada kesalahan.

Iya kan, kalau jaringannya cepat, kita nggak mikirin Telkom, kita mikirnya konten yang kita download, begitu lambat, kita langsung protes. Jadi, kalau ada perusahaan besar yang punya masalah dengan service levelnya, nggak tahu bagaimana memperbaikinya atau mentransformasi mentok sana-sini, nah ini menjadi opportunity kita jadi memastikan kalau masyarakat tahu bahwa sekarang ada yang bisa membantu.

Tapi saya yakin, eksisting customer kita, 50-an merasakan value-nya, jadi saya harapkan mereka juga cerita ke yang lain. Jadi sudah ada beberapa customer kita yang sudah menarik perusahaan lain. Customer kita ada dari perbankan, asuransi, consumer goods, gym center, ada juga perusahaan di bidang makanan dan minuman jadi ya memang cukup luas. Kayak Dominos dia merasa saat ini bukan lagi perusahaan pizza tapi teknologi. Uber juga bukan perusahaan transportasi tapi teknologi.

(drk/ash)