Hal tersebut diutarakan anggota Komisioner BRTI I Ketut Prihadi saat ditemui usai acara seminar Persaingan Usaha dalam Penerapan Interkoneksi di Auditorium Gedung Program Megister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat (9/9/2016) petang.
Dikatakan pria yang disapa Prihadi ini, dalam rilis yang dikeluarkan Kominfo disebutkan sembari menunggu Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI), operator dipersilakan untuk menggunakan DPI yang lama. Artinya bukan berarti DPI yang baru dilarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan atau tanpa Telkom dan Telkomsel sendiri secara prinsip interkoneksi tetap jalan. Sebab pengguna dari operator non dominan masih bisa menghubungi ke pelanggan dua operator tersebut, begitu sebaliknya. Tinggal settlement rate saja yang harus diperhitungkan.
"Bagaimana menghitungnya tergantung. Misalnya setelah DPI dominan dievaluasi dua kali, mereka (Telkom dan Telkomsel) menerima Rp 204, clear tidak ada masalah. Tapi jika tidak, ya sementara pakai settlement rate yang lama atau bisa yang di harga tawar sekarang," jelas pria berkacamata ini.
Seperti diketahui, pada Kamis (31/8/2016), Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza, telah menyatakan bahwa SE yang dirilis sebelumnya, belum bisa diterapkan per 1 September 2016 karena Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) belum lengkap terkumpul. Oleh karena itu, operator menggunakan acuan biaya interkoneksi Rp 250.
Menanggapi hal itu, President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli dan President Director & CEO XL Axiata Dian Siswarini, mengatakan akan tetap menerapkan biaya interkoneksi baru, meski Kominfo menundanya.
Hal yang sama diutarakan Wakil Presiden Direktur Tri Muhammad Danny Buldansyah. Dikatakannya pihaknya akan tetap mengacu pada surat edaran yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia, pada 2 Agustus 2016 lalu tersebut.
Sementara President Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys, yang juga Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), mengatakan biaya interkoneksi diberlakukan secara business to business (B2B) atau atas kesepakatan masing-masing operator.
DPI sendiri merupakan dokumen berisi acuan kerjasama interkoneksi antara satu operator dengan yang lainnya. Dokumen ini disusun oleh semua operator dengan merujuk pada Dokumen Petunjuk Penyusunan DPI (P2DPI) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang interkoneksi.
Hasil perhitungan biaya interkoneksi ini menjadi referensi bagi penyelenggara telekomunikasi (lokal dan selular) untuk diterapkan di sistem dan jaringan serta Point of Interconnection (PoI) di operator tersebut. (afr/ash)