Salah satunya dilontarkan oleh pengamat ekonomi Financial Report Institute Muhammad Ikhsan Modjo. Ia mengatakan, interkoneksi menjadi elemen penting untuk memastikan tingkat kempetisi yang efektif dalam layanan di suatu negara.
Adanya penolakan merupakan hal yang wajar. Sebab operator yang dominan di suatu negara biasanya akan mencoba untuk menghindar atau bahkan menghilangkan kompetisi yang efektif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal dari kacamata bisnis, penurunan tarif interkoneksi malah membuka peluang besar bagi industri telekomunikasi. Sebab penetapan tarifnya hanya melibatkan antar pelaku bisnis.
"Ketika biaya interkoneksi turun justu menjadikan kompetisi bukan lagi terbatas persaingan kuatnya modal, tapi mendorong hadirnya inovasi produk dan jasa pelayanan kepada konsumen," ujar Ikhsan.
Ditambahkan biaya penurunan interkoneksi berpotensi besar menurunkan churn rate karena tarif menelepon yang murah antar operator. Tapi yang lebih penting adalah menjaga pasar karena bisa terbentuk kompetisi bisnis yang sehat.
"Tingkat harga yang dibayarkan konsumen tidak serta merta merefleksikan struktur ongkos produksi provider, dengan alasan praktek monopoli dan kolatif oligopoli bahwa recovery cost suatu operator tinggi karena faktor pembangunan infrastruktur tidak sepenuhnya tepat," imbuhnya lagi.
Untuk itu, Ikhsan mengimbau pemerintah harus tegas dalam mengatur soal tarif interkoneksi. Agar tingkat kompetsisi lebih efektif dan sehat.
Adapun yang pelu dilakukan meliputi menentukan pricing yang tepat dengan menggunakan cost-base sehingga didapat tarif yang tepat. Pemerintah harus pula menengahi perselisihan yang mungkin timbul dan menentukan sejauh mana ada fleksibilitas harga. (afr/ash)